Belanda 5000 Tahun Lalu? Jejaknya di Sini
Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge – Nederland
Belanda diperkirakan mulai didiami sekitar 5000 tahun lalu. Sebelumnya Belanda sama sekali tidak mungkin didiami karena seluruh permukaannya masih dilapisi es. Kemudian setelah zaman es berakhir, lapisan es yang menutupi Nederland mencair, setelah proses ribuan tahun, aliran dari es yang mencair itu membawa bebatuan dan membentuk timbunan batu raksasa yang terendam di dalam tanah.
Di depan saya terhampar timbunan batu-batu, di antaranya ada yang berukuran raksasa. Tampak seperti “taman batu”. Diperkirakan timbunan bebatuan raksasa itu mengalir dari Skandinavia ketika berakhirnya zaman es pada sekitar 150.000 tahun lalu. Di Belanda di Propinsi Drenthe, memang terkenal sebagai tempat di mana orang masih bisa melihat timbunan batu raksasa (dolmen) sebagai sisa-sisa kebudayaan purba.
Foto: Hamparan bebatuan, jejak zaman pra sejarah di Belanda
Yang mengherankan, meskipun bebatuan raksasa (ada yang beratnya sampai 20.000 kilo) itu tadinya tertimbun di tanah, tetapi manusia purba yang belum mengenal teknologi, mampu mengangkat batu itu ke permukaan tanah, dan menjadikannya sebagai tempat pemujaan arwah. Rupanya kepercayaan primitif ini bukan hanya ada di Asia, di Eropa pun telah ada sejak ribuan tahun lalu.
Bagaimana batu-batu raksasa itu disusun pada zaman pra sejarah di Belanda? Jejaknya bisa disaksikan di Museum Hunebed Centrum yang terletak di Propinsi Drenthe di Belanda. Batu-batu raksasa ini dilestarikan di museum. Pengunjung bisa menyaksikan jejak orang Belanda pada ribuan tahun lalu, bagaimana mereka hidup.
Foto: Di depan museum “Hunebed Centrum” di Drenthe yang memamerkan kultur zaman prasejarah.
Museum ini memamerkan beberapa benda, dan rekonstruksi zaman pra sejarah, termasuk dan bagaimana manusia ribuan tahun lalu mempergunakan batu-batu raksana tadi sebagai salah satu sarana pemujaan terhadap roh-roh. Ada penjelasan melalui teks, foto, film, dan semacam diorama. Juga ada bioskop yang menyajikan film tentang proses munculnya batu-batu raksasa itu, dimulai ketika seluruh Eropa masih tertututup es, hingga berakhirnya zaman es. Ketika es yang menutupi Eropa meleleh, batu-batu itu kemudian “terbawa” dari Skandibavia ke beberapa daerah di Belanda, di antaranya ke Drenthe dan Groningen.
Foto: Rekonstruksi manusia yang hidup di Belanda pada zaman pra-sejarah, dipamerkan di Museum Hunebed.
Tidak ditemukan jejak peninggalan hidup manusia yang hidup pertama di Belanda. Sulit untuk memperkirakan bagaimana kultur orang Belanda 5000 tahun lalu, kecuali di Propinsi Drenthe yang masih menyisakan jejak purbakala. Di Propinsi ini masih tersisa sekitar 50 “hunebedden”. “Hunebedden” adalah istilah orang Belanda yang artinya dolmen. Dolmen adalah susunan batu berukuran sangat besar, sengaja disusun sebagai kuburan ataupun meja sesajian untuk memuja roh nenek moyang atau arwah orang yang telah meninggal.
Diperkirakan jumlah “hunebedden” atau dolmen di Belanda sebetulnya masih lebih banyak dari yang tersisa, tetapi seiring dengan pergantian zaman, sudah banyak yang punah, karena digunakan sebagai material bangunan.
Foto: Susunan batu besar yang digunakan masyarakat primitif sebagai sarana pemujuaan terhadap arwah nenek moyang.
