Pelajaran dari Greenpeace

*) Proses dan Tata Cara Pendaftaran Organisasi Internasional Non-Pemerintah

Copyright @ Penulis: Walentina Waluyanti – Nederland

Baru-baru ini media Indonesia diramaikan dengan berita ancaman pembekuan terhadap Greenpeace Indonesia. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar turut mengeluarkan pernyataan bahwa Greenpeace Indonesia terancam untuk dibekukan.

Greenpeace adalah NGO (Non-Governmental Organization), bergerak di bidang lingkungan hidup. LSM yang badan koordinasinya berpusat di Amsterdam ini, mempunyai lebih dari 40 perwakilan di berbagai negara, termasuk Indonesia.   

greenpeace1-web

 Foto:Hetnieuwejournaal.nl

Apa saja tuduhan terhadap banyak pihak terhadap Greenpeace? Pertama, Greenpeace dituding oleh beberapa pihak telah beroperasi di Indonesia tanpa melalui prosedur perijinan dan aturan yang berlaku. Kedua, Greenpeace Indonesia dituduh menerima dana asing (dari Belanda), tanpa melalui prosedur resmi dan tanpa melaporkan ke instansi yang berwenang. Selain itu dana yang diterima Greenpeace Indonesia dari Belanda, disinyalir berasal dari judi. Dari sudut hukum Indonesia, ini dipandang inkonstitusional. Ketiga, Greenpeace juga dianggap tidak membayar pajak. Semua tuduhan itu membuat Greenpeace dinilai telah menghina peraturan hukum Indonesia, serta menginjak-injak kedaulatan negara Indonesia.

Greenpeace sendiri sudah mengeluarkan klarifikasi resmi, menyanggah semua tuduhan itu, dengan memaparkan fakta dan bukti. Ada yang menduga bahwa tuduhan terhadap Greenpeace mungkin saja diwarnai nuansa politik di baliknya. Namun terlepas dari masalah politik atau motif apa pun di balik kasus Greenpeace, ada pelajaran yang bisa dipetik dari sini.

Pelajaran berharga itu adalah, organisasi asing dari luar negeri seperti NGO, NPO (Non-Profit Organization), LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dan badan hukum lainnya seperti yayasan asing, yang akan melakukan kegiatannya di Indonesia, tidak bisa mengabaikan pentingnya satu hal yang sangat fundamental. Yaitu mematuhi prosedur legal sesuai aturan hukum di Indonesia. Sehingga jika di kemudian hari ada pihak yang menggugat, organisasi yang punya fundamen hukum yang kuat, tidak akan mudah begitu saja dibekukan.

Akhir-akhir ini, Indonesia menarik minat berbagai yayasan asing dan Organisasi Internasional Non- Pemerintah untuk melakukan kegiatan dan proyeknya di Indonesia. Walaupun berbagai organisasi asing itu berasal dari negara maju, namun dalam praktek, tak jarang mereka melakukan aktivitasnya tanpa mematuhi mekanisme dan prosedur hukum yang berlaku.

hamer2

Foto: samanthadmalloy.com

Ketidakpatuhan terhadap prosedur hukum ini, bisa disebabkan karena tidak tahu, atau tidak mau tahu. Yang lebih parah, tak jarang yang memulai operasinya dengan sikap pandang enteng terhadap sistem hukum di negara berkembang seperti Indonesia. Sikap ini didasari anggapan antara lain, bahwa di negara yang terkenal korupsinya seperti Indonesia, tentu bisa memulai segalanya dengan cara “potong kompas” alias illegal. Padahal harus dibedakan antara “oknum” korup dengan sistem hukum perundangan-undangan. Terlepas dari oknum yang korup, namun dalam keadaan bagaimanapun, pihak asing yang masuk ke Indonesia, selayaknya mematuhi dan menghormati mekanisme perundang-undangan yang ada.  Ini demi menghindari dampak buruk yang mungkin saja timbul di kemudian hari.

Berbagai media di Indonesia memuat pernyataan Bambang Soesatyo, anggota Komisi III DPR dalam siaran persnya di Jakarta, (24/8-2010). Yaitu  LSM asing yang mendapat bantuan dana dari luar negeri tanpa seizin pemerintah, tergolong pelanggaran atas UU Nomor 8 tahun 1985 tentang Ormas dan PP Nomor 18 tahun 1986, serta Instruksi Mendagri Nomor 8 Tahun 1990. Sanksi atas pelanggaran ini, adalah pembekuan LSM atau organisasi yang bersangkutan.

