Lahir di Bogor, Dubes Belanda Lambert Grijns: Indonesia Melampaui Belanda di Peringkat Ekonomi
Walentina Waluyanti – Belanda
[9-3-2020] - Dalam rangka kunjungan kenegaraan Raja Belanda Willem Alexander dan Putri Maxima ke Indonesia, media Belanda Het Parool (9/3-20) mewawancarai Lambert Grijns Duta Besar Belanda untuk Indonesia.
Lambert Grijns, Duta Besar Belanda untuk Indonesia. Foto: Tempo
Pria Belanda peggemar tahu dan tempe (ia seorang vegetarian) yang lahir di Bogor tahun 1962 ini bisa disebut beruntung. Sebab ia menjadi Duta Besar di negara tempat ia dilahirkan. Tidak semua orang bisa mendapat kesempatan seperti ini. Seperti katanya, “Kamu tidak sering mendapatkan kesempatan untuk bekerja di tempat yang sangat kamu sayangi." Kunjungan kenegaraan Raja Belanda pada awal Maret nanti, adalah kunjungan untuk membahas masa depan. Kata Grijns tentang kunjungan ini, "Sebuah puncak pencapaian dari hubungan yang baik," Kendati demikian ia tidak mengabaikan masa lalu yang sulit dengan Indonesia, yaitu bahwa Belanda pernah menjajah Indonesia.
Bagi Lambert Grijns, Indonesia bukan hanya tempat kelahiran. Ayahnya, Kees Grijs, salah satu pakar linguistik Belanda, yang diminta Presiden Soekarno menerjemahkan Alkitab ke bahasa Indonesia.
Sebelum jadi Duta Besar untuk Indonesia, Lambert Grijs pernah menetap di Indonesia. Ia pernah bekerja di Bandung. Pada tahun 1980-an, ia pernah kembali ke Indonesia sebagai mahasiswa. Dalam kunjungan Raja Belanda 9 Maret, Lambert Grijns bukan satu-satunya anggota rombongan yang berlatar belakang Indonesia. Dalam rombongan yang disertai 5 menteri delegasi perdagangan besar dari sekitar 130 perusahaan, ada juga menteri Belanda yang berlatar belakang Indonesia. Yaitu Menteri Luar Negeri Stef Blok, bahkan juga Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte. Ayahnya selamat dari kamp Jepang di Indonesia, kakeknya meninggal di kamp lain.
PM Belanda Mark Rutte dan Presiden Jokowi dalam kunjungan 2019. Foto Bart Maap/ANP
Ayah Perdana Menteri Rutte bekerja di Hindia Belanda (nama Indonesia pada zaman kolonial. Ayah Mark Rutte kehilangan istri pertamanya, yang berada di kamp Jepang. Undangan untuk kunjungan kenegaraan pada Raja Belanda juga di antaranya karena peran Perdana Menteri Mark yang telah melakukan perjalanan ke Indonesia pada 2013, 2016 dan 2019. Ada peningkatan hubungan yang lebih baik (dengan Indonesia) kata Grijns. “Lebih intensif dan karenanya lebih baik.”
Grijns menyebut kunjungan Mark Rutte Oktober tahun lalu istimewa. “Rutte diundang untuk datang ke Jokowi di istana dengan berkemeja batik tradisional. Ini menandakan hormat. Ini artinya bahwa (saat kunjungan Raja Belanda bulan depan), setiap orang harus tampil dengan baju batik. Seluruh delegasi harus berlari ke toko."
Grijns mengatakan bahwa sejak Oktober 2019 hampir semua kunjungan didominasi kunjungan kenegaraan. Ia sering menerima delegasi Belanda untuk kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Tetapi kunjungan Raja Belanda bulan Maret nanti, merupakan kunjungan kenegaraan dengan delegasi terbesar. Kepala negara hanya datang sekali setiap kira-kira 25 tahun. Kunjungan kenegaraan Raja Belanda ini memang sudah direncanakan saat kedua negara sama-sama memperingati 75 tahun kemerdekaan bagi Indonesia, dan 75 tahun pembebasan bagi Belanda.
Raja Belanda Willem Alexander dan Putri Maxima bersama ke-4 putrinya, 29 April 2019 di Amersfoort.
Kunjungan ini berwawasan ke masa depan yang berfokus tidak hanya masalah perdagangan. Tetapi juga pada sains, budaya, dan pengelolaan alam. Raja Belanda dan Putri Mxima juga akan mengunjungi pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan. “Tempat yang indah dan hijau yang dicintai semua orang," jelas Grijn.
Duta Besar Grijn sendiri senang berinteraksi dengan sesama. Ia bisa berbicara Bahasa Indonesia “sedikit”, katanya. Ia mengatakan pelafalannya lebih baik daripada penguasaan kosa kata. Menurutnya, Bahasa Indonesia berubah begitu cepat. ”Ada kata-kata yang belum pernah saya dengar sebelumnya, juga kata-kata yang tidak lagi digunakan.” Kata Grijns, ia sering diolok-olok dalam hal ini.
Kata Grijs, seperempat orang Belanda memiliki "sesuatu" dengan Indonesia melalui ikatan darah atau ikatan non-darah. Namun, ia menekankan, orang Indonesia juga sangat tertarik dengan Belanda. “Jika di sini kita mengorganisir bazaar - kita sebut pasar belanda - tujuh ribu orang akan datang. Dan itu bukan hanya para wanita tua, yang bisa berbicara sedikit bahasa Belanda, mencari stroopwafels dan keju. Anak-anak muda juga datang (mengunjungi bazaar). Belanda dipandang sebagai negara yang inovatif dan kreatif, sebagai negara yang ‘cool’dan keren”, kata Grijns.
Grijns paham bahwa ada suara-suara sumbang dari orang-orang di Belanda. Dari orang-orang yang sama sekali tidak mengharapkan kunjungan kenegaraan dari mantan penjajah. “Itu tidak benar. Ada banyak niat baik untuk Belanda. Kami sangat disambut di sini."
Keadaan sekarang tidak lagi sesulit beberapa tahun lalu. “Fakta bahwa kita menginginkan hubungan yang berorientasi ke masa depan, juga berarti kita dapat menekankan kerja sama ekonomi. Dengan keuntungan timbal balik bagi kedua pihak. Indonesia adalah negara terbesar keempat di dunia, negara muslim terbesar, negara demokrasi terbesar ketiga dunia, anggota G20, anggota Dewan Keamanan.
Tahun ini (2020) Indonesia telah melampaui Belanda di peringkat ekonomi utama. Belanda di peringkat 17, Indonesia di peringkat 16. Indonesia ingin melibatkan kita (Belanda). Dan kita melihat ini sebagai peluang. Masa depan sangatlah logis, tetapi itu tidak berarti kita mengabaikan masa lalu. "
Titik awal yang baik adalah penyelidikan tentang dekolonisasi, kekerasan, dan perang di Indonesia yang sedang dikerjakan Niod. Raja Willem-Alexander mungkin dapat mengangkat itu dalam pidatonya. Grijns ditanya, apakah akan ada permintaan maaf dari Belanda? Grijns enggan mendahului. “Tapi jelas sebagai tamu pada tahun di mana Indonesia memperingati 75 tahun kemerdekaan, kita akan memikirkan masa lalu itu.”
Walentina Waluyanti
Belanda, 9 Maret 2020
{backbutton}