Konflik SBY-Antasari, Kisah Pilu di Balik Misteri Century

Penulis: Walentina Waluyanti

Antasari memberi kado pada hari kasih sayang atau Hari Valentine,  kepada orang yang dicintai. Maksudnya orang yang dicintai Ani, yaitu SBY. Hari Valentine 2017 tak akan pernah dilupakan SBY. Pada 14 Februari 2017, Antasari berbicara kepada pers. Esensinya adalah Antasari menuding SBY sebagai orang yang tahu skenario kriminilasasi dirinya. Akibatnya Antasari sempat mendekam di penjara selama 7 tahun+10 bulan, karena dituduh terlibat pembunuhan Nasrudin. Nah, Antasari terang-terangan memulai perang terhadap SBY. Secara tak langsung, tangan SBY diduga juga ikut "terpercik" darah Nasrudin. Kalau sinyalemen Antasari itu betul, tentu saja ini menggegerkan. Bagaimana mungkin seorang presiden yang terhormat bisa melakukan ini?

foto1 012

Antasari dan adik dari Nasrudin saat melapor ke Bareskrim 14 Februari 2017. (Foto: merdeka.com)

Yang menarik, publik tampaknya lebih percaya bahwa Antasari memang dikriminalisasi, dan tidak pernah melakukan tuduhan pembunuhan itu. Bahkan keluarga korban Nasrudin pun sama sekali tidak percaya bahwa Antasari adalah otak pembunuhan. Sebaliknya, publik lebih percaya bahwa ada permainan SBY di balik semua ini. Antasari sendiri dituduh SBY,  telah melakukan fitnah, sengaja “bernyanyi” sehari sebelum Pilkada DKI 15 Agustus 2017, agar Agus Yudhoyono putra sulung SBY kalah dalam Pilkada. Tetapi ini tidak melunturkan keyakinan publik terhadap pengakuan Antasari, bahwa memang benar SBY terlibat dalam kasus kriminalisasi Antasari.

Sebetulnya ditahannya besan SBY (Aulia Pohan) oleh Antasari, bukanlah menjadi penyebab utama konflik SBY-Antasari. Ini hanya pemicu saja. Sudah jadi rahasia umum, sebelum dipenjarakan, Antasari menyelidiki kasus manipulasi dan korupsi di lingkaran kekuasaan. Di antaranya ada juga nama Ibas yang diduga terlibat korupsi pengadaan IT KPU. Dan puncaknya adalah ketika Antasari menyelidiki manipulasi data IT KPU untuk menggelembungkan jumlah suara pada Pilpres 2009 demi memenangkan partai tertentu. 

Salah satu kasus yang paling terang benderang dan menjadi awal konflik SBY-Antasari, adalah kasus Century. Bahkan Bambang Widjojanto, mantan komisioner KPK sendiri, sebelumnya sudah pernah memberi “sinyal” melalui pernyataannya, bahwa episentrum korupsi terletak di pusat kekuasaan. (klik: Episentrum Korupsi). Buntutnya, Bambang Widjojanto dan Ketua KPK Abraham Samad akhirnya tersungkur sebelum menuntasnya jabatannya, akibat dikriminalisasi. Nasib keduanya mirip dengan petinggi KPK sebelumnya yaitu Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah yang juga terjegal akibat menyelidiki kasus skandal Bank Century. Bibit dan Chandra kemudian dituduh terlibat suap. Ini terjadi pada masa pemerintahan SBY. 

Kasus Century ini sebetulnya sudah jadi rahasia umum, banyak disebut bahwa ada dugaan permainan penguasa (ketika itu). Oleh karena begitu seringnya dibicarakan, kemudian terkuak isu bahwa bank-bank tak sehat seperti Bank Century sengaja dipelihara sebagai kamuflase untuk mencari talangan dana, yang sebetulnya dialirkan untuk membiayai pilpres partai tertentu.

