Intermezzo
Aneh Tapi Nyata: Misteri Angka Kramat Antar Mereka Jadi Presiden RI
(Jokowi Bakal Menang?)
Copyright@Penulis: Walentina Waluyanti – Nederland
Catatan penulis: Artikel ini ditulis jauh sebelum diketahui hasil penghitungan suara Pilpres 2014.
Inikah firasat bahwa Jokowi akan menang Pilpres? Entah kebetulan, semua yang pernah menjadi Presiden RI, ternyata hoki dan hitungan hari kelahirannya berkaitan dengan angka kramat RI, sebagaimana akan diuraikan dalam tulisan ini. Sehingga timbul pertanyaan, apakah angka-angka kramat itu ada kaitannya dengan nasib seseorang menuju tahta kepresidenan? Kalau begitu, siapakah yang memiliki energi dari angka kramat RI? Jokowi atau Prabowo? Bagaimana mengetahuinya? Berikut ini uraiannya.
Republik Indonesia punya angka bertuah dan kramat? Dalam rangka Pilpres 2014 ini, saya teringat kembali tentang angka bertuah dari negara RI, yang konon terdiri dari angka 5, 8, 9. Dari mana angka-angka kramat ini berasal? Apakah aura angka kramat tersebut bisa memengaruhi kemenangan maupun kekalahan capres/cawapres dalam Pilpres 2014?
Telah kita ketahui, agama mengajarkan agar tidak percaya pada hal-hal musyrik dan klenik. Sesuatu yang musyrik, mistik, klenik dapat memberi dampak pembodohan bagi masyarakat karena mengabaikan logika dan akal sehat manusia. Bagi orang beriman, wahyu menjadi pemimpin negara tidak tergantung dari angka-angka kramat, melainkan berasal dari Yang Maha Kuasa. Namun begitu, kita santai saja menyimak hal berikut ini, sebab ini tidak berarti bahwa kita harus percaya pada hal musyrik, mistik, dan klenik.
Nah, kembali ke angka kramat dari Negara RI tadi, yaitu angka 5, 8, 9. Mengapa ketiga angka tersebut menjadi angka bertuah dari Negara Republik Indonesia?
Angka Kramat
Angka 5 bertuah bagi Negara RI, karena angka ini berasal dari rumusan jiwa bangsa Indonesia, kemudian disepakati oleh Founding Fathers menjadi falsafah negara, disebut Pancasila, terdiri dari 5 sila. Di sidang BPUPKI, Sukarno pernah mengilustrasikan bagaimana berartinya angka lima, antara lain bahwa Rukun Islam ada 5, panca indra kita ada 5, dan seterusnya. (Hal ini saya tulis di buku saya berjudul, klik "Sukarno Hatta Bukan Proklamator Paksaan").
Adapun bertuahnya angka 8, berasal dari perasan akhir hitungan hari kelahiran NKRI (jumlah tanggal/bulan/tahun), yaitu 17+8+1945:
1+7+8+1945 = 1970
1+9+7+0 = 17
1+7 = 8
Sedangkan angka bertuah 9, berasal dari angka simbol kemerdekaan RI yang dianggap sakral, yaitu angka ’45 yang jika dijumlahkan, hasilnya adalah 9. Simbol kemerdekaan ini sering diterapkan dalam istilah “Angkatan 45”, “Semangat 45”, “Revolusi 45”, dan seterusnya.
Tanggal 17-8-1945 hanyalah sederet angka biasa. Namun karena suatu peristiwa yang luar biasa terjadi pada tanggal tersebut, maka tanggal tersebut bagi Negara RI tidak lagi sekadar angka biasa. Tanggal tersebut dinilai menjadi suci dan bertuah karena pada tanggal tersebut, suatu cita-cita suci yaitu kemerdekaan, akhirnya terwujud. Disebut bertuah, karena cita-cita kemerdekaan adalah cita-cita luhur yang diraih melalui pertumpahan darah dan perjuangan rakyat Indonesia. Darah pejuang itu seakan mengurapi tegaknya NKRI.
