Raja Minta Maaf, Orang Indo & Maluku Marah

Walentina Waluyanti – Belanda

[10-3-2020] - “Orangtua kami akan bangkit dari kubur dengan adanya permintaan maaf dari Raja!”, kata Michael Letze, juru bicara federasi masyarakat Indisch Belanda atau De Federatie Indische Nederlanders (FIN).

Raja Belanda Willem Alexander, pada hari pertama kunjungannya ke Indonesia (9/3), memang menyampaikan permintaan maaf kepada Indonesia atas kekerasan yang dilakukan Belanda pada masa perang. Pemerintah Indonesia tentu menyambut baik permintaan maaf ini.

raja minta 01

Presiden Jokowi & Iriana, Raja Belanda Willem Alexander & Maxima, kunjungan ke Indonesia 9/3-2020 (Foto: merdeka.com)

Namun tidak semua pihak menyambut baik permintaan maaf Raja Belanda. Komunitas orang Indo atau orang Indisch (blasteran Indo Eropa) dan orang Maluku yang menetap di Belanda menyatakan kemarahannya atas keputusan Raja Belanda meminta maaf pada Indonesia. Orang Indisch juga bisa merujuk pada orang Belanda asli maupun orang Maluku namun lahir dan besar di Indonesia pada masa kolonialisme, namun bermigrasi ke Belanda pasca perang. 

Keturunan Indo dan Maluku menilai bahwa permintaan maaf Raja tersebut telah mengabaikan penderitaan para veteran, kakek dan orangtua mereka yang bekerja untuk pemerintah Belanda pada masa perang. Orang Indo dan Maluku yang menetap di Belanda umumnya adalah keturunan dari tentara KNIL (tentara Kerajaan Belanda).

Salah satu komunitas orang Maluku di Belanda, “De Vereniging Maluku4Maluku”, mengatakan permintaan maaf Raja Belanda sebagai “membingungkan” dan menganggap ini adalah provokasi langsung kepada kelompok masyarakat Maluku (di Belanda). 

Sejak lama memang komunitas Indo (orang Indisch) dan Maluku telah banyak menyelenggarakan diskusi tentang penderitaan yang dialami orangtua mereka pada masa perang di Indonesia. Contohnya, adalah periode yang mereka sebut sebagai periode “Bersiap”. Periode “Bersiap” adalah periode pasca kemerdekaan RI setelah Jepang menyerah, di mana banyak keturunan Belanda di Indonesia yang mengalami kekerasan di Indonesia, sebagai aksi balas dendam yang dilakukan oleh “pemuda” (menurut istilah orang Indisch). Periode ini hingga kini masih sensitif dan menimbulkan kemarahan pada orang keturunan Indo di Belanda. Menurut komunitas orang Indisch di Belanda, setelah Jepang  menyerah, banyak keturunan Belanda Indonesia, Eropa, Maluku dan Cina menjadi korban penyiksaan, pemerkosaan dan pembantaian oleh orang Indonesia. Diperkirakan 15.000 hingga 30.000 di antara kelompok tadi yang terbunuh.

"Pidato yang disampaikan Raja juga sangat tidak pantas dan ofensif”, kata Lentze, sebagaimana dikutip dari media Belanda AD.nl. Mereka sangat terkejut atas permintaan maaf dari Raja. “Penderitaan dan kesedihan orang Indisch, sebuah kelompok yang sangat menderita karena teror Indonesia, sekarang diabaikan tanpa rasa malu."

Menurut komunitas orang Indisch, sangat memprihatinkan bahwa kini Raja menjadi bagian dari isu sensitif ini. Mereka menyatakan bahwa isu ini sangat sensitif di antara para korban dan kerabat. Terlebih lagi, sampai saat ini masih terus dilakukan penelitian independen mengenai penggunaan kekerasan dalam dekolonisasi pasca-perang di Hindia Belanda. Sekarang, penelitian yang belum tuntas ini, telah terpengaruh secara politis. "Seharusnya menunggu dulu setelah hasil penelitian diketahui, baru kemudian permintaan maaf bisa dipertimbangkan." kata Lentze. “Bagaimana jika penelitian mengungkap sesuatu yang sama sekali berbeda? Maka negara kita benar-benar dalam masalah." Penelitian yang disebutnya itu, dilakukan oleh Institut Belanda untuk Sejarah Militer (NIMH), Institut Kerajaan untuk Bahasa, Tanah dan Etnologi (KITLV) dan Institut NIOD untuk Studi Perang, Holocaust dan Genosida.

raja minta 02

Raja Belanda Willem Alexander & Presiden Jokowi, Jakarta 9-3-2020 (Foto: asiatoday)

Menurut FIN, Indonesia telah cuci tangan, merasa tak bersalah selama beberapa dekade. Sampai saat ini, kejahatan perang yang dilakukan Indonesia selalu didiamkan, sementara "dugaan kejahatan perang Belanda" dari periode yang sama telah dipublikasikan secara luas. "Orang tua kami akan bangkit dari kubur kalau mereka mendengar berita ini. Mereka ini adalah kelompok yang nyaris tidak berhasil selamat dari pembantaian Indonesia. Sayangnya, pemerintah Belanda mengabaikan mereka."

