Sukarno Datangi Elizabeth Taylor di Roma
Versi revisi lebih lengkap disertai daftar pustaka dari tulisan ini telah dibukukan, berjudul "Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen". Bisa didapatkan di Gramedia dan toko buku di seluruh Indonesia. Buku ini telah menjadi koleksi perpustakaan nasional Kerajaan Belanda (Koninklijke Bibliotheek)
Copyright @ Penulis: Walentina Waluyanti – Nederland
Sukarno visits Elizabeth Taylor? Ya, Bung Karno memang pernah mengunjungi Liz Taylor di lokasi pembuatan film "Cleopatra" di Roma. Dalam menyusun tulisan, saya perlu data dari sumber yang layak dipercaya, untuk menguatkan tulisan. Saya mencoba mencari berita dalam bahasa Indonesia di Google, tentang pertemuan Sukarno dengan Elizabeth Taylor. Tapi tidak saya temukan.
Padahal dulu saya pernah mendengar kalau pertemuan itu memang ada. Tapi pernyataan itu mesti didukung bukti. Syukurlah, akhirnya data itu saya temukan, walau bukan berita bahasa Indonesia. Info itu adalah foto pertemuan Bung Karno dengan Liz Taylor tanggal 11 November 1961, disertai keterangan singkat:
“Visiting Indonesian President Sukarno, right, talks to British actress Elizabeth 'Liz' Taylor and film producer Walter Wagner at the set at the Cinecitta studios in Rome, Italy, November 1961, where Joseph L. Mankiewicz's film 'Cleopatra' is produced at the moment. Mrs. Taylor plays the role of Cleopatra and Mr. Burton is acting her lover Antony.” (sumber: ontheredcarpet.com)
Foto: ontheredcarpet.com
Elizabeth Taylor, aktris asal Inggris baru tutup usia 23 Maret 2011 di Los Angeles, dalam usia 79 tahun. Bulan November 50 tahun lalu, Liz dikunjungi Sukarno langsung di lokasi shooting di Roma, saat pembuatan film Cleopatra. Saat dikunjungi Sukarno, Liz tampak mengenakan kostum dan berdandan ala Cleopatra.
Tak heran jika Bung Karno menyempatkan melihat lokasi shooting film ini. Bukan saja karena Bung Karno mengagumi pesona Elizabeth Taylor. Tapi memang sejak tahun 1959, berita rencana pembuatan film “Cleopatra” sudah sering menghiasi koran. Sebelumnya memang sudah ada beberapa film tentang Cleopatra, tapi belum semegah film Cleopatra versi Liz Taylor. Ketika itu, film Cleopatra yang lokasi pembuatannya dikunjung Bung Karno, disebut sebagai film kolosal pertama yang termahal sejagat.
Elizabeth Taylor sendiri “shock” saat teken kontrak film ini. Bagaimana tidak? Ketika menandatangani kontrak film itu, ia adalah aktris pertama dengan bayaran tertinggi di dunia, yaitu satu juta US dollar. Dengan tumpukan kalung mutiara di lehernya, kejelitaannya tampak makin berseri-seri, ketika tangannya yang bersarung tangan warna gelap menorehkan tanda tangan kontrak film itu. Peredaran filmnya dimulai tahun 1963. Film ini kemudian membuat Liz Taylor dijuluki “million dollar actress”.
Bagaimana kenyataan tentang Cleopatra sendiri yang selama ini digambarkan begitu jelita melalui akting si cantik Elizabeth Taylor? Setelah pembuatan film Cleopatra, yang paling banyak dikritik orang adalah penggambaran berlebihan tentang daya tarik Cleopatra. Jika Anda meng-klik Google, banyak tulisan dalam bahasa asing yang membahas bahwa Ratu dari Mesir itu tidak secantik seperti yang digambarkan melalui kejelitaan Elizabeth Taylor.
Foto: Katz Pictures
Kalau begitu, bagaimana sebetulnya wajah asli Cleopatra sehingga membuat dua penguasa Romawi yaitu Julius Caesar dan Markus Antonius (Marc Antony) terlibat asmara dengannya?
Ada beberapa ratu dari Mesir bernama Cleopatra. Namun hanya satu yang dikenal. Yaitu Cleopatra sang ratu Mesir berdarah Yunani-Macedonia. Nama ratu ini adalah Cleopatra VII Philopator, lahir di Alexandria, hidup sekitar Januari 69 SM – 12 Agustus 30 SM (Wikipedia).
Citra Cleopatra selalu digambarkan sebagai wanita penggoda. Femme Fatale, begitu dunia menyebutnya. Orang beranggapan bahwa wanita penggoda biasanya cantik. Terlebih jika citra wanita penggoda itu dibentuk oleh lelaki. Contohnya William Shakespeare yang menggambarkan pesona Cleopatra dalam karyanya Antony and Cleopatra (1609).