Bagaimana Antasari kemudian menjadi target kriminalisasi kejam, berawal pada tahun 2008. Skandal Century, skandal raksasa yang dikenal juga sebagai  “mega-korupsi” bermula ketika tahun 2008, terjadi ancaman krisis ekonomi global. Mungkin menarik untuk merunut awal peristiwa ini, dari testimoni mantan Ketua KPK Antasari Azhar kepada Metro TV, 9 Agustus 2012.  antasari di selSaat itu Antasari divonis 18 tahun penjara karena dituduh sebagai otak pembunuhan Nasrudin (tuduhan yang diduga banyak orang, ini adalah rekayasa penguasa). Antasari menyampaikan testimoninya dari penjara.

Foto: Antasari di sel tahanan (Foto: Covesia)

Dalam testimoninya dari penjara, Antasari mengatakan ia dalam kapasitas sebagai Ketua KPK, diundang menghadiri rapat terbatas bersama presiden, tanggal 9 Oktober 2008. Ikut hadir dalam rapat itu adalah Ketua BPK Anwar Nasution, Kepala BPKP, Menko Polhukan, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Kapolri, Menteri Keuangan, Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet.Rapat itu membahas tentang langkah mengantisipasi krisis ekonomi global, bagaimana caranya agar “rush” dalam sistem perbankan akibat krismon/krisis moneter 1998 tidak kembali terulang.

Terkait hal ini, kata Antasari, presiden menyinggung bahwa dalam krisis terkadang kita harus mengambil langkah cepat, namun belum ada peraturan yang mengatur tentang hal itu. Dalam rapat itu tidak secara eksplisit disebutkan tentang penyelamatan Bank Century. Selanjutnya Antasari menanggapi rencana presiden bahwa ia mendukung langkah kebijakan untuk mengantisipasi krisis, sepanjang untuk kepentingan umum dan tidak merugikan negara. Namun, Antasari menegaskan, "Apabila dalam kebijakan yang diambil itu ada oknum yang menyalahgunakan dalam prosesnya, KPK bertindak!". Dan memang kenyataannya, Antasari telah menunjukkan keberatannya atas rencana Bank Indonesia untuk menyuntik Bank Indover sebanyak 4,7 trilyun, setelah rencana itu disampaikan oleh Boediono, Gubernur BI saat itu.

(Catatan: Publik menduga, sikap Antasari di atas menjadi "batu sandungan" bagi penguasa, dalam pelaksanaan kebijakan bailout Century. Inilah yang kemudian menimbulkan dugaan banyak pihak, dijebloskannya mantan Ketua KPK Antasari Azhar ke  penjara adalah rekayasa kekuasaan. Terlebih setelah ada pengakuan dari Williardi Wizard mantan Kapolres Jakarta Selatan, bahwa dengan janji tidak ditahan, ia ditekan atasan untuk membuat BAP untuk menyudutkan Antasari. Williard kemudian merasa tertipu, karena ternyata ia bukan saja ditahan, tapi juga diskenariokan sebagai pelaku pembunuhan Nasrudin).

Sikap Antasari yang tidak sejalan dengan kebijakan SBY itu, membuat hubungan keduanya mulai tidak enak. Konflik makin menajam ketika Antasari menolak perintah untuk tidak menahan Aulia Pohan, besan SBY yang dituduh melakukan korupsi, sehingga merugikan negara 100 milyar. Posisi Antasari semakin runyam ketika ia mengendus adanya dugaan manipulasi data IT KPU, yaitu penggelembungan jumlah suara pada saat Pilpres 2009 yang menguntungkan partai tertentu.

besansbyAulia Pohan (kiri) dan istri bersama SBY dan Ani pada pernikahan Agus & Annisa, 8 Juli 2005, (Foto: Bintang.com)

Tak lama setelahnya Antasari mulai sulit menghubungi Presiden maupun Wakil Presiden. Bahkan Hatta Rajasa yang kemudian ditunjuk sebagai mediator antara SBY-Antasari, disebut mulai tidak merespons telepon dan SMS Antasari. Hanya dalam hitungan bulan setelahnya, Antasari kemudian dijebloskan ke penjara.