Dua minggu lalu, sebelum Raja berkunjung ke Indonesia, FIN meminta pemerintah Belanda untuk menuntut pengakuan dan permintaan maaf dari Indonesia atas kejahatan perang yang dilakukan oleh orang Indonesia terhadap Belanda (Orang Indisch) yang tak berdaya. Namun tak ada respons atas permintaan FIN itu. Sehingga permintaan maaf Raja dianggap sebagai “tikaman dari belakang. Kami berharap suatu hari Indonesia akan mencapai kata sepakat, "simpul Lentze. Untuk itu FIN akan kembali menelepon kabinet hari ini untuk menuntut meminta maaf.

raja minta 03

Presiden Jokowi, Raja Belanda Willem Alexander &Maxima mengamati keris Pangeran Diponegoro yang dikembalikan pemerintah Belanda kepada Indonesia, 9/3-2020. (Foto: lassernewstoday)

Namun tidak semua kelompok Indisch memberi reaksi negatif atas permintaan maaf Raja Belanda kepada Indonesia. Reaksi positif datang dari Direktur Pusat Peringatan Indisch di Den Haag, Yvonne van Genugten. Menurut Van Genugten, permintaan maaf itu adalah "isyarat yang baik dan langkah yang baik." Ini juga berlaku untuk ucapan selamat kepada Indonesia oleh Raja Belanda atas perayaan 75 tahun kemerdekaan. Sebelumnya memang ada perdebatan panjang tentang kapan sebenarnya kemerdekaan Indonesia dimulai. Apakah pada 17 Agustus 1945 ketika diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta, ataukah pada 1949 ketika Belanda menandatangani penyerahan kedaulatan kepada RI.

Van Genugten berharap bahwa pernyataan Raja akan membuka jalan menuju lebih banyak pertukaran cerita dan pengalaman dari kedua belah pihak, justru karena permintaan maaf dan ucapan selamat akan diterima secara berbeda oleh berbagai kelompok di masyarakat. Dia menekankan bahwa kita harus tetap tidak tutup mata atas semua penderitaan yang dialami Belanda (orang Indo/Indisch) selama pendudukan Jepang di Hindia Belanda dan masa-masa yang sangat bergejolak sesudahnya. Misalnya, mereka yang mungkin sangat menderita akibat aksi kelompok-kelompok pejuang (sipil), yang disebut “Pemuda’s” selama periode Bersiap ini. Tetapi "Anda harus memulai sesuatu" tanpa ada ketegangan, kata Van Genugten.

raja minta 04

Raja Belanda Willem Alexander & Putri Maxima di Makam Menteng Pulo Jakarta (9/3-2020)

Kelompok Indisch lain yang juga memberi reaksi positif atas permintaaf Raja Belanda pada Indonesia, adalah kelompok veteran “Het Platform Veteran”. Kelompok veteran ini menghormati sikap Raja, kata ketuanya Brigadir Jendera Hein Scheffer. “Meminta maaf membuka jalan menuju kesembuhan; penyembuhan yang saya harap bahwa semua yang terlibat dari kedua belah pihak - pejuang dan kerabat - dapat menempatkan “periode sulit dalam sejarah kita ini” ke dalam hidup mereka. Pernyataannya ini tidak hanya merujuk pada kaum veteran, tetapi juga pada kelompok lebih luas, termasuk orang-orang Indo/Indisch (keturunan Indo-Eropa).

Di mata kaum veteran dari “Het Platform Veteran, masalah ini menjadi aktual karena politisi ingin berdamai dengan Indonesia," kata Scheffer.  “Militer dari kedua pihak (Indonesia dan Belanda) telah lama melewati tahap itu. Masing-masing, mantan pejuang/veteran tua Belanda dan Indonesia saling menghormati dan bersama-sama menghadiri hari peringatan dan meletakkan karangan bunga. Hal ini berbeda dengan kaum veteran muda, yang pada waktu mereka dikirim untuk dinas militer di Indonesia, kala itu usia mereka masih begitu muda. Karena usia yang masih sangat muda, hal ini pada masa lalu menjadi ganjalan untuk minta maaf." (Catatan penulis: Permintaan maaf pemerintah Belanda yang ingin dilakukan pada masa pemerintahan Ratu Beatrix, sempat terhambat karena harus mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak).

Walentina Waluyanti

Belanda, 10 Maret 2020

 

Add comment