Ssst, Ratu Belanda Pencipta Hallo Bandung?
Tulisan ini sudah dibukukan.
Copyright @ Penulis: Walentina Waluyanti – Belanda
'Oma tersayang, tabe, tabe.' Tabe (tabik), begitu orang Belanda di masa lalu mengejanya. Kata Melayu ini sekarang jarang digunakan. Tabik adalah sepenggal kata yang terselip di dalam lagu 'Hallo Bandoeng' versi Belanda, yang sudah lebih dahulu diciptakan, jauh sebelum tercipta lagu 'Hallo Hallo Bandung' versi Indonesia.
Kedua lagu itu judulnya sama-sama menggunakan kata 'Hallo Bandung', namun begitu lirik dan melodi-nya sama sekali berbeda. Kemiripan judulnya, bukannya kebetulan semata. Hampir setiap orang yang hidup di jaman revolusi kemerdekaan, mengenal kalimat yang beberapa tahun sebelumnya sudah sangat legendaris yaitu 'Hallo Bandung.'
Tulisan ini tidak bermaksud meng-klaim Ratu Belanda pencipta lagu 'Hallo Bandoeng. Namun kata 'Hallo Bandoeng', meroket menjadi ungkapan populer, sejak pertama kali terlontar tahun 1929 dari ucapan ratu Belanda di masa itu, yaitu Ratu Emma, ibunda Ratu Wilhelmina. Siapa mengira hanya dua kata sederhana yang diucapkan Ratu Emma kemudian menjadi legenda sampai bertahun-tahun kemudian?
Ratu Emma
Ketika itu di Belanda musim dingin,7 Januari 1929. Ratu Emma yang sepuh, 70 tahun, duduk menghadap meja. Diletakkannya karangan bunga untuknya di atas meja. Di atas meja itu ada mikrofon besar. Inilah saat dimulainya peresmian sarana komunikasi telefon antara Belanda-Indonesia, yang terbuka untuk umum. Sang Ratu duduk di Belanda, lawan bicaranya duduk di Indonesia. Di masa itu, ini adalah moment luar biasa. Maklum, sebelumnya tak pernah terbayangkan bahwa orang di Belanda akan langsung bisa berbicara dengan orang di benua lain yang jaraknya beribu-ribu kilometer, seperti Indonesia.
Di era Skype, Face Book, Twitter, Black Berry sekarang ini, mungkin agak sulit menyadari bagaimana bersejarahnya moment seperti itu bagi kedua negara.
Ratu Emma bersiap-siap berbicara dengan istri Gubernur Jendral di Indonesia (Hindia Belanda). Peresmian itu ditandai dengan kalimat pertama Ratu Emma, 'Hallo Bandoeng, Hier Den Haag' (Hallo Bandung, di sini Den Haag).
Kata 'Hallo Bandung' terucapkan oleh Ratu Emma, karena ketika itu hubungan telefon dari Belanda tersambung antara stasiun pemancar radio di Malabar di Bandung Selatan, dengan stasiun radio di Belanda, di desa yang namanya pakai kata radio, yaitu desa 'Radio Kootwijk'. Desa Radio Kootwijk, dulunya didiami oleh para pegawai radio Kootwijk, sekarang ini stasiun radio-nya tak lagi digunakan. Bagaimana dengan bekas stasiun radio di Malabar dekat Bandung saat ini? Mungkin perlu dipertimbangkan adanya perawatan layak bagi bekas lokasi dan bangunan stasiun radio Malabar, yang tergolong situs sejarah penting, sebagai bagian dari cikal bakal telekomunikasi di Indonesia.
Foto kiri: Stasiun pemancar radio di desa Radio Kootwijk Belanda. Kanan: Stasiun Radio di Malabar, di sebelah selatan Bandung
Sejak ucapan 'Hallo Bandung' diucapkan pertama kali oleh Ratu Emma di peresmian itu, sejak itu pula istilah 'Halllo Bandung' menjadi kata yang sangat legendaris. Tak lama sesudah Ratu Emma mengucapkan kata itu, lalu diterbitkan buku kenangan tentang peristiwa bersejarah itu, dengan sampul depannya ditulis dengan judul besar, 'Hallo Bandoeng, Hier Den Haag'.
Tak ketinggalan penyanyi Belanda Willy Derby turut menangkap moment bersejarah itu. Ucapan bersejarah Ratu Emma itu dikutip sebagai judul lagunya, 'Hallo Bandoeng'. Di tahun 1929 lagu itu mulai diedarkan dalam bentuk piringan hitam.
Lagu 'Hallo Bandoeng' versi Belanda itu, bercerita tentang percakapan telefon antara ibu dan anaknya yang bekerja di Indonesia (Hindia Belanda). Lirik lagu ini juga menggambarkan betapa mahalnya tarif telefon ketika itu. Karena si ibu harus menabung selama berbulan-bulan untuk bisa berbicara dengan anaknya. Tarif telefon Belanda-Indonesia ketika itu kira-kira 33 gulden per 3 menit. Jumlah ini di jaman itu kira-kira setara dengan gaji satu setengah bulan bagi pekerja kelas menengah ke atas.
Lagu 'Hallo Bandoeng' sendiri kontan sangat populer ketika itu. Bahkan pernah tercatat sebagai salah satu di antara 100 lagu Belanda terpopuler. Bagaimana sebenarnya lagu 'Hallo Bandoeng' yang dinyanyikan Willy Derby, dan mulai diperdengarkan tahun 1929 itu?
