Dimuat di Kompasiana
Mengunjungi Rumah Kelahiran HM Soeharto
| 06 May 2013 | 14:51
Penulis: Marul
“Siapakah presiden kedua Negara Kesatuan republik Indonesia?”
“Bapak Soeharto”.
Yah, hampir dipastikan semua orang tahu bahwa Soeharto adalah mantan presiden negeri ini. Indonesia.
Siang ini saya berkesempatan mengunjungi petilasan rumah kelahiran beliau di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo. Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Sebenarnya enggak niat juga berkunjung kesini, tadi sih cuma lewat saja, terus lihat-lihat dari depan (masih nangkring di atas maroon vixie-ku), tapi malah disuruh masuk sekalian sama Pak Satpamnya.
Karena tadi nggak niat, jadi reportasenya sekedar ingatan saja, ya...
Pintu gerbang rumah dok.pri, 06/05/2013:12.20
Rumah ini terletak di jalan desa Kemusuk, namun meskipun di desa, akses menuju kesana sangatlah mudah. Tepatnya dari pertigaan Pedes, traffict light sebelah kantor Polsek Sedayu (jl.wates km 10, timur Universitas Mercubuana- SMP/SMA Kesatuan Bangsa) ke utara kurang lebih 2 km, kemudian belok ke timur sekitar 200m. Rumah yang direncanakan sebagai museum ini terletak di sebelah utara jalan.
Pak Satpam ini baik lhooo…, dok.pri
Menurut cerita dari pak Satpam yang bertubuh kekar, berwajah sangar namun ternyata baik hati ini, lapangan parkir sedang dalam proses finishing. Lapangan parkir terletak berseberangan dengan rumah.
Lahan parkir sedang dalam tahap finishing (di belakang rumah itu juga), dok.pri
Dari luar terlihat bangunan masjid sedang dalam tahap pembuatan. Tapi tadi lupa nanya masjidnya mau dinamain apa.
Masjid tampak dari pojok luar pagar. dok.pri
Masjid sedang dalam proses pembuatan, dok.pri
Menurut cerita dari Pak Satpam, rencananya kubah masjid ini akan dilapisi dengan emas. Wahh…sepertinya keren banget deh. Masjid ini terletak di sebelah kiri begitu kita memasuki pintu gerbang. Sedangkan di sebelah kanan pintu gerbang terdapat pos satpam yang lumayan gede.
Begitu masuk ke dalam pintu gerbang, kita akan melihat patung H.M. Soeharto di halaman depan. Patung ini terlihat gagah dalam baju kedinasan.
Dibelakang patung terlihat bangunan pendopo yang luas, berlantai keramik dengan dihiasi lampu-lampu kristal.
Pendopo ini berlantaikan keramik kualitas tinggi dengan 4 soko guru (tiang utama). Seluruh soko guru ini terbuat dari kayu yang berkualitas bagus dengan umpak dari batu hitam mengkilat. Didalam pendopo ini terlihat sebuah TV layar lebar, foto-foto H.M. Soeharto beserta foto-foto keluarga beliau dalam berbagai kegiatan.
Puas melihat-lihat foto yang dipajang di pendopo, kita lanjutkan kunjungan selanjutnya.
Di belakang pendopo terdapat rumah utama, rumah ini digunakan oleh keluarga besar H.M. Soeharto ketika sedang berkegiatan di Jogja. Seperti pada siang ini, tampak tiga buah mobil di depan pendopo, dan beberapa orang sedang berbincang-bincang di beranda rumah utama. Menurut keterangan pak Satpam tadi, adik alm. HM Soeharto, yaitu Bapak Probosutedjo sedang berkunjung dan berbincang-bincang dengan salah satu keponakan beliau (Mas Aryo, anak sulung Pak Wito, adik HM.Soeharto) yang mengelola tempat tersebut.
Dengan alasan rikuh pakewuh karena sedang ada kegiatan keluarga tersebut, saya mengurungkan niatan untuk mengambil gambar rumah utama. Ma’af.
Lanjut saja ke samping kanan rumah utama. Disana terlihat pekarangan yang dibiarkan kosong, hanya ditanami dengan rumput gajah mini dan sebatang pohon beringin putih tepat di tengah-tengahnya. Namun sebenarnya disinilah letak sejarah sebenarnya.
Disinilah dulu H.M. Soeharto dilahirkan. Di rumah sederhana yang sekarang tinggal pondasinya saja. Siapa sangka, dari mantan rumah sederhana di desa ini terlahir RI-1 yang kedua, dan memimpin bangsa ini 32 tahun lamanya.
Di pojok, terlihat sumur peninggalan sejarah yang merupakan bagian dari rumah itu dahulu.
Usai menengok sumur, kita kembali ke depan. Di sebelah kiri pendopo terdapat bangunan yang sedang dalam proses penyempurnaan. Bangunan inilah yang sedianya akan dibuat museum tentang sejarah perjuangan H.M. Soeharto dilengkapi dengan diorama-diorama. Menurut penuturan dari Pak Satpam pula, saya mengetahui bahwa diorama sedang dipesan di salah satu pengusaha di Bandung, Jawa Barat.
Setelah cukup puas berjalan-jalan dengan kaki telanjang yang kepanasan (sandal jepit ditaruh di depan pendopo), sayapun kembali ke posnya Pak satpam yang sedang berbincang-bincang dengan beberapa pengunjung. Beliau meminta saya mengisi buku tamu yang disediakan dan menuliskan kesan dan pesan.
Sebelum pulang, tak lupa saya bersalaman dan mengucapkan terima kasih pada Pak Satpam dan teman-temannya. ”Gandheng sampun cekap, kula nyuwun pamit, Pak”. ”Oh nggih, badhe tindhak pundi malih niki?” ”Ooh, badhe mendhet pesenan tongseng kambing teng kilen mriku”
{backbutton}