Beginilah Putri Bung Hatta Membedah Buku Walentina Waluyanti: Seperti Drone

Catatan: Kegiatan ini diunggah di youtube, klik => watch

Putri bungsu Bung Hatta, Halida Hatta, hadir sebagai panelis dalam acara bedah buku karya Walentina Waluyanti de Jonge, 12 Agustus 2015 di kota kelahiran Bung Hatta di Bukittinggi. Penyelenggara acara bedah buku ini adalah Perpustakaan Proklamator Bung Hatta. Adapun penulis Walentina Waluyanti de Jonge diundang sebagai salah satu narasumber dalam acara bedah buku ini.

walentina02

Para pembicara menerima tanda mata dari Kepala Perpustakaan Bung Hatta. Dari kiri: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan (Guru Besar Sejarah dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas); Dra. Halida Hatta M.A (Putri Bung Hatta).; Kepala Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Drs. Yahyono SIP, M.Si; Walentina Waluyanti de Jonge (penulis buku); Deputi I Perpusakaan Nasional RI Dra. Hj. Welmin Sunyi Ariningsih M. Lib.; moderator diskusi Drs. Melvi Abra, M.Si. 

buku sukarno hatta galangpress

Buku "Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan" karya Walentina Waluyanti de Jonge (Foto: Galangpress)

Di depan sekitar 200 peserta diskusi, Halida Hatta mengatakan bahwa buku "Sukarno-Hatta: Bukan Proklamator Paksaan", ibarat kado buat ayahandanya pada HUT Indonesia yang ke-70. Ia menyatakan merasa lega, bahwa akhirnya ada yang bisa mengungkap apa yang selama ini ia dengar dari ayahnya. Kata Halida, ia sempat mendengar kegundahan ayahnya tentang terjadinya pembelokan sejarah sekitar Proklamasi. Namun dengan adanya buku yang ditulis Walentina Waluyanti, ia menemukan adanya kecocokan dengan apa yang dikatakan ayahandanya.

DSC 0270 1

Foto: Putri Bung Hatta, Halida Hatta & Walentina Waluyanti de Jonge (Photo by Jan de Jonge)

Menurut Halida Hatta, ia heran bahwa Walentina Waluyanti yang lahir pada tahun 1965, seakan bisa menangkap roh perjuangan ayahnya dan roh perjuangan Sukarno. Lalu tanya Halida Hatta pada Walentina Waluyanti yang duduk di sisinya, "Apakah Walentina pernah bertemu dan jabatan tangan dengan Sukarno dan Hatta?" Semua peserta "Gerrr....."  tertawa mendengar pertanyaan Halida Hatta. Lanjut Halida, "Saya heran, Walentina tidak pernah bertemu dengan Sukarno dan Hatta, tetapi ia seakan sudah mengenal baik sosok Bung Karno dan Bung Hatta."

Halida Hatta mengibaratkan buku "Sukarno-Hatta: Bukan Proklamator Paksaan" seperti drone yang memperlihatkan semua rangkaian peristiwa yang menyertai perjuangan ayahnya bersama Sukarno, mulai dari awal hingga akhir. Semuanya dipaparkan dengan gaya bahasa yang mudah dicerna. Putri bungsu Bung Hatta yang mirip ibunya ini mengatakan ia selalu berdoa agar perjuangan ayahnya bisa dipahami sebagaimana adanya. Dan dengan adanya buku "Sukarno-Hatta: Bukan Proklamator Paksaan" ini, doanya itu terkabulkan. Karenanya ia menganggap buku karya Walentina Waluyanti de Jonge ini adalah kado ulang tahun bagi ayahnya.

Sejarawan Prof. Dr. Mestika Zed, M.A. dan Kepala Perpustakaan Bung Karno, Drs. Suyatno M.Si. yang sehari sebelumnya memberi presentasi tentang Sukarno, juga turut hadir sebagai peserta diskusi dalam acara bedah buku ini.

