Bertemu Boediono di Den Haag

Penulis: Walentina Waluyanti

Sebelum menghadiri pertemuan dengan Wakil Presiden RI, saya memastikan bahwa undangan dan kartu identitas telah berada di dalam tas. Hanya yang membawa undangan dan kartu identitas, yang diperkenankan menghadiri pertemuan ini. Hotel Hilton di Den Haag pada sore itu, 26 Maret 2014, tampak cerah ceria dipadati oleh para undangan yang berpakaian batik. Para undangan memang diminta untuk mengenakan batik. Pada sore itu kami semua menanti kedatangan Boediono, Wakil Presiden RI. Kunjungan Boediono ke Belanda adalah dalam rangka menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Keamanan Nuklir atau Nuclear Security Summit (NSS) III di Den Haag, Belanda.

Sehubungan dengan kunjungan Boediono ke Belanda, KBRI mengundang wakil-wakil masyarakat Indonesia di Belanda untuk bertemu-muka dan berbincang dengan Wakil Presiden di Hotel Hilton, Den Haag. Jumlah undangan dibatasi karena keterbatasan tempat, sehingga yang diundang adalah wakil masyarakat Indonesia yang mewakili berbagai profesi dan golongan. Sebelum memasuki ruangan kami semua melewati pemeriksaan ketat dengan detektor.

Tas saya, seperti juga tas pengunjung lainnya, dibuka dan diperiksa seluruh isinya. Selanjutnya, nama para undangan masih diteliti lagi, dicocokkan dengan yang tertera di dalam daftar undangan. Kehadiran seseorang tak bisa diwakili. Jika ada yang berhalangan hadir, maka kehadirannya itu tak boleh diwakilkan kepada orang lain. Sesudah itu kami menuju lobby, sambil menikmati minuman dan berbagai penganan kecil, seperti lemper, lumpia, pastel, risoles, gorengan udang, dan lainnya.

kbri-001

Penulis di tengah para undangan di Hotel Hilton, Den Haag. (Foto: Walentina Waluyanti)

kbri-003

Foto: Dubes Retno L.P. Marsudi mengajak hadirin berdiri untuk bersama menyanyikan Indonesia Raya, sebelum membuka acara. (Foto: Walentina Waluyanti)

Tepat jam 18.00 Wakil Presiden memasuki ruang pertemuan di Hotel Hilton. Seperti biasa, Boediono selalu tampil dengan raut wajah yang kalem, tenang, dengan senyumnya yang terkesan teduh. Pengaruh kasus Century yang belakangan ini kerap dikait-kaitkan dengan namanya tak tampak memengaruhi penampilannya yang selalu cool itu. Boediono memasuki ruangan didampingi oleh Duta Besar Indonesia untuk Belanda, Retno L.P. Marsudi. Tampak hadir pula Rektor Universitas Indonesia dan Rektor Universitas Gajah Mada. Yaitu Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis M.Met. dan  Prof. Pratikno, M.Soc.Sc.

Ibu Duta Besar mengenakan kebaya modifikasi berwarna hitam dengan kain batik bermotif gelap. Acara dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya bersama dengan seluruh hadirin. Kemudian Duta Besar Retno Marsudi yang tampak sigap dan lincah dalam bertutur, memberi kata sambutan. Ia menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia di Belanda berjumlah kira-kira 16.000 orang, dan repatrian Maluku berjumlah sekitar 45.000 orang. Dari jumlah besar orang Indonesia dan repatrian Maluku tersebut, sejumlah kecil yang hadir di pertemuan ini adalah mereka yang mewakili berbagai kelompok profesi dan golongan.

Sesudah Duta Besar Retno Marsudi memberi kata sambutan, Boediono berpidato. Siang harinya, Boediono sempat menerima medali kehormatan Prince Willem van Oranje dari Universitas Leiden, seusai memberi kuliah umum berjudul Mempertahankan Transformasi Ekonomi dan Politik di Indonesia di universitas tertua di Belanda tersebut. Medali kehormatan diserahkan langsung oleh Rektor Universitas Leiden, Prof. Carel Stolker. Penghargaan tadi diberikan kepada Boediono, karena ia dinilai berjasa dalam membangun demokrasi dan ekonomi di Indonesia.

