Mengenang Proklamasi
Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge – Nederland
Catatan penulis: Di bawah ini adalah tulisan yang sudah umum diketahui tentang Proklamasi Kemerdekaan. Namun intrik dan fakta-fakta mengejutkan yang belum banyak terungkap, diulas tuntas di buku karya saya yang telah beredar di Gramedia.
Nagasaki dan Hiroshima dibom Amerika. Jepang seakan kehilangan seluruh sendi kehidupannya. Tanggal 15 Agustus 1945, secara resmi Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
Buat Indonesia, inilah saat yang ditunggu-tunggu. Golongan pemuda sudah tak sabar lagi. Begitu Jepang menyerah, mereka mendesak para tokoh pergerakan untuk segera menyatakan kemerdekaannya. Para tokoh kemerdekaan umumnya golongan tua (termasuk Sukarno dan Hatta) dinilai lamban oleh pemuda. Kelompok tua itu memang ingin merdeka, tapi semua harus melalui prosedur yang terorganisir. Yaitu melalui Panitia Persiapan Kemerdekaaan Indonesia (PPKI). Golongan Pemuda tidak setuju, karena PPKI dianggap badan buatan Jepang. Pemuda tidak ingin kemerdekaan Indonesia ditentukan oleh Jepang.
Pemuda berpendapat, kemerdekaan harus direalisasikan sekarang juga! Tidak tergantung dari siapa-siapa. Kemerdekaan harus direbut, bukan karena pemberian Jepang.
Proklamasi di jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta
Pembicaraan alot, tegang, dimulai di jalan Pegangsaan Timur 56, jam 22.00. Kelompok pemuda yang hadir waktu itu antara lain Chaerul Saleh dan Sukarni. Karena Bung Karno dan Bung Hatta tidak mempan didesak pemuda untuk melaksanakan kemerdekaan sekarang juga, pemuda lalu menculik Bung Karno, dibawa ke Rengasdengklok. Fatmawati dan Guntur yang masih bayi, juga ikut bersama Bung Karno. Pemuda menculik dan "mengamankan" Bung Karno, maksudnya agar Bung Karno bisa lepas dari tekanan Jepang. Mereka kuatir Jepang akan menghalang-halangi usaha mewujudkan kemerdekaan. Pemuda betul-betul sudah ngotot. Pokoknya merdeka sekarang juga!
Hari itu di Rengasdengklok menunjukkan tanggal 16 Agustus 1945. Walau sudah didesak dan diculik pemuda, Bung Karno tetap tidak mau menyatakan kemerdekaan. Alasan Bung Karno, ia percaya mistik. Dan untuk menyatakan kemerdekaan, ia lebih memilih tanggal 17, karena angka 17 adalah angka suci. Lagi pula besoknya, tanggal 17 itu jatuh pada hari Jumat legi yang dipercaya sebagai Jumat yang berbahagia. Saat itu adalah bulan suci ramadhan. Kitab suci Al-Quran diturunkan Tuhan pada tanggal 17, orang muslim sembahyang 17 raka’at. Demikian kesaksian Lasmidjah Hardi, tentang ucapan mengapa Bung Karno memilih tanggal 17 sebagai hari kemerdekaan.
Akhirnya Bung Karno memberi jaminan ia akan menyatakan kemerdekaan Indonesia esok harinya. Karena itu pemuda bersedia melepaskan Bung Karno, yang dijemput Achmad Soebardjo dan Sudiro kembali ke Jakarta.
Dari Rengasdengklok, mereka menuju ke rumah Laksamana Maeda. Fatmawati dan si kecil Guntur telah dipulangkan sebelumnya ke rumah. Rumah Laksamana Maeda di jaman Imam Bonjol itu dirasa aman, karena Maeda adalah militer Jepang yang dinilai baik dan mudah bekerja sama dengan bangsa Indonesia.
Naskah proklamasi digojlok antara pukul 02.00-04.00. Dari malam, tengah malam, sampai subuh, di tengah suasana sahur bulan Ramadhan, perhatian tercurahkan pada persiapan pelaksanaan proklamasi dan penyusunan naskah proklamasi. Soekarno, Achmad Subarjo dan Bung Hatta ikut menyumbangkan pikiran untuk penyusunan naskah proklamasi. Di serambi depan, beberapa orang menunggu di antaranya BM Diah, Soekarni, Soediro, Sajuti Melik. Ketika dicapai kata sepakat, Soekarno menuliskan konsep proklamasi itu untuk kemudian diketik.