Acara bedah buku karya Walentina Waluyanti de Jonge, berjudul “Sukarno-Hatta: Bukan Proklamator Paksaan”, diadakan pada 12 Agustus 2015 di auditorium Perpustakaan Proklamator Bung Hatta di Bukittinggi. Perpustakaan Proklamator Bung Hatta yang menyelenggarakan acara bedah buku ini, merupakan Unit Pelaksana Teknis Perpustakaan Nasional RI. Perpustakaan Proklamator Bung Hatta diresmikan tanggal 21 September 2006 di Bukittinggi Sumatera Barat oleh (mantan) Presiden RI, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono.

Foto: Halida Hatta dan Walentina Waluyanti de Jonge sebagai pembicara dalam Peringatan Hari Lahir Bung Hatta ke-113  (Sumber: Kabarrancak)

Tema kegiatan halida walentinamemperingati Bung Hatta Hatta tahun 2015 adalah: “Bedah Buku (Sukarno-Hatta: Bukan Proklamator Paksaan, Karangan Walentina Waluyanti de Jonge) sebagai Referensi Masa Depan Bangsa dalam Melestarikan Nasionalisme Indonesia”. Kegiatan ini diselenggarakan untuk memperingati Hari Lahir ke-113 Bung Hatta, juga sekaligus memeriahkan HUT ke-70 Kemerdekaan RI.

Selain Halida Hatta, pembicara/narasumber lainnya adalah Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan (Guru Besar Sejarah, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Padang); Dra. Hj. Welmin Sunyi Ariningsih, M.Lib (Deputi I Perpustakaan Nasional RI), Walentina Waluyanti de Jonge (Penulis Buku).

Acara ini dihadiri para tokoh masyarakat, pengurus Yayasan Bung Hatta, kalangan cendekiawan, mahasiswa, pelajar, karyawan, dan umum. Panitia mengatakan acara ini diadakan dengan harapan, unsur-unsur kebaikan dalam pribadi Bung Hatta dapat dijadikan teladan bagi bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, yang mengemban tugas melanjutkan cita-cita Bung Hatta. Demikian pernyataan panitia pelaksana kegiatan ini, yaitu Purwanto, S.IPI (Ketua),  Imas Halimatun Sadiah, A.Md (Sekretaris dan Bendahara).

walentina03

Para pembicara dalam acara bedah buku "Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan: Dari kiri: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan; Dra. Halida Hatta M.A.; Walentina Waluyanti de Jonge (penulis buku); Deputi I Perpusakaan Nasional RI Dra. Hj. Welmin Sunyi Ariningsih M. Lib.; moderator diskusi Drs. Melvin Abra, M.Si.

Dalam program acaranya, panitia acara bedah buku ini mencantumkan, “Buku yang berjudul ‘Sukarno Hatta Bukan Proklamator Paksaan’ karangan Walentina Waluyanti de Jonge ini menceritakan latar belakang dan perjalanan perjuangan Dwitunggal. Termasuk detik-detik bersejarah Proklamasi 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur. Juga ada paparan peristiwa seputar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang selama ini tak banyak terekspos." 

(Sekilas gambaran isi buku, klik: Membongkar Mitos "Proklamator Paksaan")

walentina06

Foto: Buya Syafii Maarif menerima buku "Sukarno-Hatta: Bukan Proklamator Paksaan" dari Walentina Waluyanti de Jonge di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 21 Agustus 2015, pada acara yang diselenggarakan Pusdema (Pusat Studi Demokrasi dan Masyarakat).

Artikel terkait, klik:

Membongkar Mitos "Proklamator Paksaan"

Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan

Berikut ini kutipan berita dari media di Sumatera Barat, "Kabar Rancak" tentang acara bedah buku "Sukarno Hatta Bukan Proklamator Paksaan":

Bedah Buku Soekarno Hatta Isi Kegiatan HUT Bung Hatta ke-113

Kabarancak.com-Bukittinggi : Dalam rangka memperingati hari lahir Bung Hatta sang Proklamator Republik Indonesia yang ke-113, Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Bukittinggi menggelar berbagai kegiatan, diantaranya lomba foto tingkat pelajar dengan tema minat membaca buku/ serta kegiatan bedah buku “Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan”.

