Soekarno Disebut Bukan Penggali Pancasila, Hatta: Liciknya Yamin

Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge - Nederland

Sudah bukan rahasia, pada masa Orde Baru peran Sukarno seakan terpinggirkan. Semua ajaran yang berkaitan dengan Sukarnoisme diusahakan agar tidak menyebar. Ini membawa dampak pula pada kisah di balik sejarah lahirnya Pancasila, tentang siapakah penggali Pancasila? Soekarno atau Muhammad Yamin?

Takdir Sukarno:

Di Ende Lahirkan Pancasila, di Bengkulu Bertemu Gadis Desa

Penulis: Walentina Waluyanti

Ada dua fase penting dalam hidup Bung Karno. Kedua fase itu seakan sudah menjadi takdir hidupnya sebagai Bapak Bangsa yang mendirikan Indonesia Merdeka bersama Mohammad Hatta. Fase-fase terpenting dalam hidup Sukarno justru tercipta saat ia menjadi tahanan Belanda, menjadi orang buangan. Sukarno mencetak sejarah terpenting bagi Indonesia saat ia dibuang di Ende, Flores (1934-1938), dan dibuang di Bengkulu (1938-1942).

Konspirasi Mendiskreditkan Sukarno Melalui Dua Paragraf Palsu di Buku Cindy Adams

Penulis: Walentina Waluyanti

Cindy Adams dipilih oleh Sukarno untuk menuliskan biografinya. Sebetulnya Sukarno sudah kerap menolak tawaran beberapa pihak yang ingin menulis biografinya. Namun atas bujukan Duta Besar Amerika pada saat itu, akhirnya Sukarno menyetujui penulisan biografinya. Syaratnya, Sukarno ingin agar biografinya itu disusun oleh seorang wanita.

Sukarno dan Hatta, Awalnya Saling Kenal Secara Rahasia di Tahun 1920-an

Penulis : Walentina Waluyanti de Jonge

Banyak yang menyangka bahwa Sukarno dan Hatta baru berkenalan pada sekitar tahun 1930-an. Padahal tidak demikian. Perkenalan Sukarno dan Hatta telah dimulai saat keduanya masih muda belia, sejak tahun 1920-an. Ketika  itu Sukarno dan Hatta masih berusia sekitar 23-24 tahun. Hal ini diperkuat oleh sejumlah sumber dan data. Bagaimana perkenalan keduanya bermula, saya tulis lengkap di buku karya saya, “Sukarno Hatta Bukan Proklamator Paksaan”.

Soekarno Tahu, Hari Sinterklaas Bukan Perayaan Agama dan Tidak Dirayakan Saat Natal!

Penulis: Walentina Waluyanti

Kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, "Seorang muslim tidak usah dituntut menggunakan kalung salib atau topi Sinterklas demi menghormati Hari Natal.” Tak ada yang salah dengan kata-kata Menteri Agama itu. Kalung salib merupakan atribut keagamaan, itu betul. Tetapi betulkah topi Sinterklaas juga termasuk atribut keagamaan? Ada misinterpretasi yang terus berlangsung hingga kini, menyangka bahwa Hari Sinterklaas adalah hari keagamaan, dan sama dengan Hari Natal. Padahal tidak demikian. Di buku karya saya, “Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen”, saya menulis tentang Sukarno saat menjadi presiden, juga mengundang Sinterklaas ke istana, disertai dengan foto Sukarno, Sinterklaas, dan anak-anak.

Di Gramedia, Buku Walentina Waluyanti de Jonge: "Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan":

Tudingan Pengecutnya Proklamator, Taktik Membendung Tan Malaka, Hingga Tersingkirnya Sukarno-Hatta

 Penulis: Walentina Waluyanti

Catatan penulis: Resensi buku Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan ditulis Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan, dimuat di Harian Kompas (foto di bawah), klik berikut ini: Membongkar Mitos "Proklamator Paksaan".

Menyaksikan Belanda Mengenang Soekarno dan Indonesia Raya

Penulis: Walentina Waluyanti - Nederland

Artikel ini ditulis dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada seorang menteri negara. Saya tergerak menulis hal ini, setelah membaca berita tentang insiden yang menimpa Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo. Diberitakan, Roy Suryo lupa lirik saat menyanyikan lagu “Indonesia Raya” (Kompas, 28/8/2013).

Masih Ada Hal Baru tentang Sukarno?

*) Berbagi Pengalaman, Menulis Tokoh  yang Telah Banyak Dibahas Pakar

Penulis: Walentina Waluyanti

Sukarno lagi, Sukarno lagi! Apa tidak ada hal lain yang bisa ditulis? Lagi pula tulisan tentang Sukarno sudah banyak. Kenapa kok menulis Sukarno lagi?