Berkunjung ke Rumah Kelahiran Bung Hatta
Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge - Nederland
Saya sempat berkunjung ke rumah kelahiran Bung Hatta di Bukittinggi. Kunjungan saya itu dalam rangka menghadiri Hari Lahir Bung Hatta yang ke-113 tahun. Dalam perayaan tersebut, saya bersama putri Bung Hatta, Dra. Halida Hatta, M.A., Dr. Welmin Sunyi Ariningsih dan Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan, sempat menjadi pembicara membahas buku karya saya berjudul “Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan”. Apa saja benda peninggalan Bung Hatta di rumah kelahirannya? Yuk, kita menjenguk rumah Bung Hatta!
Foto: Penulis Walentina Waluyanti di sebelah putri Bung Hatta (ke-2 dari kiri), Dra. Halida Hatta M.A. Paling kiri adalah pakar sejarah Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan, dan paling kanan adalah Deputy I Perpustakaan Nasipnal RI, Dra. Hj. Welmin Sunyi Ariningsih, M.Lib.
Jejak kehidupan Bung Hatta pada masa lalu bisa tergambarkan dengan melihat rumah kelahirannya. Aslinya, rumah bertingkat dua ini terbuat dari papan beratap seng. Sekarang pun rumah ini tidak sepenuhnya berdinding tembok. Rumah kelahiran Bung Hatta terletak di jalan Soekarno-Hatta No.37, Campago Ipuh, Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia.
Foto: Rumah Kelahiran Bung Hatta di Bukittinggi
Putri-putri Bung Hatta kalau berkunjung ke kampung halaman ayahandanya di Bukitinggi, lebih sering menginap di hotel. Pasalnya, rumah kelahiran Bung Hatta di Bukittinggi, kini telah menjadi museum. Menarik melihat beberapa benda peninggalan keluarga Bung Hatta yang masih terawat baik.
Bung Hatta yang dikenal sebagai kolektor lebih dari 10.000 buku, sejak kecil sudah dikenal sebagai kutu buku. Di rumah kelahirannya pun, pengunjung bisa menyaksikan kamar tidur Bung Hatta yang dilengkapi dengan meja tulis dan lemari yang berisi buku-buku bacaannya.
Foto: Kamar tidur Bung Hatta
Bung Hatta berangkat ke Belanda saat usianya masih 19 tahun. Sebelum berangkat ke Belanda, Bung Hatta menamatkan pendidikan setingkat SLTA di Jakarta, setelah sebelumnya lulus pendidikan setingkat SLTP di Padang. Sejak kecil, keluarga mengenal Bung Hatta sebagai sosok yang teliti dan disiplin, sifat yang menurun dari ayahnya. Oleh karena sifat-sifatnya itu, ia disarankan oleh keluarga untuk belajar Ilmu Ekonomi di Belanda, agar nantinya dapat meneruskan usaha keluarga. Sebetulnya tadinya ia akan dikirim belajar ke Kairo, tetapi saat itu ia masih terlampau muda. Suratan takdir berkata lain. Setelah di Belanda, panggilan untuk membela negara lebih kuat menarik Bung Hatta, hingga akhirnya ia terjun ke dunia politik. Ini membuat studinya baru terselesaikan setelah kurang lebih 11 tahun berada di Belanda.
Peran Bung Hatta bersama Bung Karno tidak saja sebagai Proklamator kemerderkaan negara Republik Indonesia. Tetapi juga sebagai Bapak Pendiri Bangsa, Guru Bangsa yang merintis jalan ke arah kemerdekaan. Bung Hatta bersama Bung Karno, adalah sosok yang sangat dibanggakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana tidak? Pada usia yang masih belia, masih belum genap 25 tahun, sejak tahun 1920-an, keduanya sudah berkolaborasi, berjuang dan berpikir keras bagaimana mewujudkan negara Indonesia merdeka. (Baca: Sukarno dan Hatta Saling Kenal Secara Rahasia Sejak Usia 20-an).
Sejak kecil, Bung Hatta bertumbuh di dalam keluarga yang berada dan serba berkecukupan. Bukan hanya cukup secara materi, Mohammad Hatta pun sejak kecil dididik sehingga juga “kaya” rohaniah. Maklum, ayahanda Bung Hatta adalah keturunan ulama dan ibundanya keturunan saudagar kaya. Setelah menamatkan kuliah Ilmu Ekonomi di Belanda, Bung Hatta pulang ke Indonesia. Kemudian bersama Bung Karno ia berusaha mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Akibatnya setelah sekitar satu setengah tahun tiba di Tanah Air, ia dibuang Belanda ke Digul bersama Sutan Syahrir. Sedangkan Bung Karno dibuang ke Ende.
Foto: Bung Hatta bersama ibundanya, istrinya Rahmi dan putrinya Meutia
Rumah kelahiran Bung Hatta di Bukitinggi merupakan salah satu warisan sejarah penting. Karena rumah ini menjadi saksi bisu yang menyisakan jejak-jejak perjalanan Mohammad Hatta hingga akhirnya menjadi salah seorang Founding Fathers of Indonesia bersama Soekarno. Rumah ini setiap harinya banyak dikunjungi pelajar yang ingin mengetahui jejak masa lalu Proklamator.
