Pengalaman Ikut Pesta Kaum Asterix
Penulis: Walentina Waluyanti – Belanda
Saya sedang asyik melihat sekeliling. Tiba-tiba... Oh! Kaget! Seorang pria berpakaian ajaib meniupkan instrumen aneh di belakang saya. Hampir setiap orang tampil maksimal. Ada jejak sejarah abad lampau dalam penampilan mereka. Asal-usul mereka, kini nyaris tak dikenal.
Budaya yang nyaris terlupakan itu bernama Celtic. Orang Belanda menyebutnya Kelt. Kata ini tak lagi banyak dikenal, bahkan oleh orang Eropa sendiri. Terutama generasi mudanya. Padahal dari suku Kelt inilah peradaban orang Eropa berasal. Agar tak menjadi sejarah terlupakan, maka Pesta Celtic diorganisir setiap tahun. Di Belanda, pesta ini disebut Keltfeest.
Pesta ini unik. Mengingatkan saya pada komik Asterix. Karena orang Celtic, dulu disebut orang Galia, yang menjadi latar belakang cerita Asterix. Tentang orang Galia, dicatat oleh Julius Caesar Kaisar Romawi, ‘Kami menamakan mereka orang Galia. Tapi mereka menamakan diri dalam bahasa mereka, yaitu orang Celtic’.
Celtic (Kelts) adalah suku yang juga berbahasa Celtic. Suku Celtic dipercaya sebagai nenek moyang orang Eropa. Peradabannya kemudian menyebar ke hampir seluruh Eropa dan Asia kecil.
Pesta Celtic ini diorganisir oleh beberapa negara di Eropa. Diadakan di kota Dordrecht, Belanda di tengah alam terbuka. Lokasinya sangat sejuk di tengah rimbunnya tanaman, pepohonan, dan padang rumput. Semua didekorasi sedemikian rupa, sehingga bernuansa primitif seperti di masa lampau.
Tamu-tamu yang datang disambut dengan seorang pria berpakaian Skotlandia yang meniupkan terompet tradisional bagpipe player. Pengunjung bukan hanya dari Belanda. Juga dari negara-negara lain di Eropa. Tampak panggung musik di tengah lapangan rumput. Dan sebagaimana orang Eropa, mereka mengapresiasi pertunjukan musik dengan spontan berdansa bersama di depan panggung.
Ada beberapa tenda yang menjual baju, perhiasan, dan berbagai pernak-pernik kultur Celtic. Gerai makanan dan minuman tak ketinggalan menyajikan secara tradisional. Misalnya wadah minuman dari tanduk hewan. Juga alat kuno pemanggang daging dari abad lalu. Alat panggang ini berbentuk lempengan besi lebar dan pipih. Digantung dengan rantai, ditopang dengan tiang kayu kokoh.
Saya sangat tertarik melihat alat pemanggang primitif itu. Di atasnya, bermacam daging dipaggang dengan arang. Saya ikut memesan daging ayam yang dipanggang dengan alat panggang kuno ini. Tak berapa lama, pesanan itu siap. Disajikan di piring yang terbuat dari gerabah/tanah liat yang dibakar. Setelah menyantap ayam panggang itu, hmmm… enak juga. Rasanya gurih dan crispy.
Foto: Penulis menikmati ayam yang dipanggang dan disajikan seperti di abad lampau
Kalau kita perhatikan dalam komik Asterix, ada ilustrasi yang menggambarkan peniup terompet sangat panjang. Ini sebagai peringatan, atau isyarat tanda bahaya, misalnya datangnya musuh. Sehingga warga harus segera menutup benteng pertahanan. Kebetulan seorang pria lewat di depan saya, membawa 'sirene' tradisional ini. Nama alat tiup dengan gagang tinggi ini adalah carnyx (lihat foto di bawah). Saya lalu meminta pria itu meniup carnyx yang terbuat dari tembaga itu. Ternyata alat kuno itu masih bekerja baik, Ketika ditiup… preet!!! Wow, suaranya menggema keras kayak pluit kapal laut.
Rasanya saya tidak perlu cerita lebih banyak. Saya harap foto-foto ini sudah cukup berbicara. Ternyata soal melestarikan budaya, masih tetap aktual. Dan menjadi kepedulian setiap bangsa.
Walentina Waluyanti - Nederland
Sampai jumpa!
{backbutton}