Secuil Kisah dari Belanda dan Tragedi Bawang

Penulis: Walentina Waluyanti - Belanda

Catatan penulis: Selamat datang pemimpin RI yang baru, Joko Widodo dan Jusuf Kalla! Semoga berhasil mengatasi segala krisis. Terutama krisis pangan yang menyusahkan rakyat kecil. Seperti yang terjadi tahun 2013 lalu, ketika harga bawang putih dan daging sapi melonjak. Krisis pangan tersebut dikenang kembali melalui tulisan di bawah ini. Artikel ini ditulis tahun 2013, ketika Indonesia dilanda krisis pangan.

Romantika khas rakyat kecil ini nyaris menjadi masa lalu. Dulu dengan duit pas-pasan ibu rumah tangga masih bisa menyajikan makanan layak. Tempe dan sayur kangkung dibumbui bawang putih, dengan wangi nasi hangat... ah, lezatnya. Juga menyehatkan. Walau sederhana, bisa makan lezat dan sehat, ini merupakan kemewahan bagi rakyat. Dan sekarang? Kemewahan yang satu ini pun telah terampas! Terlalu!

bawangputih4wmBawang putih dan sejumlah kebutuhan pokok meroket harganya. Bahkan sejumlah media menyebut harga bawang putih dan daging sapi di Indonesia, adalah termahal di dunia. Ini dibantah oleh Departemen Pertanian. Namun tetap saja harga bawang putih Rp 80.000,- per kilo, jelas tak masuk akal. Belum lagi harga pangan lain yang tak terjangkau rakyat kecil.

Sebaliknya, privilege membuat meja makan para elite negara tetap terjamin. Tetap tersaji lauk pauk dengan bumbu pas. Tak ikut terkena imbas kesulitan pangan. Semoga privilege mereka tidak mengurangi kepekaan terhadap carut marut masalah pangan. Dan hingga kini belum ada solusinya.

Jika flash back ke jaman kolonialisme, ketika itu adalah masa-masa gelap bagi rakyat Indonesia. Namun di balik kesengsaraannya, rakyat masih bisa menikmati warisan budaya unik. Yaitu budaya kuliner dengan aneka ramuan rempah. Ini yang membuat kuliner Indonesia hingga kini terkenal dan mendunia. Alam yang subur dan kultur agraris membuat rakyat tak sulit memperoleh berbagai rempah itu.

Ironisnya, di alam kemerdekaan yang mestinya lepas dari penindasan, rakyat malah tertindas oleh penyimpangan kebijakan. Swasembada beras, kedelai, daging, dan sejumlah bahan pokok, kalah prioritas akibat kebijakan impor. Petani dan rakyat pun menjerit karenanya.

Orang sering mengaitkan ketahanan negara dengan persenjataan canggih. Padahal berbicara tentang ketahanan negara itu yang nomor satu adalah urusan perut dan kesehatan. Kalau perut rakyat tidak terpuaskan akibat tak mampu membeli makanan layak dan sehat, ini saja sudah merupakan indikator dasar, ada yang fatal dengan tata politik. Dan ini jelas berdampak pada  ketahanan negara.

Bawang ini bukan soal sepele. Bukan cuma bikin enak makanan. Bukan hanya bagian dari budaya. Bukan sekedar barang produksi untuk mendongkrak ekonomi negara. Tapi bawang putih adalah unsur penting dalam nutrisi yang menunjang kesehatan. Jauh sebelum ditemukannya obat-obatan modern, sejarah mencatat bagaimana bawang putih dibutuhkan untuk menjaga kesehatan. Misalnya di Mesir, jaman dulu para pekerja yang membangun  piramida, harus makan bawang putih sebelum memulai pekerjaannya.

Di toko jamu di Indonesia, biasanya dijual bawang putih tunggal (yang tidak melekat di bonggolnya). Bawang putih tunggal ini lebih keras, dan lebih tajam baunya. Jika dihaluskan dan dikonsumsi setiap hari secara teratur, dipercaya bisa melenyapkan tumor dan gejala kanker. Setelah tinggal di Belanda, saya lihat ternyata banyak juga orang Belanda yang mengkonsumsi bawang putih khusus untuk kesehatan, dalam kemasan botol dengan rendaman cuka.

Jika kini banyak orang Belanda mau ‘menyentuh’ bawang putih yang kata mereka ‘bau’, ini tak terlepas dari pengaruh kuliner Indonesia. Dulu tidak banyak orang Belanda yang suka makanan berbumbu, termasuk jika dibubuhi bawang putih. Namun dengan arus kedatangan orang Indo dan Indonesia ke Belanda, kuliner Indonesia turut mempengaruhi kuliner Eropa.

bawangputih2wm

Foto: Pasar Malam di Den Haag menjual aneka makanan Indonesia, tampak harganya tercantum

Tak seperti dulu, kini di Belanda bawang putih dan bawang merah bisa didapatkan di mana-mana dengan harga wajar. Di rumah-rumah orang Belanda ini merupakan bumbu wajib jika ingin memasak semur dan rendang yang sangat mereka gemari. Walau ada bumbu instant, tapi tetap saja mereka menambah bawang, sereh, dan bumbu lainnya. Bumbu instant hanya dianggap pelengkap untuk menyedapkan.

