Gara-gara Kartu John

Penulis: Walentina Waluyanti – Belanda

Haramkah mengucapkan selamat natal? Apakah mengucapkan selamat natal, membuat pemeluk agama tertentu menjadi berdosa? Di Indonesia, ini fenomena baru yang belakangan ini mulai sering jadi bahan bisik-bisik, maupun terang-terangan. Ada yang bilang itu dosa. Tapi ada juga yang berpendapat, mengucapkan selamat natal, tak akan menyebabkan orang masuk neraka, bahkan walau nabi Isa, katakan saja, tidak lahir tanggal 25 Desember. Ini kata siapa? Dari mana dalilnya? Kata orang beriman atau tak beriman? Kalau sudah omong tentang beriman dan tak beriman, wah... lebih baik saya angkat bendera putih, tanda menyerah.

Pernak-pernik natal sudah mulai bertebaran di seluruh Belanda. Seperti biasa, saya juga selalu antusias mencari menu istimewa untuk keluarga. Tapi sebelum itu, yang tak kalah sibuknya adalah mengirim kartu ucapan untuk kerabat, teman, dan kenalan.

gara-gara1-web

Hidangan natal (Foto: Walentina Waluyanti)

Mengirim kartu natal sudah menjadi tradisi turun-temurun di seluruh dunia. Ada banyak ribuan tradisi di dunia ini. Ada banyak alasan untuk melestarikan sebuah tradisi. Namun ada banyak juga alasan untuk menyetop sebuah tradisi dengan berbagai dalil dari banyak seginya.

Yang pasti, natal di Belanda, tidak seperti yang dipandang banyak orang, tidak secara sempit dilihat sebagai hal berbau religius semata. Itu sebabnya di Belanda, walau atheis sekali pun, bahkan tak sedikit non-Christian pun, tetap memasang pohon natal dan berbagai dekorasi natal di rumahnya, karena menganggap natal tak lebih dari sekedar “perayaan tradisi”. Mereka umumnya menganggap, memasang pohon natal, menyiapkan hidangan natal, merayakan natal, saling beri kado natal, tak ada hubungannya dengan urusan keagamaan.

Hanya sebagian kecil saja yang menghubungkannya dengan soal-soal ketuhanan. Dalam ucapan kartu natal pun, mereka cuma mengatakan “Selamat Natal dan Tahun Baru”. Titik. Ini sudah cukup. Tidak lebih dari itu. Semoga Tuhan melindungi dan memberkati? Ini kata-kata yang hampir tak terucap dari alam rasional ala Eropa pada umumnya.

Apa pun itu, segala sesuatu yang dilakukan dengan niat positif, termasuk mengucapkan selamat, atas dasar niat menghormati keyakinan/tradisi/kultur sesama, lalu menghakimi itu sebagai “haram dan dosa”... ah, bahasan ini di luar kompetensi saya.

Sekarang saya meraih pena, siap untuk menggoreskan beberapa kalimat selamat natal. Tumpukan kartu di depan saya, walau harganya tidak mahal, tapi cukup apik, setidaknya sesuai selera saya. Mengirim melalui email lebih cepat. Tapi tidak semua orang senang dikirimi ucapan melalui email. Maklum, di mana-mana sama saja. Tidak di Indonesia, tidak di Belanda. Ada saja orang yang mudah tersinggung. Sudah capek-capek kirim email mengucapkan natal eh.... malah bikin kerabat bisa ngambek. Cara kasih ucapannya kok begitu? Katanya, via email itu kurang personal. Wah, repot ini.

Memilih-milih gambar kartu natal, buat saya adalah seni tersendiri. Pemilihan disain, kadang mencerminkan selera si pengirimnya. Sebagai seorang yang suka melukis, saya sadar bahwa kreativitas menciptakan khayal menjadi nyata, hingga tercipta “karya seni” yang bisa dinikmati, itu bukanlah sesuatu yang sederhana. Setelah karya itu jadi, biasanya orang awam mengomentari karya itu, “Ooooh, kalau cuma bikin begitu sih, saya juga bisa”. Padahal proses seni itu bukan cuma masalah “hasil akhir-nya”. Yang tersulit justru “proses inspiratif-nya”, bagaimana mencari inspirasi, mengolahnya, mendalami, lalu membuat sesuatu yang tidak ada menjadi ada.

Proses inspiratif seorang seniman tidak bisa dipandang remeh, karena efeknya bisa sangat besar. Bisa menggetarkan, bukan sekedar menggetarkan rasa. Bahkan juga bisa mengubah tatanan sosial hingga mempengaruhi tatanan di seluruh dunia. Buktinya?