Berdasarkan tulisan tangan Soekarno, Sajuti Melik lalu mengetik naskah proklamasi. Kalimat yang diketik Sajuti Melik, "PROKLAMASI Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta."
Foto: Naskah Proklamasi tulisan tangan Soekarno (atas) dan naskah proklamasi ketikan Sajoeti Melik (bawah)
Setelah selesai diketik, Sukarno dan Hatta ingin agar naskah itu ditandatangani oleh semua yang hadir di situ. Mirip "Declaration of Independence" Amerika, kata Hatta. Namun atas usul Sukarni, naskah itu cukup ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta "atas nama bangsa Indonesia."
Pemuda ingin proklamasi itu dideklarasikan di tempat publik, di lapangan Ikada (Monas). Namun Bung Karno tidak setuju. Ia kuatir hal itu bisa menimbulkan bentrokan dengan pihak Jepang. Bung Karno memutuskan proklamasi dilangsungkan di halaman rumahnya di jalan Pegangsaan Timur 56. Semuanya menyetujui usul Bung Karno.
Di sela-sela makan sahur seadanya, semua persiapan dimatangkan. Akhirnya sekitar pukul 05.00 subuh, mereka meninggalkan rumah Laksamana Maeda menuju kediaman Bung Karno. Sementara itu, asal saran Bung Karno, naskah proklamasi diperbanyak, lalu disebarkan ke pers untuk diteruskan ke dunia internasional.
Pagi-pagi sekali, semua sibuk menyiapkan pernak-pernik dimulainya moment bersejarah lahirnya negara Republik Indonesia. Sang Saka Merah Putih yang sebelumnya dijahit oleh Fatmawati secara seadanya, telah disiapkan. Walau ukuran bendera itu bukan ukuran standar sebagaimana layaknya bendera, namun itulah bendera bersejarah yang kini disebut bendera pusaka. Bendera itu kini disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Akhirnya detik-detik bersejarah, proklamasi kemerdekaan Indonesia itu pun tiba. Sebelum jam 10.00 pagi, orang-orang mulai berdatangan ke rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur. Hadirin di antaranya, Soewirjo, Wakil Walikota Jakarta, dr. Moewardi Ketua Barisan Pelopor, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani, SK Trimurti.
Lima menit sebelum pernyataan proklamasi dimulai, Hatta datang, lalu langsung menuju kamar Soekarno yang sedang tidak enak badan. Setelah bersalaman, keduanya langsung menuju tempat upacara di depan serambi.
Sebelum menyatakan proklamasi, Soekarno memulai dengan pidato singkat tanpa teks. Lalu ia membaca teks proklamasi. Setelah itu diakhirinya dengan beberapa kalimat singkat tanpa teks, yang menyatakan bahwa Indonesia sekarang telah merdeka.
Upacara itu tanpa protokol, tanpa ada yang mengatur, mengalir secara spontan. Setelah pernyataan Soekarno tadi, lalu diadakan pengibaran bendera. SK Trimurti yang diminta mengibarkan bendera, menolak. Katanya, lebih baik prajurit saja. Karena itu Latif Hendraningrat maju mengambil inisiatif.
Bendera itu kemudian dikerek oleh Latif Hendraningrat dan S. Suhud, di tiang bambu. Bendera dikerek perlahan, disesuaikan dengan irama lagu Indonesia Raya yang panjang. Upacara berakhir dengan beberapa patah kata dari Soewirjo Wakil Walikota Jakarta dan dr. Moewardi. Saat upacara baru selesai, ratusan pemuda datang memasuki halaman. Mereka terlambat, karena mengira proklamasi dilangsungkan di Lapangan Ikada (Monas). Karena itu mereka meminta Soekarno membacakan proklamasi sekali lagi. Namun Soekarno menyatakan, proklamasi hanya dilakukan satu kali dan berlaku untuk selama-lamanya.
Berkat Frans Mendur dari IPPHOS, seluruh dunia hingga kini bisa menyaksikan peristiwa bersejarah itu melalui plat filmnya yang tersisa cuma 3 lembar. Foto tersebut yaitu pembacaan naskah proklamasi, foto hadirin, dan pengibaran bendera.*** (Penulis Walentina Waluyanti adalah anggota workgroup Indisch Letteren/KITLV di Leiden yang berfokus pada kajian sejarah Indonesia-Belanda).
Artikel terkait:
Membongkar Mitor "Proklamator Paksaan"
Fakta-fakta Unik Menjelang Proklamasi
Walentina Waluyanti de Jonge
Penulis buku "Sukarno Hatta Bukan Proklamator Paksaan"