Kembali ke rapat terbatas yang menjadi awal konflik SBY-Antasari. Walau dalam rapat 9 Oktober 2008 itu penyelamatan Bank Century tak disebut-sebut oleh SBY, namun secara implisit, ada dugaan bahwa tindakan menalang dana (bailout) kepada Bank Century oleh Menteri Perekonomian Sri Mulyani, adalah tindak lanjut dari pembahasan rapat yang dimaksud Antasari Azhar itu.

Bank Century ini sebetulnya menurut beberapa pengamat ekonomi adalah bank kecil yang sebetulnya kalau kolaps, dan ditutup, pengaruhnya tidak akan berdampak besar atau tidak berdampak sistemik, atau tidak sampai menimbulkan “rush” berarti seperti yang dikuatirkan. Anwar Nasution, mantan ketua BPK bahkan menyatakan Bank Century adalah “pepesan kosong”. Artinya Bank Century ini terlalu kecil untuk bisa menimbulkan dampak sistemik, kalau ditutup tidak ada dampak besar. Bahkan lanjutnya, dulu ada tiga bank yang lebih besar dari Century yang dibubarkan dan tidak ada masalah. Wapres Jusuf Kalla termasuk yang tidak setuju dengan rencana “bail out” Century.

foto2 013

Illustrasi: Inilah.com

Kata-kata presiden dalam rapat Oktober 2008 yang dimaksud Antasari, bahwa  untuk mengatasi krisis terkadang harus diambil langkah cepat walau belum ada peraturannya (setidaknya kurang lebihnya begitu), seakan tergambar pada kebijakan penanganan Bank Century. Walau langkah penyelamatan Bank Century sebetulnya tidak beralas hukum yang kuat, namun kucuran dana / bail out terhadap Century tetap dijalankan. Untuk mendapatkan kucuran dana itu, terlebih dahulu  dikeluarkan penetapan resmi bahwa Bank Century adalah bank gagal berdampak sistemik, penetapan yang dinilai beberapa pengamat, terkesan dipaksakan. Jusuf Kalla yang sejak awal tidak menyetujui rencana ini, baru mengetahui setelah injeksi dana atau  bail out diputuskan, sehingga tidak bisa lagi melarangnya.

Injeksi dana kepada Bank Century dilakukan oleh Bank Indonesia saat Boediono menjabat sebagai Gubernur BI. Antasari mengatakan bahwa tindakan BI menyuntik dana kepada Bank Century dilakukan tanpa koordinasi dengan KPK. (Ketika dijeboskan dalam tahanan Polda Metro Jaya, Antasari kemudian mendengar bahwa Boediono menjadi Cawapres SBY).

Bank Indonesia mengucurkan Rp 689 miliar (dari Rp 1 triliun yang diminta), kemudian berkembang menjadi 6.7 trilyun, kepada Bank Century.  Pemilik Bank Century Robert Tantular malah heran, yang diminta 1 trilyun, dapatnya kok 6.7 trilyun?  Pencairan dana ini berlangsung sampai 16 kali, tanpa beralas dasar hukum.

Belakangan, Robert Tantular pemilik Bank Century dituduh mentransfer dana dalam jumlah besar keluar negeri serta menerbitkan surat-surat berharga fiktif.

Jusuf Kalla meminta agar Menteri Keuangan segera melaporkan ke polisi untuk menangkap pemilik Bank Century, karena sudah melakukan perampokan. Kata Jusuf Kalla, pemilik Bank Century yang mentransfer dana dalam jumlah besar keluar negeri dan menerbitkan SSB fiktif adalah perilaku perampok sehingga tidak perlu dibantu. Karena itu, Kalla menyatakan, tidak setuju Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memberikan dana talangan ke Bank Century. Selanjutnya Jusuf Kalla mengatakan kasus Bank Century adalah perampokan terorganisir.

foto3 014

Robert Tantular setelah tertangkap. (foto: porosnews)

Robert Tantular yang kemudian tertangkap, mempertanyakan mengapa KPK tak pernah membuka kemana larinya uang 6,7 trilyun itu. Ini berdasarkan logika bahwa ia tertangkap pada 25 November 2008. Sementara injeksi dana yang disuntikkan kepada Bank Century, dicairkan pada 24 November 2009 hingga Juli 2009. Kata Robert Tantular, "Tapi celakanya dibilang sayalah perampoknya." (Kompas, 24 April 2014).