Di Belanda banyak diterbitkan buku resep masakan Indonesia. Pernah ada program TV tentang bagaimana memasak masakan Indonesia, disiarkan tiap minggu. Di toko-toko bisa dijumpai bahan pangan dan aneka bumbu masakan Indonesia. Di kemasannya ditulis dengan ejaan Belanda. Misalnya trassi (terasi), ajam smoor (semur ayam), boemboe petjel, roedjak petis, kroepoek oedang, sambal oelek, seroendeng, sajoer boontjes, dan sederet lagi. Konsumennya bukan hanya orang Indonesia. Orang Belanda pun menyukainya. Di Belanda, yang memasak di rumah bukan hanya kaum wanita, tapi juga pria. Tak sedikit orang Belanda yang menganggap, bikin nasi goreng tanpa bawang putih dan terasi, ibarat sayur tak bergaram. Apa rasanya? Huh!? Bahkan tak jarang orang Belanda yang gemar pete dan durian yang mudah didapatkan di toko-toko Indonesia.

Seorang pemilik restoran Indonesia di Perancis pernah kecele. Serombongan turis Belanda datang. Mereka memesan nasi goreng. Orang Belanda menyebut 'nasi goreng' sesuai nama aslinya, tidak diterjemahkan ke bahasa Belanda. Lalu bertanya apa saja bumbu nasi gorengnya? Si pemilik restoran berusaha meyakinkan, bahwa nasi gorengnya tidak pakai terasi. Karena ia pikir orang Belanda tidak suka yang 'bau' seperti terasi. Para turis Belanda itu justru heran. Komentar mereka, 'Tidak pakai terasi? Nasi goreng apaan tuh?' (Zonder trassi? Watvoor nasi goreng is dat?)

bawangputih3wm

Foto: Di rumah penulis di Belanda, tamu disuguhi masakan buatan sendiri, masakan Indonesia

Orangtua saya yang tinggal di Indonesia sempat terheran-heran, saat menghadiri pesta di restoran Indonesia yang cukup mewah di Belanda. Soalnya di meja terhidang tempe/tahu, teri sambal goreng dengan pete. Mereka heran tak menyangka. Soalnya di Indonesia makanan tadi termasuk makanan rumahan. Jarang terhidang di pesta-pesta. Di pesta itu para tamu yang umumnya orang Belanda, mendapat penjelasan bagaimana cara mengolah makanan Indonesia yang tehidang itu. Dijelaskan juga bumbu apa saja yang digunakan. Ini hanya gambaran kecil bagaimana masalah pangan tak bisa dilepaskan dari wajah bangsa. Kelangkaan bawang putih adalah tragedi nasional, seolah kedengaran lebay, tapi memang kenyataannya adalah tragedi.

Tragedi bawang putih adalah serangkaian dari masalah pangan nasional, yang tampaknya masih sulit teratasi. Bagaimanapun, pangan adalah bagian dari simbol bangsa. Bukan sekedar simbol semu. Lebih dari itu, pangan juga merupakan pilar ketahanan dan pertahanan negara. Ini tidak bisa disepelekan. Belum selesai soal kedelai dan daging sapi, kini SBY direpoti soal bawang putih. Teguran keras kepada menteri terkait, tentu bukan satu-satunya solusi. Dibutuhkan aksi gerak cepat untuk menyelamatkan petani dan pertanian. SBY dengan segala kewenangannya mestinya bisa mengatasi masalah ini. Terlebih, presiden adalah doktor lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB), yang diharapkan punya keberpihakan terhadap masalah-masalah pertanian.

Di tahun 2004 presiden berkaca-kaca ketika meraih gelar doktor-nya. Mungkin juga presiden kini berkaca-kaca dengan tamparan bawang putih. Bawang putih yang makin langka di negara agraris ini, adalah ironi yang menampar SBY, doktor lulusan institut pertanian bergengsi di tanah air.

Artikel terkait, silakan klik:

Kompas TV bertamu ke Rumahku

Pasar Tradsional di Belanda, Ada Terasi Sampai Petai

Aryati! Aryati! Pengaruh Indonesia dalam Kultur Indisch di Belanda

Makan Sate di Belanda, Ogah Sate Palsu

fr-wwWalentina Waluyanti, penulis buku Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen: Sukarno Undercover

Nederland, 1 Juli 2013

About Me

{backbutton}

Add comment