Buktinya, lihat saja karya seni dari kartu (komersil) natal pertama di dunia, yang dibuat oleh John Callcott Horsley (1817-1903), seorang seniman lukis dan sejarawan asal Inggris.

gara-gara2-web

John Callcott Horsley, pembuat kartu natal pertama (Foto: Wikimedia Commons)

Kartu itu dibuat John, atas pesanan temannya, direktur Victoria and Albert Museum di London, bernama Henry Cole, yang juga seorang industriawan, penemu, dan pencinta seni. Kontroversi muncul di kerajaan Inggris, akibat illustrasi yang digambarkan John di kartu ucapan selamat natal. Kartu natal karya John Callcott Horsley, menuai banyak kritik. Pasalnya, kartu itu menggambarkan keluarga yang sedang minum-minum (alkohol), di antaranya juga ada anak-anak.

Gambar di kartu itu, ketika itu dikuatirkan bisa mempengaruhi banyak orang dan akan membawa trend yang kurang baik. Yaitu bahwa natal dihubungkan dengan kebiasaan minum-minum alkohol. Di tengah kontroversi itu, kartu yang diawali oleh John, ternyata berlanjut dan mempengaruhi tradisi di seluruh dunia. Mungkin terlalu berlebihan, menyalahkan gambar minum alkohol di kartu John, sebagai penyebab orang barat (tidak semuanya), sampai saat ini suka minum alkohol di saat natal.

gara-gara3-web

 Foto: Kartu natal yang pertama dicetak di dunia, karya John Callcott Horsley (Wikipedia)

Yang jelas, gara-gara kartu John, sejak itu telah lahir sebuah tradisi yang diadopsi menjadi tradisi baru di seluruh dunia. Yaitu kartu natal hingga kini tetap dicetak setiap tahun, bahkan di tengah era dominasi surat elektronik sekarang ini. Sejak kartu pertama dari John tadi, di saat natal, orang tidak perlu lagi mengunjungi kerabat satu per satu. Cukup mengirim selembar kartu, sebagai ganti kunjungan langsung.

Mengapa Henry Cole meminta John Callcott Horsley di tahun 1843, membuat kartu natal itu? Soalnya Henry merasa tidak begitu sreg dengan tradisi kunjung-mengunjungi di saat natal. Dengan pekerjaan dan kesibukan seabreg, tidak mungkin baginya merayakan natal dan mengunjungi segudang relasi, kerabat, dan kenalan. Karena itu ia mencari cara efisien untuk mengucapkan natal. Lalu ia mendapat ide mengirim kartu ucapan natal, untuk dikirim ke sejumlah kerabatnya. Kartu pertama karya John tadi, dicetak sebanyak 1000 lembar (Wikpedia).

Nah, dari kisah kartu natal John tadi, sekarang mata saya tertuju pada kartu natal yang ada di atas meja. Sekarang kartu-kartu natal buat kerabat sudah selesai saya tulis. Perangko spesial edisi natal, saya tempelkan satu per satu di amplop. Tradisi saling mengunjungi saat natal sudah tergantikan perannya oleh kiriman kartu. Ketika masih di Indonesia, tradisi berkunjung di saat natal ini, selalu menggembirakan. Senda gurau, hidangan lezat, silaturrahmi dengan sesama yang berbeda-beda agama, ditunjang oleh cuaca yang cukup nyaman. Di Belanda, berkunjung ke keluarga saat natal, buat saya yang tidak tahan dingin, memang cukup merepotkan.

Menurut ramalan cuaca, temperatur di hari natal di Belanda tahun 2011 ini, tidak sampai pada titik beku. Mungkin sekitar 7-11 derajat celcius. Tidak sampai nol derajat celcius. Ini artinya tidak ada salju, alias tidak ada white christmas. Bagi kebanyakan orang Eropa, natal tanpa white christmas, rasanya belum afdol. Wah, ini artinya natal tahun ini saya tidak bisa lagi baring-baring di atas air sungai seperti tahun lalu. Ya, maksud saya, berbaring di atas air sungai di sekitar rumah saya, karena airnya membeku. Brrr...dinginnya.

Temperatur saat natal 2010 lalu, membuat air sungai keras membeku. Soalnya temperatur ketika itu berkisar antara minus 5 sampai minus 10 derajat celcius selama beberapa minggu. Saya tidak melewatkan kesempatan langka ini, berpose di atas bekunya air sungai.

gara-gara4-web

 Seluruh permukaan sungai keras membeku (Foto: Walentina Waluyanti)

Saya sudah menuliskan kalimat di kartu dalam bahasa Belanda, “Fijne kerstdagen en gelukkig nieuwjaar” (Selamat hari Natal dan Tahun Baru). Ucapan yang sama saya tujukan pula pada pembaca yang punya tradisi merayakan natal. Semoga di tahun 2012 kita semua tetap sehat, sukses, dan senantiasa dalam berkat dan lindungan-NYA. Amin. *** (Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge, historical book writer)

Artikel terkait, klik:

Asyiknya Lebaran Jadul

Ini Penyebab Mereka Menggambar Nabi Muhammad

fr wwWalentina Waluyanti

Nederland, 21 Desember 2011

{backbutton}

Add comment