Imelda Marcos: Diva Politik Paling Rakus Sedunia?
Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge – Nederland
Catatan penulis: Kisah Imeda Marcos dan Bung Karno, bisa dibaca di dalam buku karya saya "Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen".
Gadis itu miskin, pemalu tapi ayu yang kelak mampu “memporak-porandakan” panggung politik negaranya, bahkan dunia. Ketika itu kehadirannya belum diperhitungkan. Ibunya meninggal ketika usianya masih 8 tahun. Dan ayahnya terlalu miskin untuk bisa membiayai hidupnya. Begitu miskinnya sampai rumah mereka pun tanpa kamar tidur. Tempat tidurnya hanya sebilah papan yang diganjal kaleng susu bekas sebagai penopang.
Gadis cantik itu datang ke ibu kota dengan kopor kecil dan uang cuma cukup untuk makan 3 hari. Dia menumpang di rumah paman dan bibinya yang kaya raya. Di rumah itu sering diadakan pesta dengan dansa dansi untuk kalangan atas.
Gadis itu hanya bisa menatap tingkah polah orang-orang kaya itu dari balik jendela dapur. Walaupun di rumah itu dia tinggal bersama anak-anak perempuan paman dan bibinya, tapi entah kenapa Imelda tak pernah ikut bersama mereka di pesta itu. Yang jelas, Imelda yang miskin memang tak punya pakaian pantas untuk ikut bergabung dengan orang-orang kaya di pesta itu.
Suatu ketika seseorang menemukan bahwa gadis itu pandai menyanyi. Lalu ada usul untuk mencarikan pinjaman pakaian buatnya. Maksudnya agar dia juga bisa ikut di pesta itu, dan bisa menghibur tamu dengan suara merdunya. Sejak itu kehadirannya mulai dilirik. Dan orang-orang mulai menyadari betapa menariknya gadis ini.
Akhirnya kecantikan gadis itu sampai ke telinga penyelenggara miss beauty. Gadis itu dianggap layak terpilih mewakili ibu kota untuk pemilihan ratu kecantikan antar propinsi. Hasil kontes kecantikan itu, Imelda Romualdez – nama gadis itu, terpilih sebagai juara kedua.
Sejak menyandang gelar ratu kecantikan, si cantik pemalu itu tak lagi pemalu. Tampaknya dia mulai menyadari, daya tariknya bukannya “nothing”. Dilayangkannya surat protes ke walikota Manila. Dengan lantang diprotesnya bahwa gelar juara satu ratu kecantikan seharusnya ditujukan buat dirinya. Dan juri telah salah memilih. Akibat protesnya itu, walikota menjuluki Imelda bukan “Miss of Manila” tapi “Muse of Manila”.
Protes itu sempat ditayangkan koran-koran di masa itu. Wajahnya mulai dikenal publik. Ketika Imelda diajak sepupunya ke kantor parlemen, dan makan di kantin, wajah Imelda menarik perhatian seorang senator. Senator itu adalah Ferdinand Marcos, yang kelak menjadi presiden Filipina, diktator yang berkuasa selama 20 tahun. Setelah 11 hari pacaran, Marcos bertekuk lutut dan akhirnya memutuskan menikahi Imelda. Segalanya pun berubah bagi Imelda........
Kisah hidup Imelda bagai kisah Cinderella di abad modern. Tapi ada bedanya. Cinderella akhirnya hidup berbahagia untuk selama-lamanya. Sedangkan Imelda nampaknya hidup ber-”ambisi” untuk selama-lamanya. Di masa kekuasaan Marcos, siapapun tahu bagaimana dominasi Imelda di panggung politik. Dominasi first lady ini bahkan dinilai melebihi kekuasaan suaminya sebagai presiden. Karena itu cap diva politik pun melekat padanya.