Mengingkari dan mengkhianati kesucian pengorbanan dan perjuangan yang telah diurapi darah para syuhada itu, dipercaya akan membawa kualat bahkan kutukan... karena perjuangan mewujudkan NKRI itu dipersembahkan melalui pengorbanan nyawa, dan oleh sebab itu tegaknya NKRI menjadi sesuatu yang “kramat dan bertuah”.
Foto: Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.
Hitungan Hari Kelahiran Para Presiden RI
Jika angka-angka bertuah di atas dihubungkan dengan hitungan hari kelahiran mereka yang pernah menjadi Presiden Republik Indonesia, adakah para Presiden itu “mengandung” unsur angka bertuah RI? Setelah disimak, ternyata ada misteri di balik angka-angka 5, 8, 9 dalam kaitannya dengan tahta tertinggi di Republik Indonesia.
Sukarno (lahir 6 Juni 1901), jumlah tanggal/bulan/tahun kelahiran = 5 (Catatan: caranya menjumlahkan lihat pada cara menjumlahkan tanggal 17 Agustus 1945 di atas).
Suharto (lahir 8 Juni 1921), jumlah tanggal/bulan/tahun kelahiran = 9
Habibie (lahir 25 Juni 1936), jumlah tanggal/bulan/tahun kelahiran = 5
Gus Dur (lahir 7 September 1940), jumlah tanggal/bulan/tahun/kelahiran = 3
Megawati (lahir 23 Januari 1947), jumlah tanggal/bulan/tahun/kelahiran = 9
Susilo Bambang Yudhoyono (lahir 9 September 1949), jumlah tanggal/bulan/tahun/kelahiran = 5
Dari hitungan hari kelahiran para Presiden RI di atas, semuanya sinkron dengan angka bertuah RI (angka 5, 8, 9) kecuali Gus Dur yang hitungan hari kelahirannya tidak sinkron dengan angka bertuah RI. Namun hoki Gus Dur dipengaruhi pula oleh hoki pasangan hidupnya, Sinta Nuriyah. Karena hitungan hari kelahiran Sinta Nuriyah (8 Maret 1948), adalah 6. Sehingga jika hoki angka 6 dari Sinta Nuriyah digabungkan dengan hitungan hari kelahiran Gus Dur yaitu 3, maka 6+3 = 9. Angka 9 ini sinkron dengan angka bertuah RI.
Kompetisi pemilihan presiden RI secara langsung, pertama kali berlaku sejak tahun 2004. Sebagaimana dalam kompetisi (terlepas dari kekuasaan Tuhan), kalah atau menang dipercaya dipengaruhi oleh faktor “hoki”dan “tidak hoki”. SBY-JK, keduanya rupanya punya hoki, terpilih dalam Pilpres 2004. SBY “mengandung” angka bertuah 5, dan JK “mengandung” angka bertuah 9.
Pertanyaannya adalah mengapa Jusuf Kalla gagal dalam Pilpres 2009, padahal Jusuf Kalla “mengandung” angka bertuah 9 (lahir 15 Mei 1942)? Apakah ini karena pasangan Jusuf Kalla dalam kompetisi itu, yaitu cawapres Wiranto tidak “mengandung” angka bertuah RI? Wallahualam. (Wiranto lahir 4 April 1947, hitungan hari kelahirannya adalah 2).
Yang menarik, angka keberuntungan dari rival Jusuf Kalla-Wiranto tahun 2009, yaitu SBY-Boediono yang membawa aura angka kramat. Hitungan hari kelahiran SBY adalah 5. Sedangkan hitungan hari kelahiran Boediono (lahir 25 Februari 1943) adalah 8. Sebagaimana tersebut di atas, angka 5 dan 8 adalah angka bertuah negara RI.
Foto: Megawati dan Prabowo memasak bersama di rumah Megawati di Kebagusan, Jakarta Selatan, 7 Juli 2009. (Sumber: ANTARA/Khijul)
Megawati juga kalah dalam Pilpres tahun 2009, padahal Megawati juga “mengandung” angka bertuah 9. Apakah ini karena pasangan cawapres dari Megawati yaitu Prabowo, tidak “mengandung” angka bertuah pada hitungan hari kelahirannya? Wallahualam. (Prabowo Subianto Djojohadikusumo lahir 17 Oktober 1951, hitungan hari kelahirannya adalah 7).