Fakta di atas menimbulkan pertanyaan, Kemana larinya uang 6,7 trilyun itu, siapa yang menyelewengkan, dan masuk ke kantong siapa… betulkah uang sebanyak itu digunakan untuk membiayai pilpres partai tertentu?

Kembali ke kondisi Bank Century setelah mendapatkan injeksi dana, apakah Bank Century yang “sakit-sakitan” itu menjadi sehat setelah menerima talangan dana? Jauh panggang dari api, malah semakin memburuk. Tidak sedikit nasabah yang tidak memperoleh ganti rugi karena kehilangan uangnya. Ada yang menjadi gila, sakit, bahkan  bunuh diri karena mendadak kehilangan uang dalam jumlah sangat besar, padahal utang yang menumpuk belum lunas terbayar.

Uang injeksi dana yang dialirkan ke Bank Century yang dianggap perlu diselamatkan itu, bisa diibaratkan seperti mengisi ember bocor. Uang terus diisi ke ember, tapi kok tidak penuh-penuh? Padahal dana yang sudah dialirkan ke Bank Century (14-18 November 2008), sebetulnya sampai sejumlah Rp 7,3 triliun. Pertanggungjawaban mengalirnya uang itu, sampai sekarang tak jelas. Terlebih, ternyata masih banyak nasabah yang sampai sekarang belum menerima uang mereka kembali.

Sejak semula riwayat Century sebetulnya adalah bank yang “sakit” dalam arti bank yang memang sejak awal pendiriannya dikelola oleh manajemen dengan reputasi buruk (untuk tidak mengatakan “reputasi bandit”). Tak masuk akal jika pemerintah tak tahu latar belakang reputasi buruk bank ini. Karena jika berbicara soal penyelamatan bank. masih banyak bank kecil lain yang memerlukan talangan dana. Namun mengapa yang menerima justru Bank Century dengan reputasi yang buruk dan tidak memenuhi syarat?

Inilah yang kemudian memunculkan isu bahwa Bank Century adalah “bank-bank-an” yang sengaja didirikan, kemudian akhirnya dibikin tidak sehat. Kalau tidak sehat, artinya bank itu akan memperoleh injeksi dana dari pemerintah, dan injeksi dana inilah kemudian yang “masuk kantong” untuk kepentingan sendiri. Pertanyaannya, masuk kantong siapa?

Banyak tuduhan bahwa talangan dana sebagai suntikan untuk menyehatkan bank Century, sebetulnya diselewengkan untuk membiayai partai tertentu dalam Pilpres.foto5 016

Presiden SBY sendiri berkilah, bahwa hal ini tidak terbukti. Tapi sebetulnya faktanya adalah DPR sendiri tidak tuntas mengejar serta tidak membuat kesimpulan resmi atas pertanyaan “uang yang raib itu masuk ke partai mana?”. Yang disimpulkan oleh DPR bahwa kucuran dana pada Bank Century mengindikasikan adanya pelanggaran. Namun tak ada audit investigasi lanjutan yang lebih rinci. Sehingga pembelaan SBY bahwa dana talangan Century dimanipulasi untuk membiayai pilpres tertentu, adalah tidak terbukti, sebetulnya belumlah bukti final, karena investigasi lanjutan belum benar-benar tuntas (untuk tidak mengatakan terkesan “dihalang-halangi”).

