Dimuat di Kompasiana
Prihatin! Bata Kuno Majapahit untuk Bangunan Rumah
Penulis: Mawan Sidarta
Foto: Sulkan menunjukkan sisa bata candi yang sudah dijarah tetangganya itu
Menyusuri tempat-tempat bersejarah yang apik dan menarik itu petualangan yang sudah biasa kita lakukan.
Tetapi bagaimana halnya kalau kesempatan yang ada kita gunakan untuk melongok tempat-tempat sejarah yang terpuruk (merana). Baru itu spesial namanya!
Perjalanan wisata kami kali ini menjelajah kawasan Porong, Sidoarjo-Jawa Timur. Di sebuah desa, “Pamotan” namanya, ada kekunoan yang bila diperhatikan secara seksama merupakan ciri candi Jawa Timuran. Ada kemiripan dengan candi-candi warisan Majapahit di Trowulan, Mojokerto-Jawa Timur.
Foto: Papan nama Candi Pamotan yang memprihatinkan
Sesuai nama tempat dimana candi ini berada, warga desa sekitarnya kemudian menyebutnya Candi Pamotan. Ketika kami mendatangi situs ini, seorang pria setengah baya yang saat itu tengah membersihkan halaman rumahnya kemudian menyambut kedatangan kami.
Foto: Candi Pamotan 1 terendam air saat hujan tiba
Setelah memperkenalkan diri dan berjabat tangan, saya kemudian bertanya tentang asal-usul candi itu, sang bapak menjelaskan bahwa dulu ada seorang warga desa yang sedang membersihkan semak belukar di halaman rumahnya.
Tanpa diduga warga tadi menemukan tumpukan batu bata yang sebagian telah berserakan. Tidak seperti batu bata rumah biasa, bentuk bata tadi kuno, lebar dan lebih tebal.
Foto: Batu bata di Candi Pamotan 2, Sulkan menduga orang jaman dulu lebih besar daripada orang modern, terbukti dari bentuk batu bata kuno yang besar dan tebal.
Setelah ditelusuri dan digali lebih dalam , ternyata tumpukan batu bata tadi lama kelamaan menyerupai bangunan layaknya sebuah candi. Warga desa dan masyarakat yang menemukan kekunoan secara tiba-tiba tadi kemudian menamakan temuannya itu dengan nama “Candi Muncul”.
Belum lama kami berbicara seputar candi dengan bapak tadi, tiba-tiba seorang perempuan menghampiri kami. Ternyata ibu ini sebagai juru pelihara candi. Sedangkan pria yang kami ajak berbincang-bincang tadi adalah suaminya.
Foto: Sisi lain Candi Pamotan
Bu Lilik sendiri sebagai juru pelihara candi juga tidak banyak mengetahui tentang sejarah Candi Pamotan. Tidak ada relief, penanda atau pahatan angka tahun yang menjelaskan benda kuno ini dibangun pada masa raja siapa.
Disamping itu, wujud atau fungsi yang sebenarnya dari bangunan purbakala ini juga tidak jelas. Bentuk candi berupa bidang persegi dengan ukuran luas kira-kira 5 X 5 meter persegi dan tingginya 2,5 meteran.
Bu Lilik menambahkan bahwa saat musim hujan seperti sekarang ini, bangunan candi terendam air hujan. Belum dilakukan penelitian dan eskavasi secara mendalam oleh Dinas Purbakala apakah candi ini dulunya memang terendam air atau tidak, seperti petirtaan kuno Majapahit di Trowulan (Candi Tikus).
Tidak ada ciri khusus misalnya keberadaan pancuran air di dasar candi seperti yang ada di Candi Tikus Trowulan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa Candi Pamotan dulunya memang kolam atau pemandian kuno.
Air yang menggenangi bangunan candi merupakan masalah. Saluran drainase untuk membuang air hujan yang tergenang belum ada. Dikhawatirkan benda bersejarah ini akan hancur bagian dasarnya.
Batu bata yang berada di bagian atas candi juga berantakan. Bentuk candi yang seutuhnya juga masih jadi tanda tanya. Candi Pamotan termasuk situs purbakala yang memprihatinkan.
Betapa tidak, papan nama situs ini benar-benar ala kadarnya. Tidak terpampang secara jelas di jalan-jalan desa yang dengan mudahnya bisa dikenali oleh masyarakat. Lagi pula warna catnya sudah rusak karena karatan.
Cerita tentang Candi Pamotan ternyata tidak berhenti sampai di sini. Tidak jauh dari candi pertama juga ditemukan candi baru. Karena belum ditemukan nama yang tepat maka masyarakat desa menamakan temuan candi ini dengan nama Candi Pamotan 2.
Foto: Candi Pamotan 2 dengan pepohonan bambu di sekelilingnya
Konon, Candi Pamotan 2 oleh masyarakat Desa Pamotan dianggap sebagai tempat yang keramat. Rimbunnya hutan bambu di sekeliling candi seolah menciptakan suasana mistis ketika kami menyambangi candi yang sudah berserakan ini.
Waktu kami meninjau situs ini, seorang warga Desa Pamotan bernama Sulkan menemani perbincangan kami siang itu. Suara gesekan pohon bambu satu dengan lainnya akibat tiupan angin menambah suasana magis sekitar candi. Sekaligus membuat kami nyaman untuk berteduh dan beristirahat sejenak.
Foto: Arca tanpa kepala di Candi Pamotan 2
Sulkan mengisahkan bahwa dulu ada tetangga di desanya yang secara berani mencuri batu bata Candi Pamotan 2 untuk membangun rumah.
Sebenarnya tokoh dan warga desa lainnya sudah mengingatkan agar batu bata kuno itu dikembalikan ke tempat asalnya, tetapi tetangga Sulkan tetap nekat saja dan tak menggubris nasehat tadi.
Kata orang-orang desa, pencurian batu bata kuno yang dilakukan tetangga Sulkan untuk bangunan rumah itu berkaitan dengan ritual tertentu. Benar tidaknya tidak diketahui secara pasti.
Foto: Wujud Candi Pamotan 2 yang sebenarnya juga tidak jelas. Hanya sisa bata kuno berserakan, sebagian lagi telah dicuri warga Desa Pamotan untuk bangunan rumahnya
Yang jelas benda bersejarah yang seharusnya milik negara dan rakyat ini akhirnya raib begitu saja untuk kepentingan pribadi. Hal ini diancam hukuman pidana penjara dan denda ratusan juta rupiah bila yang bersangkutan dibawa ke ranah hukum.
Setelah bertanya banyak hal dan potret sana-sini di situs yang belum jelas bentuk dan fungsi yang sebenarnya itu serta pada masa siapa candi ini dibangun, kami berpamitan undur diri. Melanjutkan penelusuran situs kekunoan dan bersejarah lainnya.
Foto: Batu bata kuno yang tersisa dari Candi Pamotan 2
{backbutton}