Bencana Bersama Ridwan Saidi
Copyright @ Penulis: Walentina Waluyanti – Nederland
Byaaaar!!! Duarrrr!!! Tsunami di Mentawai dan meletusnya Merapi berlangsung pada waktu yang nyaris bersamaan, 26 Oktober 2010. Terkena bencana jelas menyedihkan. Yang lebih menyedihkan lagi, sudah terkena bencana, masih juga disalahkan. Sudah terseok, tertimpa tangga, jatuh, dan sekali lagi...masih tertimpa tangga. Bencana ini semakin kisruh, ketika bencana belum selesai dibereskan, masih ada juga bencana di tengah bencana.
Bencana di tengah bencana itu, ketika rakyat dibuat bingung dengan tuduhan bahwa semua bencana ini disebabkan ada “orang pembawa bencana!”. Seberapa besarkah otoritas yang dimiliki manusia, sehingga kok tahu dan bisa menentukan manusia lainnya sebagai “pembawa sial dan pembawa bencana?”.
Foto : Euronews.net
Mengkritik pemimpin, sah-sah saja. Mengalamatkan kritik ketidakberesan tatanan kepada pemimpin (termasuk SBY), adalah hak warga, atau malah kewajiban warga. Tergantung urgensinya. Tapi lain ceritanya dengan memvonis seseorang sebagai “pembawa sial”. Rasanya, manusia tidak punya kapasitas menentukan sesuatu, yang seharusnya menjadi domein "Sang Maha Penentu Takdir". Karenanya tak satu pun manusia yang berhak menyebut manusia lainnya (siapapun itu dari rakyat jelata sampai presiden), sebagai “pembawa sial”.
Ridwan Saidi, mantan anggota DPR (1977-1987) menghitung, ada 300 bencana sejak SBY jadi presiden. Disimpulkannya, bencana yang terjadi di Indonesia, tak lepas dari kepemimpinan SBY. Saya tak hendak berkata bahwa Ridwan Saidi bilang, SBY adalah pembawa bencana. Namun ada makna tersirat dari ucapan Ridwan Saidi, “Menurut ramalan metafisik, SBY itu selalu dikuntit sama bencana”.
Ridwan Saidi bahkan membahas kaitan antara rentetan bencana di Indonesia dengan kepemimpinan SBY, dalam bukunya “Bencana bersama SBY”.

Menurut Ridwan, bisa jadi rangkaian bencana diselimuti faktor lain yang tidak bisa dijelaskan secara kalkulatif matematis. Kata Ridwan, dalam istilah barat hal ini disebut jinx, yaitu istilah yang menganggap orang atau sesuatu yang membawa alamat buruk atau sial (Kompas, 31 Oktober 2010).
Tapi yang tidak dibahas Ridwan Saidi adalah makna lain dari jinx. Arti jinx tidak saja pengertian yang disebutkannya di atas. Jinx termasuk juga “berkata takabur” yang dianggap mendahului takdir atau kehendak Tuhan, yang dipercaya banyak orang, efeknya bisa kualat.
Pertanyaannya, apakah menuduh seseorang sebagai pembawa bencana atau pembawa sial, juga termasuk kategori takabur?
Sial dan tidak sial itu berkaitan dengan nasib. Bukankah semua orang bisa saja jungkir balik mendisain nasibnya, namun keputusan akhirnya, yang tahu cuma Sang Maha Penentu Nasib? Kita bersangka baik saja, Ridwan Saidi tidak bermaksud melaknat. Di luar pernyataan Ridwan Saidi, saya pikir tak ada satu manusia pun yang berhak “melaknat” manusia lainnya sebagai pembawa bencana.
Pernyataan bernada takabur, tidak sembarangan bisa dikatakan begitu saja. Bisa jadi, itu malah jadi bumerang bagi pengucapnya. Jangankan menuduh orang sebagai pembawa sial. Bahkan memaki dengan kata “SI*L*N”, dianggap tabu oleh orang-orang tua jaman dulu. Menurut kepercayaan, ucapan itu akan membuat hidup si pengucapnya akan betul-betul SI*L.
Di dalam masyarakat barat yang dikenal rasional pun, ada kepercayaan bahwa pernyataan takabur itu sendiri pun sudah termasuk jinx, yang dipercaya bisa mendatangkan “bad luck”. Seorang politisi kontroversial Belanda, Pim Fortuyn sedang diwawancara di stasiun radio di Hilversum.