Perpustakaan Proklamator Bung Hatta sebagai Unit Pelaksanan Teknis Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, hadir di Bukittinggi sebagai perwujudan penghormatan terhadap Bung Hatta, putra Bukittinggi.

Keindahan bangunan dan lokasinya yang nyaman berada di atas perbukitan, serta koleksi buku yang memadai, membuat perpustakaan ini juga menjadi daya tarik bagi pelajar dan wisatawan yang berlibur di Kota Bukittinggi.

 “Dalam rangka memperingati hari lahir bung hatta yang ke-113, jatuh pada 12 Agustus 2015 kemarin,  pengelola perpustakaan Bung Hatta sengaja mengelar sejumlah kegiatan, diantaranya lomba foto tingkat pelajar dengan tema minat baca buku,” ujar Kepala Perpustakaan Nasional RI, Dra Sri Sularsih Msi.

Lebih lanjut, Sri juga menyatakan ada kegiatan lain yang lebih menarik, yakni bedah buku Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan karya Walentina Waluyanti de Jonge.

Hadir sebagai narasumber dalam acara bedah buku tersebut, putri sulung  Bung Hatta, Halida Nuriah Hatta, serta Walentina Waluyanti de Jonge sang pengarang buku Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan, Dra Hj. Welmin Sunyi Ariningsih, M.Lib dari Deputi I Perpustakaan Nasional RI serta Prof. Dr Gusti Asnan dari dekan Fakultas Ilmu Budaya Unand.

Menurut Halida Nuriah Hatta, buku ini sangat menarik. Penulisnya mampu menangkap roh-roh perjuangan Sukarno dan Hatta dengan baik. Bahasanya mudah dicerna. Selain itu penulisannya juga berbeda dengan buku sejarah yang selama ini terkesan membosankan.

Buku ini juga menceritakan  latar belakang dan perjalanan perjuangan Dwitungal. Termasuk detik-detik bersejarah Proklamasi 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur. Juga ada paparan peristiwa seputar Proklamasi Kemerdekaan yang selama ini tidak banyak terekspos.

Sementara menurut Walentina Waluyanti de Jonge sang penulis buku, dihadapan ratusan peserta yang juga dihadiri mantan walikota Bukittinggi Jufri dan ahli sejarah Mestika Z,  buku yang dibedah ini bertujuan untuk meluruskan persepsi yang menyatakan bahwa Sukarno-Hatta memproklamsikan kemerdekaan karena dipaksa, ataupun hadiah dari Jepang.

Lebih lanjut Walentina Waluyanti de Jonge juga menyatakan buku ini mengajak pembaca melakukan napak tilas, mengikuti awal mula perjuangan dan kemanunggalan Sukarno-Hatta, latar belakang mengapa keduanya akhirnya menjadi Dwitunggal. Meskipun pada akhirnya kedwitunggalan Sukarno dan Hatta kemudian berakhir, namun secara pribadi keduanya tetap membina hubungan baik.

Sementara Kepala Perpustakaan Nasional RI, Dra Sri Sularsih Msi, saat ditanya wartawan terkait minat baca masyarakat saat ini, menurutnya sudah mulai membaik dan meningkat. Namun, bila dibandingkan dengan negara maju,  tetap masih jauh tertinggal.

untuk mengetahui minat baca masyarakat Indonesia, Sri juga menyatakan pihaknya juga sedang melakukan penelitian sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan kenyataan di lapangan dan  berharap hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan unesco. (Kbr-Amr)

Diposkan oleh: "zahdhanzi family"

{backbutton}

Add comment