Di Keraton Yogya, Tanda Keretakan Charles-Diana
Penulis@copyright: Walentina Waluyanti - Nederland
Pangeran Charles tampak muram. Wajah Diana (Lady Di) merengut. Padahal keduanya sedang disuguhi pertunjukan sendratari klasik oleh penari-penari terbaik dari keraton. Hanya sesekali senyum basa-basi seolah dipaksakan. Di tengah suguhan pertunjukan itu, suami istri itu tetap saling kikuk. Seakan ingin segera meninggalkan kursinya. Charles dan Diana duduk bersisian dengan Sri Sultan dan Ratu Hemas. Namun pasangan kerajaan Inggris itu, nyaris sepanjang acara terlihat dingin. Keduanya lebih banyak membisu satu sama lain. Formalitas protokoler saja yang mengharuskan keduanya harus datang bersamaan sebagai suami istri, meski mereka lebih banyak saling “bertolak punggung”.
Lukisan Putri Diana ini dilukis oleh penulis artikel ini, Walentina Waluyanti
Begitulah tanda-tanda keretakan tak bisa disembunyikan Pangeran Charles dan Putri Diana saat berkunjung ke keraton Yogya 26 tahun lalu. Keretakan keduanya saat kunjungan ke keraton Yogya, menjadi makanan media ketika itu. Tanda-tanda keretakan pernikahan Pangeran Charles dan Putri Diana saat berkunjung ke keraton Yogyakarta, membuat gerak-gerik keduanya terus diamati media. Keretakan itu tampak jelas pada bahasa tubuh keduanya selama bertamu di keraton Yogyakarta.
Foto: Pangeran Charles dan Putri Diana sedang menyajikan persembahan tarian di keraton Yogyakarta, 1989.
Yang menarik, ketika itu media Barat juga memperbincangkan suguhan bir kepada Pangeran Charles. Mungkin pers Barat tertarik membahas suguhan bir, sebab bagi orang Eropa umumnya, ada jam-jam tertentu untuk menikmati bir. Bir tidak begitu saja diminum dalam segala kesempatan. Bisa jadi yang menyuguhkan bir berusaha menyenangkan tamu, menganggap bahwa semua orang Barat pasti suka bir, sehingga menyuguhkannya juga kepada Pangeran Charles. (Catatan: Oleh karena tidak semua orang Eropa suka bir, di Eropa biasanya tamu ditanya terlebih dahulu apakah tidak keberatan jika disuguhi bir).
Secara keseluruhan, kunjungan Charles-Diana ke keraton Yogya 26 tahun lalu, merupakan rangkaian kegembiraan yang sedang melingkupi keraton. Pada tahun 1989 itu, Herjuno Darpito (Sri Sultan Hamengkubuwono X) akhirnya dinobatkan sebagai Raja Yogyakarta. Ia menggantikan ayahandanya, Hamengkubuwono IX yang telah mangkat setahun sebelumnya, pada 2 Oktober 1988 di Washington DC. Ucapan selamat mengalir ke keraton Yogyakarta. Tak ketinggalan, Pangeran Charles dan Putri Diana langsung datang ke keraton Yogyakarta untuk menyampaikan ucapan selamat.
Charles-Diana yang galau, sangat kontras dengan suasana keraton yang bermandi kegembiraan. Tampaknya Charles masih sulit move-on dari mantan pacarnya. Meski Diana jauh lebih rupawan ketimbang sang mantan, namun Charles seperti tidak begitu ikhlas menikahi Diana. Konon pernikahan itu dijalaninya demi memenuhi keinginan ibunya, Ratu Eizabeth. Sejak tahun 1985 sudah tercium perselingkuhan antara Charles dengan mantan pacarnya, Camilla Parkes Bowles. Bahkan Diana dikabarkan pernah berniat bunuh diri akibat perselingkuhan itu.
Tanda tidak harmonisnya Charles-Diana semakin tak diragukan kebenarannya saat keduanya datang ke keraton Yogyakarta. Media-media ramai memberitakan “bahasa tubuh” Charles dan Diana yang jelas menunjukkan suami-istri yang sedang marahan. Sebelumnya gosip ketidak-harmonisan keduanya masih dianggap rumor tak jelas. Namun setelah penampilan keduanya di keraton Yogyakarta, media mulai mencium keretakan keduanya memang bukan isapan jempol.
Terbukti, setahun sesudah kunjungan ke Yogyakarta 1989 itu, hubungan Charles-Diana bubar. Pasangan yang menikah pada 29 Juli 1981 ini, akhirnya dikabarkan hidup terpisah pada 1990. Hingga kini, Charles masih tetap hidup bersama Camilla si mantan pacar. Meski demikian, pada kunjungan kedua Charles ke Yogyakarta tahun 2008, ia datang sendiri saat sowan ke Sri Sultan. Tanpa didampingi Camilla.