Berikut ini video lagu 'Hallo Bandoeng' versi Belanda yang dinyanyikan Willy Derby:
Selanjutnya ucapan 'Hallo Bandoeng' dari Ratu Emma, ditambah populernya lagu 'Hallo Bandoeng' Willy Derby membuat istilah 'Hallo Bandoeng' menjadi idiom tak pernah terlupakan. Juga tak terlupakan bagi orang Belanda dan Indonesia yang hidup di jaman itu, hingga meletuslah peristiwa 'Bandung Lautan Api'.
Peristiwa terbakarnya Bandung dalam revolusi 1946, tentu merupakan bagian penting dalam sejarah perjuangan bangsa. Ini juga memberi inspirasi bagi seniman musik. Kejadian bersejarah ini terjadi di Bandung. Ini sangat mengena dengan istilah 'Hallo Bandung' yang memang jauh sebelumnya sudah beken. Sehingga bukan tanpa alasan jika lagu mars itu lalu diberi judul 'Hallo Hallo Bandoeng'.
Terlepas dari soal judul, inspirasi diciptakannya lagu 'Halo Halo Bandung' sendiri, sudah umum diketahui. Yaitu diilhami peristiwa ketika Bandung sengaja dibakar, yang dikenal dengan peristiwa 'Bandung Lautan Api'. Tanggal 24 Maret 1946, para penduduk Bandung sengaja membakar rumah mereka dan fasilitas lainnya. Tujuannya untuk menghambat dan mempersulit gerakan musuh. (Tentang pembakaran Bandung menjadi lautan api, saya singgung di buku saya berjudul Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan).
Sayangnya belum ada konfirmasi yang jelas, siapa sebenarnya pencipta lagu 'Hallo Hallo Bandoeng'. Pencipta lagu ini masih terus diperdebatkan. Apakah Ismail Marzuki, Cornel Simanjuntak, Bona L. Tobing, atau para pejuang Bandung Selatan?
Puing-puing setelah peristiwa Bandung lautan api
Kembali ke lagu 'Halo Bandoeng' versi Belanda. Lagu ini tidak saja pantulan dari moment bersejarah tentang telekomunikasi Indonesia-Belanda, tapi juga menampilkan sisi menarik lain.
Di lagu 'Hallo Bandoeng' versi Belanda, juga tercermin bagaimana gaya sopan santun di masa lalu. Yaitu seorang anak keturunan Belanda di Hindia Belanda menyapa oma-nya dalam bahasa Melayu, dengan kata tabe (tabik).
Berikut ini saya kutip sepenggal lirik-nya, dengan terjemahan bebas:
Tabik! Bisa berarti salam, namun dalam beberapa hal, kata 'tabik' juga merupakan ekspresi sopan santun. Misalnya, saya masih ingat, di Makassar jika seseorang berjalan melewati orang lain, maka orang akan mengucapkan kata 'tabik' (diucapkan: tabe'). Dengan mengucapkan kata tabe', maka orang yang lewat itu telah menunjukkan sikap sopan, minta permisi, menghormati orang yang mau dilewati, tidak asal nyelonong saja. Begitu juga saat memberi sesuatu ke orang lain, maka orang tidak akan langsung menyodorkan begitu saja. Sambil memberi sesuatu, biasanya si pemberi mengucapkan, 'Tabe', ini kopinya'. Kopi? Saya jadi ingat sesuatu. Jadi saya permisi dulu. Tabik!*** (Penulis Walentina Waluyanti de Jonge tergabung di kelompok kerja di Indisch-Nederlands Letteren di Leiden, yang berfokus pada kajian sejarah Indonesia-Belanda).
Walentina Waluyanti de Jonge
Penulis buku "Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen"
Lyric lagu 'Hallo! Bandoeng!'
Song tekst: Willy Derby
't Kleine moedertje stond bevend
Op het telegraafkantoor
Vriendelijk sprak de ambtenaar: "Juffrouw
Aanstonds geeft Bandoeng gehoor"
Trillend op haar stramme benen
Greep zij naar de microfoon
En toen hoorde zij, o wonder
Zacht de stem van haren zoon
refr.:
Hallo, Bandoeng
"Ja moeder, hier ben ik"
"Dag lieve jongen," zegt zij, met een snik
Hallo, hallo
"Hoe gaat het ouwe vrouw"
Dan zegt ze alleen
"Ik verlang zo erg naar jou"
"Lieve jongen," zegt ze teder
"Ik heb maanden lang gespaard
't Was me, om jou te kunnen spreken
M'n allerlaatste gulden waard"
En ontroerd zegt hij dan: "Moeder
Nog vier jaar, dan is het om
Oudjelief, wat zal 'k je pakken
Als ik weer in Holland kom"
refr.
"Jongenlief," vraagt ze, "hoe gaat het
Met je kleine, bruine vrouw"
"Best hoor," zegt hij, en wij spreken
Elke dag hier over jou
En m'n kleuters zeggen 's avonds
Voor 't gaan slapen 'n schietgebed
Voor hun onbekende opoe
Met 'n kus op jouw portret
refr.
"Wacht eens, moeder," zegt hij lachend
"'k Bracht mijn jongste zoontje mee"
Even later hoort ze duidelijk
"Opoelief, tabe, tabe"
Maar dan wordt het haar te machtig
Zachtjes fluistert ze: "O Heer
Dank, dat 'k dat heb mogen horen"
En dan valt ze wenend neer
Hallo! Bandoeng
"Ja moeder, hier ben ik"
Zij antwoordt niet, hij hoort alleen 'n snik
"Hallo, hallo" klinkt over verre zee
Zij is niet meer
En het kindje roept: "tabe"...
{backbutton}