(Catatan penulis: Aturan terakhir yang mengatur tentang penerimaan dana asing dari luar negeri terkait hal di atas, bisa juga dibaca dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 2008 tentang PENERIMAAN DAN PEMBERIAN BANTUAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DARI DAN KEPADA PIHAK ASING).

geld3

Foto: newclearvision.com

Terkait soal keuangan, terungkap sebagian besar LSM yang didanai asing dinilai tidak pernah kooperatif soal pengelolaan anggaran. Demikian pernyataan Kementerian Dalam Negeri melalui juru bicaranya, Reydonnyzar Moenek, yang diwawancarai Detik.com (9/9/2011). Untuk itu Kementerian Dalam Negeri akan mengevaluasi keberadaan LSM yang didanai asing.  Juru bicara Kemendagri menyatakan, ada 1.600 LSM yang melakukan pendaftaran. “Tapi untuk LSM yang didanai asing umumnya mereka tidak taat, tidak pernah terbuka soal anggarannya.”

Selain masalah di atas, LSM asing dan organisasi internasional juga tidak dibenarkan untuk begitu saja memulai aktivitasnya di Indonesia tanpa mengikuti aturan yang berlaku. Mengutip pernyataan Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan kepada pers di Jakarta (9/9-201), “Kami sangat mengharapkan Mendagri menertibkan LSM asing serta organisasi kemasyarakatan yang seharusnya keberadaan mereka itu harus menaati perundangan yang ada. LSM asing dan organisasi ini harus tercatat dalam akte notaris. Dari akte notaris kemudian ditindaklanjuti Kemenkum HAM dan Kemendagri.”

Selanjutnya Wakil Ketua DPR RI menyatakan, Kementerian Dalam Negeri wajib mengevaluasi keberadaan LSM asing yang tak terdaftar. "Jangankan misalnya LSM asing, ormas maupun paguyuban profesi lainnya pun harus tercatat sebagai bentuk pertanggungjawaban legal kaitan dengan tata perundangan yang ada. Kalau ada indikasi mengarah bentuk organisasi apapun yang tidak terdaftar harus ditertibkan.”(Detiknews.com, 9/9-2011).

Ketuk Pintu

Pada prinsipnya, pihak asing yang datang ke Indonesia adalah “tamu”, dan Indonesia adalah “tuan rumah”. Sewajarnya sebagai tamu, tentu pihak asing harus terlebih dahulu mengetuk pintu tuan rumah. Apakah tuan rumah setuju, jika rumahnya dimasuki tamu tersebut?

kloppen4

Foto: duplexchick.com

Dalam praktek, ternyata masih banyak organisasi asing dari luar negeri, NGO, NPO, badan hukum, LSM dan yayasan asing yang beroperasi di Indonesia tanpa “mengetuk pintu” tuan rumah.  Dengan kata lain, tanpa mengikuti prosedur dan aturan hukum yang berlaku. Ini membuat Ketua DPR Marzuki Ali menghimbau departemen terkait untuk menertibkan LSM asing yang beroperasi tanpa ijin di Indonesia.

Pintu pertama dan yang paling relevan yang harus diketuk oleh pihak asing sebelum memasuki Indonesia, sudah pasti adalah pintunya kantor “Kementerian Luar Negeri RI”.

Kementerian Luar Negeri adalah pintu pertama bagi Organisasi Internasional Non Pemerintah, tempat meminta ijin apakah boleh memulai kegiatannya di Indonesia. Kegiatan organisasi internasional yang bentuknya, NGO, NPO dan yayasan asing ini dimulai antara lain dengan tahap, ingin membuka kantor perwakilan di Indonesia. Namun sebelum mendirikan perwakilannya di Indonesia, prosedur pertama adalah mendaftarkan organisasi/badan hukumnya di Kementerian Luar Negeri.

Mendirikan perwakilan di Indonesia tanpa melalui proses registrasi di Kementerian Luar Negeri, ini sama saja kegiatan spekulatif yang sangat berisiko. Jika Greenpeace saja yang mengaku sudah mengikuti aturan hukum di Indonesia, namun masih bisa "diguncang"...maka bagi pihak asing yang berani beroperasi tanpa melalui prosedur hukum resmi, sudah harus bisa memperhitungkan segala akibatnya.

Kasus Greenpeace di Indonesia sedikit banyak menggelisahkan kalangan peminat asing yang ingin memulai kegiatan organisasinya di Indonesia. Bagaimanakah sebetulnya prosedur legal yang harus mereka lalui agar bisa memperoleh ijin operasional di Indonesia?

Bagaimanakah tahap, prosedur, tata cara, kriteria, dan syarat agar yayasan asing dan Organisasi Internasional Non Pemerintah bisa terdaftar dan bisa membuka kantor perwakilannya di Indonesia?

Informasi tentang prosedur pendaftaran bagi Organisasi Internasional Non-Pemerintah yang akan melakukan aktivitasnya di Indonesia, bisa kita simak di official website Kementerian Luar Negeri RI. Dari website Kementerian Luar Negeri itu, berikut ini saya kutip bagaimana Proses DanTata Cara Pendaftaran Organisasi Internasional Non Pemerintah.

papier5

Foto: diydivorce.typepad.com

Proses Dan Tata Cara Pendaftaran Organisasi Internasional Non Pemerintah

I. Surat dan Lampiran:

1. Organisasi Internasional Non-Pemerintah harus terlebih dahulu menyusun surat permohonan tentang rencana pembukaan kantor perwakilannya.