Foto: Pim Fortuyn tewas tertembak
Dia ditanya apakah dia tidak takut dibunuh karena pernyataannya yang sering kontroversial. Orang beriman biasanya khidmat menjawab, “Saya serahkan hidup mati pada Allah”. Namun Fortuyn (54) menjawab, “Oh, saya akan hidup sampai umur 80 tahun”. Setengah jam setelah pernyataannya itu, ia berjalan ke pelataran parkir. Lalu “DOR!”...Fortuyn terkapar tewas (6/5-2002). Seseorang menembak dirinya.
Pernyataan yang menuduh seseorang sebagai pembawa sial, maka tuduhan itu sendiri sudah termasuk jinx. Istilah jinx, tidak saja istilah yang merujuk pada “orang pembawa bencana”. Tapi istilah jinx juga merujuk pada “orang yang berkata takabur”, yang di dunia barat pun, ini dipercaya bisa mendatangkan ketidakberuntungan.
Di luar bahasan ilmiah, dunia barat percaya adanya “faktor X” dari musibah Titanic, yaitu akibat efek kualat dari jinx. Kapal Titanic adalah kapal termodern dan terbesar pertama di dunia, memulai pelayaran perdananya tanggal 10 April 1912. Pelayaran pertama selayaknya dimulai dengan ucapan mohon keselamatan kepadaNYA. Tapi sayangnya bukan itu yang diucapkan Philip Franklin, wakil direktur perusahaan pelayaran Star Line. Kepada wartawan ia malahsesumbar di pelayaran pertama itu,“Kapal ini tidak akan bisa tenggelam!”. Pada saat Franklin selesai mengatakan itu, di saat yang sama, Titanic berpulang untuk selama-lamanya ke dasar laut!

Tudingan “pembawa bencana” dan “pembawa maut” juga pernah dilontarkan oleh Christina Onassis kepada Jacqueline Kennedy. Christina membenci pernikahan Jacqueline, janda almarhum presiden John Kennedy itu dengan ayahnya, raja kapal Aristotle Onassis.
Pernyataan Christina, “Jacqueline adalah pembawa maut”, seakan adalah “doa” yang dimintanya sendiri. Sesudahnya, dalam waktu berturut-turut, abangnya meninggal akibat kecelakaan, ibunya bunuh diri, ayahnya meninggal dunia. Christina sendiri akhirnya meninggal dalam usia muda, masih 37 tahun.
Christina Onassis mengutuk, atau tidak mengutuk pun, memang manusia pada akhirnya akan menghadap padaNYA. Itu betul. Tapi kalaupun itu terjadi, biarlah itu terjadi karena rahmatNYA. Bukan karena “melangkahi” kuasa-NYA.
Jika Ridwan Saidi mengkritik kebijakan SBY dalam hal penanganan bencana, mulai dari soal antisipasi sampai pada lambannya kerja aparat, sekaligus memberi masukan, maka Ridwan Saidi sudah turut membawa energi positif. Dengan demikian, bukan tidak mungkin bencana akan tergantikan oleh berkah dan rahmatNYA. Sehingga di kali lain, kita bisa menunggu buku selanjutnya dari Ridwan Saidi, mungkin judulnya “Berkah Bersama SBY”.

Karena itu, lebih baik saya mengganti judul tulisan ini menjadi, “Berkat Bersama Ridwan Saidi”, agar hidup kita semua kecipratan berkat dan dijauhi dari bencana. Amin.
Blas! Blas! Bablas angine, bablas angin bencana dari bumi Indonesia! Jadi di masa depan, Marzuki Alie Ketua DPR RI mungkin akan bisa berkantor di Mentawai.
Walentina Waluyanti
Nederland, 1 November 2010
{backbutton}