Foto: SBY (Sumber foto: Portibi)

Tentang usaha menghalang-halangi terhadap penyelidikan kasus Century, di antaranya dikatakan anggota pansus FPG Ade Komaruddin, bahwa Menkeu Sri Mulyani (sebagai pembantu Presiden SBY ketika itu), menghambat proses kerja pansus. Tidak mungkin Sri Mulyani berani berbuat demikian tanpa “lampu hijau” dari SBY. Misalnya Sri Mulyani  tidak mengizinkan Ketua BPK memenuhi permintaan pansus menyerahkan rekaman dan transkrip rapat KSSK. Jika memang tidak ada pelanggaran dalam kasus Century mestinya SBY sebagai Presiden memerintahkan untuk melapangkan jalan DPR untuk pengusutan dan investigasi, termasuk investigasi audit lanjutan yang sampai sekarang belum terlaksana itu.

Seperti bola salju, hingga hari ini kasus Bank Century bergulir semakin besar, dan banyak jari telunjuk yang mengarah pada keterlibatan SBY. Terutama setelah beredarnya surat Menteri Perekonomian Sri Mulyani yang ditujukan pada SBY tentang perkembangan bail out Bank Century secara detail. Berdasarkan surat Sri Mulyani itu, sulit dipercaya bahwa SBY tak tahu menahu tentang kucuran dana dari Bank Indonesia kepada Bank Century. SBY tetap kukuh tidak terlibat dan mengaku tidak tahu menahu tentang talangan dana (bail out) kepada Bank Century. Namun sangkalan SBY tak bisa menafikan logika publik. Mana mungkin Sri Mulyani berani melakukan injeksi dana pada Century (padahal ia tahu wapres JK tidak setuju)? Tentu Sri Mulyani berani bertindak, karena sebagai pembantu presiden, berarti keberanian tindakannya itu tentunya atas sepengetahuan atasannya yang lebih tinggi dari wapres, yaitu presiden.SBY.

Jika ternyata Sri Mulyani bertindak sendiri, tanpa persetujuan presiden, dan kucuran dana pada Century  (bail out) itu terbukti jelas melanggar hukum, mengapa presiden tidak pernah mengeluarkan pernyataan memecat Sri Mulyani dan malah terkesan “menyelamatkannya” dengan membiarkannya bertugas di IMF di Amerika?

Menurut Bambang Soesatyo, Timwas Century DPR ketika itu, publik yakin keterlibatan kekuasaan dalam kasus Bank Century. Mulai dari perencanaan, penyusunan peraturan dan UU sebagai bungkus agar kebijakan memberi talangan dana (bailout Century) seolah didasari aturan dan perundang-undangan serta memiliki alasan yang kuat dengan memanfaatkan situasi krisis keuangan global 2008 hingga pelaksanaan eksekusinya. Bahkan Jusuf Kalla pernah menyindir, "Jelaskan saja, uang 6,7 trilyun itu larinya kemana?"

antasari bebas

Antasari bersama istri, cucu dan kedua putrinya saat bebas dari tahanan, 10 November 2016. (Foto: Liputan 6)

Setelah menerima grasi dan bebas dari tahanan, kini kebebasan Antasari menjadi duri dalam daging bagi SBY. Ini mengingatkan pada Anas Urbaningrum dalam cuitannya yang dinilai publik untuk menyindir SBY, "Karma akan terus bekerja."

Mari kita sama-sama menunggu akhir episode "opera Century". Siapakah sesungguhnya “otak” di balik skandal yang menyayat nurani keadilan ini? Betulkah kata pepatah “Gusti ora sare”? Akankah terbukti kata pepatah Belanda yang sering dikutip pakar Hukum Pidana Prof. JE Sahetapy, “Al gaat de leugen nog zo snel, de waarheid achterhaalt hem wel” (Bagaimanapun hebatnya sebuah kebohongan, namun kebenaran akan mengalahkannya)? *** (Penulis: Walentina Waluyanti)

Artikel terkait, klik:

Episentrum Korupsi

Anas Dikriminalisasi?

fr wwWalentina Waluyanti

Nederland, 15 Februari 2017

About Me

{backbutton}

Add comment