Belakangan, ada penemuan baru yang meragukan citra Cleopatra selama ini. Para ahli memperkirakan wajah asli Cleopatra adalah seperti yang tergambar dalam uang logam brons. Koin yang disebut bergambar wajah Cleopatra itu dipamerkan untuk publik pertama kali tahun 2007 di Newcastle University's Sefton Museum. Para ahli arkeolog menyalahkan Hollywood yang sudah membentuk citra berlebihan dari Cleopatra, yaitu “wanita penggoda dengan daya tarik mempesona”. Menurut para ahli, wajah Cleopatra ternyata seperti di koin di bawah ini, yang menurut mereka sulit untuk disebut cantik.
Foto: NRC Handelsblad
Para arkeolog memandang soal Cleopatra dari sudut sejarah, yang harus berpegang pada fakta. Masalahnya apakah memang betul fakta bahwa wajah Cleopatra seperti di koin itu? Tak ada yang tahu. Apakah seniman Mesir yang berabad-abad lalu mengukir wajah Cleopatra di koin itu sudah persis menggambarkan wajah ratunya? Jelek atau cantik? Tak ada yang bisa memastikan.
Apakah ukuran kecantikan ribuan tahun lalu sama dengan ukuran kecantikan jaman modern ini? Tiap jaman punya ukuran kecantikannya sendiri. Misalnya standar kecantikan masa kini menganggap, wanita langsing itu menarik. Tapi ada suatu jaman yang menganggap wanita cantik itu adalah wanita gemuk. Begitu juga soal daya tarik wajah. Cleopatra hidup ribuan tahun lalu. Sehingga sulit menentukan bahwa ukuran “daya tarik” ribuan tahun lalu, sama dengan standar “daya tarik” masa kini.
Sementara itu industri film tentu perlu “beauty”, tidak saja karena pertimbangan artistik dan estetis. Tapi yang namanya industri tentu perlu memperhitungkan segi komersialisme, agar produknya terjual laris. Dan kecantikan Elizabeth Taylor, yang menjadi ukuran kecantikan “masa kini”, memang sangat menjual. Bahkan pembuatan film itu (sekaligus kecantikan Liz Taylor) sampai mengundang rasa penasaran Sukarno sehingga datang berkunjung.
Daya tarik Sukarno dan daya tarik Elizabeth Taylor, sudah luas dikenal. Bagaimana dengan Cleopatra? Saya mengambil sebuah buku koleksi saya. Judulnya “Feiten die De Geschiedenis Veranderen” (Fakta-Fakta yang Mengubah Sejarah). Di buku ini diceritakan lengkap tragedi hidup Cleopatra, termasuk kisah cintanya dengan Julius Caesar dan Marc Antony (orang Roma menyebut Markus Antonius).
Namun saya hanya ingin mengutip kalimat Plutarchus, penulis esai dari Yunani. Konon ia kenal dengan salah seorang cucu pekerja istana Ratu Mesir itu. Plutarchus menulis tentang Cleopatra satu abad setelah kematian sang ratu. Saya menangkap kesan “kharismatis” melalui deskripsi Plutarchus tentang Cleopatra, yaitu “...caranya bercakap-cakap begitu memikat. Ada sesuatu padanya, sikap dan ucapannya, yang sulit dijelaskan, namun mampu membuat orang seakan tersihir”.
Sukarno, Elizabeth Taylor, dan Cleopatra termasuk sebagian dari sekian orang yang dikaruniai daya tarik. Namun pada batas tertentu, daya tarik bukanlah segalanya. Daya tarik Elizabeth Taylor tak mampu membuatnya memperoleh kesetiaan cinta dari para lelaki yang dicintainya.
Daya tarik Cleopatra tak membuatnya merasa nyaman dengan hidupnya. Ketika suaminya Marc Antony bunuh diri, Cleopatra juga ikut bunuh diri. Sengaja dimasukkannya tangannya ke keranjang berisi ular. Gigitan ular itu dengan cepat meracuni darahnya dan mengakhiri hidupnya..
Death of Cleopatra, painting by Guido Cagnacci (1658)
Daya tarik Sukarno seakan tak berarti, ketika ia akhirnya terjungkal dari kekuasaannya. Namun ia masih mampu mawas diri. Dalam biografinya yang ditulis oleh Cindy Adams, Sukarno mengenang tentang cerita yang dibacanya ketika umurnya 13 tahun. Cerita itu berjudul “Si Tukang Kebun”. Ketika itu ia belum mengerti maknanya.
Makna cerita itu kemudian membuat Sukarno mahfum. Kata Sukarno, “...daun-daun kayu yang coklat dan kering harus jatuh dan memberikan tempatnya kepada pucuk yang hijau dan baru. Dua puluh tahun kemudian barulah aku mengerti.” *** (Penulis:Walentina Waluyanti de Jonge, historical book writer, adalah anggota kelompok Indisch-Nederlandse Letteren/KITLV di Leiden, yang berfokus pada kajian literatur sejarah di wilayah Asia Tenggara dan Karibia, termasuk sejarah Indonesia-Belanda).
Walentina Waluyanti
Penulis buku "Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen"
{backbutton}