Pada kunjungan kali kedua ke Yogyakarta 4 November 2008, menunjukkan pertemuan yang lebih akrab antara Sri Sultan dan Pangeran dari Inggris itu. Mungkin karena keduanya sudah pernah bertemu sebelumnya, plus tidak pakai bumbu keretakan rumah tangga seperti tahun 1989. Pangeran Charles menunjukkan anstusiasme dengan bertanya makna tari yang disuguhkan. Ia tampak menikmati pertunjukan tari yang dipersembahkan dengan tertawa lepas gembira.
Foto: Kunjungan kedua kali Pangeran Charles ke Yogyakarta, 4 November 2008.
Siapa sangka 7 tahun kemudian, yaitu tahun 2015 sekarang, Sultan menghadapi masalah keretakan di keratonnya, seperti keretakan Charles-Diana saat mengunjungi keratonnya 26 tahun lalu? Meski keretakan antar kerabat di Yogyakarta tidak bisa disamakan dengan keretakan suami istri Charles-Diana, namun yang namanya keretakan sudah pasti memprihatinkan. Bahkan keretakan yang sedang terjadi di keraton Yogya dikhawatirkan bisa membawa perpecahan.
Entah karena terinspirasi oleh monarki Inggris yang dipimpin Ratu, atau dilatar-belakangi kesetaraan gender, Sri Sultan mengajukan wacana ingin menampilkan perempuan sebagai pemimpin keraton Yogya. (klik: “Putri Pembayun dan Khalifatullah Zaman Mataram”). Yang jelas, lantaran Sultan tak punya anak laki-laki, maka menurut tradisi suksesi keraton, tahta itu diteruskan ke adik laki-laki Sri Sultan. "Putra Mahkota" ini biasanya sudah disiapkan sebelum Raja mangkat. Namun yang terjadi tak sesuai harapan. Yang ada adalah Putri Mahkota (putri sulung Sultan) dan bukan Putra Mahkota (adik laki-laki Sultan). Ini membuat adik-adik Sultan merasa hak mereka untuk menduduki tahta, telah diserobot.
Sebagaimana diketahui, tradisi mensyaratkan hanya laki-laki yang boleh menduduki tahta sebagai pemimpin keraton Ngayogyakarta Hadingingrat. Tak pelak, niat Sri Sultan untuk mengangkat putri sulungnya, yaitu GKR Pembayun (GKR Mangkubumi) sebagai penerus tahta, menimbulkan keretakan antar kerabat. Adik-adik Sultan tidak lagi sejalan dan tidak mendukung keputusan Sri Sultan yang menghapus gelar “Khalifatullah” untuk melapangkan jalan GKR Pembayun menuju tahta.
Foto: GKR Pembayun mengatur sembah kepada ayahandanya, Hamengkubuwono X. (Sumber foto: The Jakarta Post)
Adik-adik Sultan dan putri-putri Sultan dikabarkan tidak lagi saling bertegur sapa. Juga antar kerabat yang berselisih itu tak saling berbicara saat ziarah ke makam leluhur di Ginirejo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul (Rabu sore, 6/5-2015). Padahal di makam itu, adik-adik Sultan dan putri-putri Sultan saling bertemu. Namun tak ada tukar kata di antara mereka. Tempo memberitakan, Prabukusumo (adik Sultan) membenarkan berpapasan dengan rombongan Mangkubumi (putri-putri Sultan) di lokasi makam Hamengkubuwono IX. Namun tak ada saling sapa antara adik-adik Sultan dan putri-putri Sultan. “Menyapa? Enggak. Ya, (rombongan Mangkubumi) enggak tahu diri,” tutur Prabukusumo. (Tempo.co, 7/5-2015)
Tentu keretakan di atas tidak diinginkan bagi siapapun yang mencintai keraton Yogyakarta sebagai bagian dari warisan tradisi budaya. Yang jelas, retaknya Charles-Diana tidak mengurangi solidnya monarki Inggris yang tetap kokoh eksis hingga kini. Semoga keretakan antar kerabat segera pulih, tidak sampai membawa keraton Yogyakarta pada perpecahan.*** (Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge, historical book writer)
Artikel terkait: Siapa Bilang Sri Sultan Suami Ratu Hemas Tidak Berpoligami?
Walentina Waluyanti de Jonge
Penulis buku “Sukarno Hatta Bukan proklamator Paksaan”
{backbutton}