Meskipun berasal dari keluarga kaya raya, tidak lantas membuat Bung Hatta lupa diri dan menutup mata terhadap penderitaan rakyat. Ilmu yang diperolehnya dipergunakannya untuk kemaslahatan rakyat. Salah satu tanda makmurnya orangtua Bung Hatta terlihat dari bangunan lumbung padi. Ketika itu orangtua Bung Hatta memiliki lahan pertanian sendiri. Dan hasil panen beras disimpan di lumbung tersebut (foto di bawah).
Foto: Lumbung padi di belakang rumah kelahiran Bung Hatta
Nenek Bung Hatta juga memiliki beberapa ekor kuda. Kuda-kuda ini digunakan sebagai sarana transportasi selain sebagai penarik kereta. Pada masa itu hanya penduiduk pribumi yang kaya raya saja yang memiliki kereta kuda mewah. Salah satu kereta kuda yang tergolong mewah pada masa itu sampai kini masih bisa dilihat di rumah Bung Hatta. Tampak beberapa kandang kuda dan parkir kereta kuda yang letaknya di sisi kiri hingga ke belakang rumah.
Bung Hatta dididik oleh neneknya yang sangat keras dan disiplin. Ini turut membentuk watak Bung Hatta kelak. Di buku karya saya “Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan”, diceritakan bagaimana nenek Bung Hatta suatu ketika mendatangi Belanda dengan sangat marah dengan membawa pistol di pinggang. Kemarahannya itu dikarenakan kuda-kudanya ditembak oleh Belanda secara semena-mena.
Foto: Kereta kuda tempo dulu milik keluarga Bung Hatta.
Foto: Kandang kuda di rumah kelahiran Bung Hatta.
Rumah kelahiran Bung Hatta sebetulnya kurang lebih 11 tahunan saja sempat dihuni oleh Bung Hatta. Karena setelah usia 11 tahun Bung Hatta kemudian melanjutkan sekolahnya ke Padang. Ketika itu masih banyak anak yang harus menempuh berpuluh-puluh kilometer menyeberangi sungai dan lembah untuk berangkat ke sekolah. Namun Bung Hatta sejak kecil telah memiliki sepeda yang dipakainya setiap berangkat ke sekolah.
Pengunjung bisa melihat sepeda yang dahulu biasa digunakan saat ia masih bersekolah. Beberapa benda tampak khas benda “masa lalu”. Misalnya mesin jahir di kamar ibunda Bung Hatta. Peralatan dapur di kamar makan dan dapur. Rumah keluarga tampak apik dengan mebel kayu antik yang tertata rapi. Di belakang rumah ada sumur. Juga ada kamar mandi yang terpisah dari rumah utama.
Foto: Sepeda Bung Hatta (Photo: Walentina Waluyanti)
Foto: Kamar ibunda Bung Hatta. (Photo: Walentina Waluyanti)
Rumah Bung Hatta ini pada masanya termasuk rumah yang besar dan luas. Di rumah tersebut Bung Hatta tinggal bersama ibu, nenek, pamannya dan istrinya, juga pamannya yang masih bujangan, dan kakak dan adik-adiknya, ditambah beberap anggota keluarga lainnya yang membantu pekerjaan rumah sehari-hari. Adapun ayah (tiri) Bung Hatta, yaitu Haji Ning yang berasal dari Palembang, tinggal di rumah tersebut hanya pada akhir pekan saja, karena mengurus usahanya yang berada di Padang.
Rumah kelahiran Bung Hatta ini sangat penting untuk dikunjungi, karena di dalamnya tidak saja menunjukkan jejak kehidupan Bung Hatta pada masa lalu. Tetapi juga merupakan cerminan bagaimana keluarga Minangkabau hidup pada masa itu. Saya sempat berbincang dengan beberapa orang Minangkabau, dan anehnya ada saja di antaranya yang meragukan bahwa Bung Hatta orang asli Minang, dengan alasan ayahandanya bukan orang Minang. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan sejarah terhadap asal-usul seorang tokoh sepenting Bung Hatta sangat perlu diperjelas. Padahal Bung Hatta sendiri pernah bercerita bahwa ayahandanya bernama Haji Muhammad Djamil adalah keturunan Syekh di Batuhampar, dekat Payakumbuh. Tetapi karena ayah Bung Hatta meninggal saat masih bayi berusia 8 bulan, sehingga ia bertumbuh bersama seorang ayah tiri yang berasal dari Palembang, sebagaimana dijelaskan di atas.
Di rumah kelahiran Bung Hatta ini juga pengunjung dapat menyaksikan silsilah keturunan Bung Hatta. Beruntung Pemda Bukitinggi memberi perhatian pada pemeliharaan rumah ini sehingga masyarakat luas bisa melihat jejak kehidupan tokoh kebanggaan nasional, Mohammad Hatta. *** (Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge)
Foto: Ruang tengah di rumah kelahiran Bung Hatta.
Foto: Penulis Walentina Waluyanti dan suami di depan kamar ibunda Bung Hatta.
Artikel terkait, silakan klik:
Fakta-fakta Unik di Balik Proklamasi Kemerdekaan
Putri Bung Hatta Membedah Buku Walentina Waluyanti
Sukarno dan Hatta Awalnya Saling Secara Rahasia Sejak Usia 20-an
Walentina Waluyanti de Jonge
Penulis buku “Sukarno-Hatta: Bukan Proklamator Paksaan”
{backbutton}