Pernah menjabat sebagai Gubernur Metro Manila, menteri dan beberapa kali ikut pemilihan presiden, walaupun gagal. Bahkan sampai tahun ini usianya menginjak 81 tahun, dia masih berambisi mengikuti pemilihan anggota kongres untuk tahun 2010. Cuma Imelda yang tahu apakah dia berbahagia dengan semua itu. Yang jelas, ambisinya dinilai kelebihan takaran sampai mengesankan kerakusan yang luar biasa.
Tak heran, tahun 2009 lalu nama Imelda masuk dalam daftar “the greediest people of all time” versi Newsweek magazine. Tercatat sebagai salah satu dari 11 orang yang paling rakus di dunia. Siapa yang suka digelari seperti itu? Wanita cantik, tapi kok paling rakus di dunia sih? Sampai Imelda tersedu-sedan di televisi membela diri akibat gelar tak enak yang ditimpakan padanya itu.
Ketika cincin perkawinan dilingkarkan di jari Imelda, insting politik Marcos bagai mengendus potensi pesona Imelda. Setidaknya begitu tuduhan beberapa kalangan. Ketika itu dirinya masih kandidat presiden. Kalkulasi poltik Marcos mulai berjalan. Pesona Imelda plus gelar ratu kecantikan tentu mampu mendongkrak perolehan suara dalam pemilu. Wajah cantik Imelda sekaligus investasi politik Marcos. Dan memang terbukti begitu.
Sebelum era Marcos, para presiden maupun kandidat presiden Filipina hampir tak pernah melibatkan istri dalam kegiatan politik. Istri-istri mereka cuma sekedar housewife dan cuma “konco wingking” saja. Tapi Marcos tidak mau menyia-nyiakan kejelitaan istrinya. Gelar ratu kecantikan dan wajah cantik Imelda adalah “vote getter” handal buat Marcos. Istrinya diikutsertakan aktif dalam setiap kampanye. Dan Imelda menangkap bola itu dengan agresif.
Symbiosis mutualisme antara keduanya memang tokcer. Marcos butuh vote getter, dan Imelda haus perhatian. Imelda yang tadinya miskin sengsara yang dulunya tidak pernah diperhitungkan lingkungannya, kini mulai menikmati perhatian massa yang berpusat kepadanya. Hasilnya, Marcos memperoleh kemenangan telak. Ia berhasil mengalahkan Presiden Macapagal di Pemilu tahun 1965.
Setelah itu seluruh dunia tahu kisah kerakusan Imelda. Juga seluruh dunia tahu bagaimana lebih dari 900 kasus penggelapan dan korupsi menghadang Imelda, yang hingga kini belum semuanya tuntas.
Dirinya pernah disebut sebagai kolektor permata berlian terbanyak di dunia. Kolektor gedung mewah, tidak saja di Filipina, tapi di negara lain termasuk Amerika. Belum terhitung koleksi lukisan pelukis termasyur dunia dan benda-benda seni, saham, deposito dan lainnya yang ditaksir bernilai milyaran dollar AS. Bahkan dia pernah dikabarkan memiliki berlian-berlian bangsawan Eropa yang diperolehnya dari rumah lelang. Di antaranya gelang yang di masa lalu adalah hadiah dari Napoleon Bonaparte untuk Tsarina Josephine. Imelda bisa belanja gila-gilaan. Di masa kekuasaannya, kalau Imelda mau belanja permata, jalur masuk ke kompleks perbelanjaan ditutup agar tidak ada orang lain yang bisa masuk berbelanja. Imelda tinggal main tunjuk saja. “Ini bagus, itu bagus”, instruksinya pada pramuniaga. Dan tahu-tahu rak permata satu toko nyaris kosong semua. Contoh gila-gilaan lain, hanya beli permen di New York dan Roma, dalam sehari saja bisa habis 5 million dollar AS.