Para ahli memperkirakan susunan bebatuan raksasa di Propinsi Drenthe disusun oleh penduduk pertama di daerah itu. Batu-batu itu disusun menjadi semacam kuburan yang menutupi lubang berisi jenazah dan berbagai peralatan dari orang yang telah meninggal tersebut. Misalnya senjata, pot ataupun kendi dan perkakas lainnya. Mereka percaya bahwa di surga, orang yang telah meninggal masih dapat mempergunakan perkakas tersebut. Sejak zaman purbakala, manusia sudah percaya bahwa ada kehidupan lain sesudah kematian.
Dolmen yang terdiri dari bebatuan raksasa itu disusun, selain sebagai kuburan juga sebagai tempat pemujaan. Yang menjadi pertanyaan para ahli, bagaimana ribuan tahun lalu, orang mampu mampu mengangkut batu raksasa yang tadinya terendam dalam di dalam tanah, sehingga menjadi terangkat ke permukaan tanah. Padahal berat batu itu bisa berton-ton dengan tinggi bisa sampai 2 meter. Pada masa itu tentu saja belum ada teknologi canggih untuk mengangkat beban berat. Para ahli memperkirakan, manusia pada masa itu menggali tanah di bawah batu itu, sehingga tercipta semacam “jalur” untuk menggulingkan batu itu ke tempat yang dikehendaki.
Foto: Susunan batu zaman pra-sejarah.
Tradisi membuat susunan bebatuan besar pada masa lalu seperti yang terlihat di Propinsi Drenthe Belanda, diyakini para ahli sebagai tanda dimulainya kultur bertani di Belanda, ketika budaya berburu mulai ditinggalkan, dan tidak lagi hidup berpindah-pindah tempat. Di sekitar tempat itu ditemukan juga kuburan untuk menaruh jenazah di bawah batu. Ini mengingatkan pada kebudayaan megalitikum yang pernah hidup di beberapa daerah di Indonesia, yang melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang.
Para ahli menduga daerah pertanian pertama yang ada di Belanda, dimulai dari daerah sekitar Propinsi Drenthe. Petani pertama di Belanda Utara diduga muncul dari daerah tadi. Dengan dikenalnya kultur bertani, masyarakat primitif mulai mengadakan penemuan-penemuan meskipun masih sederhana. Misalnya menggunakan tanah liat untuk membuat wadah dari pot, juga menggunakan kayu dan batu sebagai perkakas sederhana.
Foto: Wadah tanah liat peninggalan abad lalu yang digunakan petani Belanda.
Foto: Jan de Jonge di depan rekonstruksi bangunan zaman pra-sejarah di Belanda. (Foto: Walentina)
Di depan museum, pengunjung bisa menyaksikan rumah masyarakat primitif di Belanda pada ribuan tahun lalu. Di belakang bangunan museum, ada taman-taman dengan pepohonan, dengan hamparan bebatuan besar. Beberapa pelukis tampak menjadikan bebatuan tersebut sebagai objek lukis.
Setelah lelah berkeliling melihat-lihat, saya sempatkan ke cafe museum, menikmati minuman dan roti panggang ala Belanda. Di dekat cafe, ada toko yang menjual pernak-pernik zaman pra sejarah di Belanda. Mulai dari buku, berbagai souvenir, kartu ucapan, pernak-pernik seperti boneka hewan masa pra sejarah seperti mamut, tiruan peralatan kuno dan lainnya.
Foto: Roti bakar ala Belanda dijual di cafe museum.
Foto: Pernak-pernik di toko museum.
Ketika meninggalkan museum, saya melewati beberapa jalan di Propinsi Drenthe… saya menyadari sesuatu. Ya, saya baru mengerti mengapa jalan-jalan di Drenthe ini banyak ditemui batu-batu besar yang teronggok begitu saja di beberapa sudut jalan. *** (Penulis dan foto: Copyright @ Walentina Waluyanti de Jonge)
Baca juga:
Kisah 2000 Tahun Lalu, Ketika Belanda Masih Dijajah dan Masih Buta Aksara
Bangsa Kelt, Nenek Moyang Orang Eropa
Walentina Waluyanti de Jonge
Penulis buku “Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen”
{backbutton}