Nyali Anas Memang Oke 

Penulis: Walentina Waluyanti – Belanda

Catatan penulis: Artikel ini ditulis sebelum ada pengumuman KPK tentang status Anas sebagai tersangka.

Waktu itu ia belum segendut sekarang. Di tahun 1990-an, saat itu Anas sudah populer sebagai aktivis mahasiswa. Di masa itu ciri khasnya sudah merebut perhatian. Wajahnya yang imut,  unyu-unyu  ‘njawani’, manis ngganteng, kalem, tenang. Tutur katanya santun namun lugas, cerdas, jernih, dan penuh kendali.  Anas dari dulu memang ya begitu itu. Tidak ada kesan sengaja mau jaim.

anas 1

Anas Urbaningrum mulai ngetop sejak ia menjabat sebagai Ketua PB HMI. Ketika itu ia sudah mampu merebut simpati tersendiri. Di luar kepiawaiannya meminpin organisasi besar seperti HMI, pembawaan Anas memang lumayan simpatik.

HMI sudah banyak melahirkan tokoh-tokoh besar di tanah air.  Melalui HMI pula Anas Urbaningrum melejit menjadi politisi papan atas, yang mengantarnya menjadi Ketua Umum Partai Demokrat (PD)  di tahun 2010.  Ia digadang-gadang oleh banyak pihak sebagai pemimpin muda masa depan.

Karena itu tidak ada yang menyangka jika Anas bisa tersandung kasus, dan akhirnya “dinon-aktifkan” oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat). Presiden SBY mengumumkan secara resmi mengambil alih kendali Partai Demokrat, 8 Februari 2013.

 Foto: Bisnis.com

Semua itu berawal dari penangkapan oleh KPK terhadap Mohammad Nazaruddin, Bendahara Umum PD sehubungan kasus Wisma Atlet. Lalu Nazar mulai  “menyanyi” tentang keterlibatan Anas Urbaningrum  dalam beberapa kasus manipulasi pengadaan proyek dan penyalahgunaan APBN. Di antaranya kasus Wisma Atlet dan Hambalang. Bahkan Nazarudin menuduh adanya money politics dengan memakai dana APBN dalam pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Walau gonjang-ganjing ini sudah dimulai sejak 2011, namun tak ada bukti yuridis yang cukup, sehingga KPK hanya bisa memanggil Anas dalam status sebagai saksi.

Semakin santernya nama Anas disebut-sebut dalam kasus hukum, membuat PD mulai bergejolak. Namun karena belum terbukti, Anas tetap tenang. Kalemnya Anas, amat kontras dengan gelisahnya sejumlah petinggi partai. Mau melengserkan Anas tanpa bukti cukup, artinya melanggar AD/ART. Bagaimana ini?

anas 2 kom

Foto: Sandro Gatra

Faktanya, selama KPK tidak menetapkan Anas sebagai tersangka, memang PD tidak punya alasan tepat untuk melengserkan Anas.  SBY yang selama ini mendengang-dengungkan “hormatilah proses hukum” ternyata tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri. Bahkan SBY seakan terkesan “memaksa” KPK dengan  meminta ketegasan soal status Anas. Sehingga banyak pengamat mengingatkan KPK untuk tidak berpolitik, tidak bermain-main dengan nasib orang, dengan menetapkan seseorang menjadi tersangka karena ditekan oleh presiden.

Satu-satunya alasan yang terkesan dipaksakan untuk melengserkan Anas, yaitu Anas dikambing-hitamkan atas anjloknya elektabilitas PD. Jari telunjuk petinggi PD diarahkan ke wajah Anas, yang dianggap bertanggung jawab atas terpuruknya PD. Menurut survey SMRC, dukungan terhadap PD turun ke peringkat ketiga, dengan tingkat keterpilihan hanya 8,3 persen. 