Boediono menyampaikan ia sangat terkesan ketika berkunjung ke Universitas Leiden dan menyaksikan berbagai dokumentasi. Antara lain ia melihat foto para pelajar Indonesia pertama yang studi di Belanda. Sebelum melanjutkan sambutannya, dengan berseloroh Boediono berkata bahwa ia harus berhati-hati berbicara, karena khawatir terbawa dengan kebiasaan lamanya, yaitu berbicara sebagai dosen yang sedang berbicara di depan mahasiswa. Kemudian Boediono juga menyampaikan tujuan diadakannya KTT Keamanan Nuklir yang dihadirinya dan hasil dari KTT tersebut. Pada dasarnya 58 pemimpin negara dalam konferensi tersebut mencapai kesepakatan agar jangan sampai terjadi material senjata nuklir jatuh ke tangan teroris untuk dipergunakan sebagai persenjataan utama. Juga disepakati tentang pengurangan penggunaan senjata-senjata nuklir yang berbahaya di dunia, agar tidak jatuh ke tangan kaum teroris.

kbri-002

Boediono menyampaikan pidato. Kanan Dubes Indonesia untuk Belanda, Retno L.P. Marsudi. Duduk di kiri belakang antara lain Rektor UI, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis M.Met. dan Rektor UGM, Prof. Pratikno M.Soc.Sc. (Foto: Walentina Waluyanti)

Selanjutnya Boediono juga berpesan di dalam pidatonya, bahwa kita semua hendaknya sebisa mungkin mendalami berbagai disipin ilmu, tidak hanya terfokus pada satu bidang saja. Ia mengenang pesan yang pernah didengarnya langsung dari Bung Hatta, yaitu kita sebaiknya memodali diri dengan berbagai ilmu, tidak membatasi diri semata pada disiplin ilmu yang kita tekuni saja. Boediono mengatakan penyesalannya bahwa ia sekian lama terlalu terfokus pada satu disiplin ilmu, yaitu Ekonomi. Mendalami berbagai disiplin ilmu, menurut Boediono, tidak harus selalu melalui jalur formal, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Saran Boediono ini mengingatkan saya pada satu hal,  yaitu jika kebijakan ekonomi diharmonisasikan dengan latar belakang disiplin Ilmu Hukum yang mendalam, maka tak perlu lahir kebijakan ekonomi yang menimbulkan kasus hukum. 

Sesi tanya jawab dibuka untuk hadirin. Seorang anggota PPI bertanya tentang masalah yang berkaitan dengan kasus Century, seperti yang pernah ditanyakan kepada Boediono di dalam program TV Mata Najwa. Boediono tetap konsisten dengan jawaban seperti yang selama ini banyak dilansir media, yaitu kasus Century tak bisa dilepaskan dari situasi krisis yang sedang melanda pada saat itu. Tindakan "menyuntik" Bank Century, dipandang sebagai langkah untuk mengantisipasi krisis tersebut. Boediono meminta agar masalah ini dilihat dengan jernih. Sebagai catatan, alasan yang dipaparkan Boediono itu banyak dikritik oleh berbagai pendapat kontra dengan argumen masing-masing pihak. Namun terhadap argumen yang kontra, Boediono menggunakan analogi berikut. Yaitu jika melihat rumah kebakaran, tindakan pertama yang dilakukan adalah memadamkan api. Anda tidak bertanya apakah rumah tersebut dibeli dengan uang haram atau halal. Begitu pula dalam kebijakan kasus Century, jika dalam perkembangannya ada yang menyalahgunakan, maka penyalahgunaan itulah yang harus ditindaki.

Masih ada beberapa pertanyaan dan dialog lain. Seorang wakil masyarakat Maluku sempat menyinggung tentang usaha separatisme Maluku seperti RMS, tidaklah mewakili semua golongan Maluku. Tidak semua orang Maluku ingin lepas dari Indonesia. Banyak juga orang Maluku yang tetap setia pada NKRI. Boediono berkomentar, ia turut senang mendengar hal ini. Salah seorang diaspora juga sempat menyampaikan unek-unek. Harapan kaum diaspora, semoga di masa depan Pemerintah RI bisa mengubah peraturan perundang-undangan yang membolehkan azas dwi-kewarganegaraan. Juga disampaikannya tentang pasal 33 UUD 1945 yang kalimatnya, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.” Menurutnya kata “azas kekeluargaan” ini mungkin cocok pada zamannya, namun sudah tak aktual lagi pada zaman sekarang. Boediono menjawab bahwa pasal UUD 1945 UUD sulit untuk dirombak, karena sifatnya yang “sakral”. Masalahnya adalah bagaimana kita mengartikan pasal-pasal tersebut.

kbri-004a

Penulis duduk di latar depan, berkebaya hitam. Foto bersama Wakil Presiden Boediono dan Duta Besar Retno Marsudi. (Foto: KBRI Den Haag)

Acara ditutup dengan foto bersama. Saya berjabatan tangan dengan Wakil Presiden Boediono seusai sesi foto bersama. Sambil menjabat tangan, dengan ramah Boediono yang tampak low profile berucap, “Terima kasih ya, Bu.” Pertemuan dengan tokoh-tokoh Indonesia di Belanda, bisa menjadi ajang saling bertukar informasi, saling memberi input, saran, masukan berharga sehingga semakin membuka cakrawala.

Walentina Waluyanti

Nederland, 26 Maret 2014

{backbutton}

Add comment