2. Surat permohonan tersebut dikirim ke Departemen Luar Negeri cq Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang.

3. Surat permohonan pada point 1, harus disertai lampiran sebagai berikut:

  • ·         Penunjukan kepala perwakilannya di Indonesia dari kantor pusat.
  • ·         Surat rekomendasi dari kedutaan negara asal organisasi tersebut di Indonesia.
  • ·         Akte pendirian organisasi.
  • ·         Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Organisasi.
  • ·         Sumber mekanisme dana/keuangan.
  • ·         Rencana dan program kerja yang akan dilakukan di Indonesia.
  • ·         Profil dan informasi mengenai organisasi.
  • ·         Daftar mitra/partner organisasi lokal (bila ada).

II. Proses pendaftaran:

1. Setelah surat permohonan diterima oleh Departemen Luar Negeri, maka instansi/badan/lembaga pemerintah lain yang terkait dapat memberikan rekomendasi atas permohonan dimaksud apabila dianggap perlu.

2. Departemen Luar Negeri akan melakukan verifikasi persyaratan administrasi dan kredibilitas Organisasi Internasional Non-Pemerintah yang bersangkutan melalui Perwakilan RI di luar negeri.

3. Apabila dipandang memenuhi persyaratan secara administratif, Departemen Luar Negeri akan mengadakan rapat antar-departemen (interdep) untuk mendengarkan pemaparan visi, misi dan rencana kerja Organisasi International Non-Pemerintah termaksud.

4.  Rapat interdep akan memutuskan apakah organisasi internasional tersebut dapat diregistrasi dan melakukan kegiatan di Indonesia atau tidak. Persetujuan dan penolakan akan disampaikan kepada organisasi internasional yang mengajukan permohonan.

5. Organisasi Internasional Non-Pemerintah yang disetujui akan direkomendasikan untuk bermitra dengan satu departemen/instansi pemerintah. Selanjutnya antara departemen/instansi pemerintah yang ditunjuk sebagai mitra dan Organisasi Intemasional Non-Pemerintah harus membuat sebuah Memorandum of Understanding (MoU) sebagai umbrella agreement.

6. MoU yang telah disetujui dan ditandatangani disampaikan ke Sekretariat Negara.

7. Departemen Luar Negeri akan melakukan verifikasi persyaratan administrasi dan kredibilitas Organisasi Internasional Non-Pemerintah yang bersangkutan

8. Dalam hal perpanjangan ijin, hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

·      Sebelum masa berlaku MoU habis, Organisasi Internasional Non-Pemerintah wajib menyampaikan permohonan perpanjangan ke departemen/instansi mitra kerjanya.

·      Departemen/instansi mitra kerja Organisasi Internasional Non-Pemerintah mengadakan rapat interdep untuk mengevaluasi permohonan tersebut. Rapat akan memutuskan perpanjangan atau penolakan.

·      Apabila rapat mengabulkan perpanjangan, maka disusun MoU baru sesuai dengan program kerja baru. Dalam hal terjadi penolakan, maka akan disampaikan secara tertulis.

III. Kriteria Organisasi Internasional Non-Pemerintah yang diperbolehkan beroperasi di Indonesia:

Berdasarkan UU No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Departemen Luar Negeri merupakan gerbang utama bagi proses masuknya Organisasi Internasional Non-Pemerintah (International Non-Governmental Organization/INGO) di Indonesia. Organisasi Internasional Non-Pemerintah yang akan melakukan kegiatan di Indonesia harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Berasal dari negara yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Indonesia;

2. Tidak melakukan kegiatan politik di Indonesia;

3. Tidak melakukan kegiatan penyebaran keagamaan di Indonesia;

4. Tidak melakukan kegiatan komersial yang mendatangkan keuntungan;

5. Tidak melakukan kegiatan mengumpulan dana (fund raising) di Indonesia.
pen6

IV. Alamat korespondensi dan komunikasi:

Bagi Organisasi Internasional Non-Pemerintah yang berniat membuka kantor perwakilannya di Indonesia, bisa mengajukan surat permohonan ke alamat di bawah ini:

  • Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Intemasional Negara Berkembang,
  • Direktorat Jenderal Multilateral,
  • Departemen Luar Negeri
  • Jl. Taman Pejambon Nomor 6 (Eks Gedung BP7, Lt.8) Jakarta Pusat 10110
  • Telepon : (6221) 384 8688
  • Faksimile : (6221) 350 7950

Semoga tulisan saya ini bisa menjadi bahan pertimbangan bagi organisasi asing dari luar negeri seperti NGO, NPO, badan hukum, LSM, dan yayasan asing,  sebelum memulai kegiatannya di Indonesia.

Walentina Waluyanti

Nederland, 6 Oktober 2011

{backbutton}
Add comment