Siapa yang tidak tahu kisah sepatu Imelda? Dia disebut kolektor sepatu lebih dari 3000 pasang yang tidak sedikit di antaranya berlapis emas. Meskipun jumlah itu disangkalnya. “Ah, itu bohong, nggak bener itu. Sepatu saya cuma 1060 pasang saja kok”, begitu Imelda ngeles. Wah, Imelda kalau sudah ngeles memang bikin orang jadi gemes. Apalah beda 3000 dan 1060 buat rakyat Filipina yang banyak hidup di bawah garis kemiskinan itu. Toh kedua angka itu masih ada hitungan ribu-nya. Kini Imelda dikabarkan mulai bangkrut. Hampir semua kekayaannya terus diburu dan dipreteli oleh pemerintah. Meskipun diduga masih banyak yang kekayaan yang berhasil disembunyikannya.
Di masa kejayaannya, Imelda dikenal publik tak berhenti menimbun segala benda mewah yang jumlahnya tak bisa dimengerti logika. Sehingga perilakunya itu menyumbang sebuah kata baru untuk kamus modern yaitu kata Imeldific, berarti ostentatious extravagance.
Kata imeldific dalam kamus itu memang diilhami oleh perilaku Imelda, untuk menerangkan watak yang suka pamer dan boros.
Akan menjadi daftar yang terlalu panjang jika semua timbunan kekayaan Imelda dan Marcos disebutkan di sini. Tetapi jika koleksi sepatunya saja yang saking banyaknya itu, tak akan pernah sempat dipakainya semua sampai akhir hayatnya, maka pertanyaannya, “apa sebenarnya obsesi di balik menimbun kemewahan?”.
Obsesi Imelda mungkin bukan cuma wajah Imelda saja. Tapi juga wajah kita. Banyak di antara kita yang memperoleh kebanggaan dengan cara-cara obsesif seperti Imelda. Ya, tentu saja ada banyak alasan untuk membenarkan perbuatan itu. Kita biasanya mencari pembenaran untuk membenarkan perilaku ini. Contohnya melakukan kegiatan sosial membantu si miskin. Tidak salah kan?
Sebagaimana pembelaan Imelda terhadap tuduhan bahwa dirinya adalah orang yang paling rakus di dunia. “Saya memang rakus, tapi “rakus” dalam memberi. Apa yang saya miliki, adalah apa yang saya berikan pada orang lain”. Kedengaran mulia kan? Lalu dipaparkannya sederet bantuan amal yang sudah dilakukannya untuk negara. Pro dan kontra selalu ada. Lawan politiknya mengeksplorasi semua yang negatif tentang dirinya. Namun tak sedikit juga rakyat Filipina yang memujanya sebagai figur yang memberi citra cantik bagi wajah Filipina di dunia internasional.
Terlepas dari pro dan kontra, perilaku Imelda itu memberi cermin tersendiri. Yaitu timbunan barang-barang mahal, lux, mewah tidak bisa mengubah begitu saja orang miskin menjadi kaya.
Imelda mungkin hidup bergelimang kemewahan sampai akhir hayatnya. Tapi dengan “simbol kebanggaan” melalui timbunan gigantis benda-benda mewah itu, menunjukkan bahwa kemiskinan sesungguhnya berada di dalam “jiwa” Imelda.
Kemiskinan itu tak pernah lenyap.
Trauma kemiskinan masa lalu itu selalu melekat di jiwa. Akibatnya dirasa perlu memiliki dan menimbun segala kemewahan untuk meyakinkan dunia bahwa dirinya tidak lagi semiskin dulu.
Timbunan barang-barang semewah dan semahal apapun, bukan jaminan bisa mengubah “jiwa yang miskin” menjadi kaya seketika.
Bahkan kemewahan yang paling mahal pun tak mampu mengusir kemiskinan yang sudah terlanjur melekat di dalam jiwa. *** (Penulis @ Copyright: Walentina Waluyanti de Jonge)
Dengan Dewi Soekarno, HUT 80 Imelda, Juli 2009
Walentina Waluyanti de Jonge
Penulis buku "Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen""Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen"
{backbutton}