Seakan melegitimasi keputusannya “mempreteli” posisi Anas di PD, peran Tuhan pun diikutsertakan. Yaitu SBY mengawali “gong” pelengseran Anas dengan pesan SMS yang diakuinya dibuat di depan Ka’bah. Secara tersirat SBY ingin mengatakan bahwa solusinya untuk partai, bukanlah sembarang solusi. Karena itu adalah hasil ibadahnya meminta petunjuk kepada Tuhan di depan Ka’bah. Siapa yang berani meragukan sebuah solusi kalau sudah diklaim bahwa ide mengatasi masalah partai, didapatkan setelah memohon pada Tuhan Yang Maha Kuasa di Tanah Suci?

Anas dilengserkan, maksudnya untuk mendongkrak simpati pada Demokrat, seolah menepuk dada, “Lihat nih, Partai Demokrat sekarang bersih!” Namun tindakan pelengseran Anas, di saat KPK belum pernah menyatakan Anas sebagai “tersangka", bisa saja membuat simpati publik menjadi berbalik. Bisa saja tindakan partai yang 'menikam' ketuanya sendiri, membuat citra SBY terkesan sebagai pemimpin yang menghalalkan segala cara demi citranya.

Soal pencitraan, masih sempat-sempatnya disinggung oleh SBY setelah melengserkan Anas. Ia menyemprot Public Relation/Humas PD sebagai “kurang cerdas”. SBY melanjutkan, pihaknya akan menertibkan Humas partai. Termasuk siapa saja yang memegang otoritas untuk memberikan penyataan pers, hadir di talkshow televisi, dan kegiatan sejenis lainnya sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan (Kompas, 8/2/2013).

Rakyat yang sudah mulai melek politik, merasa SBY sebagai presiden mestinya lebih mengedepankan prinsip “demi rakyat”, dan bukan prinsip “demi citra partai”. Pendek kata, tontonan penggulingan Anas yang telah disuguhkan oleh SBY kepada rakyat, hanya semakin mengokohkan kuatnya kepemimpinan Anas. Sehingga penguasa tertinggi harus turun gunung. Itu masih belum cukup, ditambah dengan menggunakan jurus pamungkas "jungkal paksa".  Sayang sekali kekuatan Anas terlalu banyak diwarnai guncangan. Jika Anas tidak terkontaminasi kasus hukum seperti yang diisukan, sebetulnya Anas bisa menjadi figur pemimpin muda masa depan.

Terlepas dari soal Anas nanti terbukti bersalah atau tidak, ia telah menonjolkan gaya elegant kepemimpinan anak muda yang saat ini masih jarang dijumpai. Bicaranya tertakar seperlunya, tak mudah terpancing untuk curhat dengan cengeng, punya nyali, wibawa, bahkan mampu mengalahkan wibawa presiden. Soal pembawaan, SBY dan Anas sama-sama tenang. Tapi ketenangan SBY tak mampu menyembunyikan kelemahannya dalam pengendalian emosi. Sementara Anas tetap ‘cool’ dalam segala situasi. Bak petinju yang sudah dirangsek sampai ke sudut ring, toh ia selalu mampu menguasai diri.

anas3

Foto: kabarnet.wordpress.com

Walau SBY mempreteli dan mempermalukan dirinya di hadapan seluruh rakyat Indonesia, Anas tak terpengaruh dengan ‘kudeta’ terhadap dirinya. Ia bahkan menyarankan Dewan Pembina (tentu saja terutama ditujukan pada SBY) agar membaca pasal konstitusi partai. Dengan kata lain, penggulingan dirinya adalah melanggar aturan partai. Karena untuk menon-aktifkan dirinya, harus melalui Kongres Luar Biasa (KLB). Menurut perhitungan di atas kertas, SBY akan sulit melengserkan Anas melalui KLB, mengingat jumlah dukungan yang signifikan terhadap Anas.

Seakan mengejek arogansi penguasa tertinggi republik, Anas menjawab kalem, “Saya masih tetap Ketua Umum Partai Demokrat.”

anas4

Foto: Kompas Images/Kristianto Purnomo

fr wwWalentina Waluyanti

{backbutton}

 

Add comment