Untuk Pilpres 2014, kandidat yang “menyimpan” angka bertuah RI adalah Joko Widodo, yang hitungan hari kelahirannya adalah 8 (Joko Widodo lahir 21 Juni 1961). Demikian pula pasangan cawapres dari Jokowi, yaitu Jusuf Kalla yang hitungan hari kelahirannya adalah 9. Apakah ini berarti Jokowi-JK punya hoki untuk memenangkan Pilpres 2014? Hanya Tuhan yang tahu. Sebaliknya, jika Prabowo yang menang, maka kemenangan Prabowo bisa mematahkan teori mistik tentang angka-angka bertuah di atas. Ini mengingat Prabowo dan Hatta Rajasa (lahir 18 Desember 1953), hitungan hari kelahiran mereka berdua tidak sinkron dengan angka kramat RI. Hitungan hari kelahiran Prabowo adalah 7, dan Hatta Rajasa adalah 3. Siapa yang menang, siapa yang kalah... semua tak ada yang mustahil jika Tuhan menghendaki.
Jusuf Kalla, Joko Widodo, Prabowo Subianto, Hatta Rajasa dalam Debat Capres15 Juni 2014 di Hotel Grand Melia, Jakarta. (Foto: Dany Permana/Tribunnews)
Sekarang, mari kita tinggalkan angka-angka tadi dan kembali ke alam nyata. Tentu menggelikan jika ukuran menjadi presiden, hanya dengan konklusi sederhana, apakah ia “mengandung” angka bertuah atau tidak. Jangan-jangan ibu-ibu yang sedang hamil, ramai-ramai meminta operasi caesar, demi supaya bayi mereka bisa diatur kelahirannya tepat di tanggal yang bertuah.
Faktanya, meski beberapa Presiden RI dinilai membawa “angka bertuah”, ini tidak otomatis pemerintahan mereka berbanding lurus dengan harapan-harapan rakyat tentang pemerataan kesejahteraan, solusi mengatasi kemiskinan, dan penegakan hukum.
Angka-angka bertuah di atas, bisa menyiratkan makna simbolik. Yaitu urusan memimpin negara, tak bisa ditawar lagi, memang mutlak merupakan suatu misi yang sakral dan suci. Ini menyangkut hidup dan masa depan jutaan rakyat. Jangan dibalik, bahwa karena angka-angka bertuah itu dinilai melekat pada pemimpin, maka rakyat harus memandang pemimpin itu sebagai manusia sakral. Tentu bukan demikian maksud dari kepemimpinan. Jika toh ada pemimpin/calon pemimpin yang kebetulan memiliki “angka bertuah” tadi, maka ini mestinya menjadi pertanda dan isyarat yang dapat dimaknai olehnya. Maknanya yaitu misi suci yang (akan) diembannya itu adalah amanat Tuhan yang harus dapat dijalankan dengan selurus-lurusnya, jika melenceng maka bisa berakibat kualat.
Bagaimana jika pemimpin/calon pemimpin itu dinilai tak memiliki “angka bertuah” tadi? Ah, buat rakyat adalah tidak penting apakah seorang capres memiliki atau tidak memiliki energi "angka kramat". Rakyat hanya punya satu harapan. Yaitu mempunyai pemimpin yang cekatan menata negara dan ikhlas melayani rakyat, sehingga negara adil, aman, makmur, sejahtera, terjamin penegakan hukum juga ke-bhinekaan-nya, bukan lagi sekadar slogan kosong, yang lantang diteriakkan setiap 5 tahun, hanya saat kampanye.*** (Penulis@Copyright: Walentina Waluyanti de Jonge)
Baca juga, klik di bawah ini:
Pemimpin Berpoligami dan Nikah Siri? Inilah Tipe yang Berpotensi Memimpin Indonesia
Walentina Waluyanti de Jonge
Penulis buku “Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen”
{backbutton}