Pohon Warisan Nenek Moyang Hindu

Penulis: Walentina Waluyanti – Belanda

Awas, nak! Jangan makan sesajen di bawah pohon itu! Bisa kualat! Itu kata orangtua. Tapi dasar anak-anak. Peduli amat dengan larangan itu. Makanan itu terlalu menggiurkan untuk dianggurin.

 

keramatnya-beringin-foto1a

Foto: Pohon beringin di Gadungan, Kediri, Jawa Timur, 1927

Anak-anak sering menunggui orang menaruh sesajen di bawah pohon beringin. Sesajen berbungkus daun pisang. Berisi beberapa penganan. Ada kue-kue, nasi kuning dan lauknya. Setelah si pembawa sesajen pergi? Bisa ditebak bagaimana kelanjutannya. Tak lama kemudian sesajen tadi ludes disantap anak-anak itu. Beginilah romantika petualangan anak-anak di jaman dulu. Jaman di kala masih banyak pohon beringin tumbuh mana-mana.

Sayang pohon ini semakin hari semakin terdesak akibat dampak industrialisasi. Nyaris terhitung pohon langka. Padahal pohon ini menyimpan warisan jejak budaya Hindu.

Ketika masih kecil saya sering mendengar hal pamali seputar pohon beringin. Ini menambah kesan magis pohon ini. Terlebih dengan bentuknya yang besar kokoh menjulang. Bagai pohon raksasa. Rimbun, dengan akar menggantung meliuk-liuk seperti ular yang sangat panjang. Jika berada di bawah pohon beringin dilarang berbicara kotor, mengumpat, atau kencing di bawah pohon beringin. Berani melakukan, berakibat si pelakunya bisa sakit dan sulit disembuhkan. Orang di jaman dahulu percaya bahwa pohon beringin didiami roh. Itu sebabnya masyarakat tradisional merasa perlu menaruh sesajen di bawah beringin, agar tidak diganggu roh-roh itu.

Menurut catatan, pohon beringin diduga dibawa ke Jawa oleh nenek moyang orang Hindu dari India. Umur pohon ini bisa sampai beratus-ratus tahun.

Dalam kepercayaan Hindu, pohon beringin atau waringin, dipercaya menyimpan kekuatan magis. Dan ada ritual khusus yang dilakukan untuk menghormati pohon keramat ini. Jangan salah! Ritual ini di jaman dahulu, tidak saja dijalankan oleh rakyat pribumi. Di jaman kolonial, orang Belanda juga menjalankan ritual khusus, sehubungan dengan keramatnya beringin. Contohnya, saat akan diadakan perluasan hotel.

Di tahun 1930-an, akibat diperluasnya hotel di Batavia, sebatang pohon beringin besar di halaman hotel itu terpaksa harus ditebang. Untuk itu pemilik hotel mengadakan upacara seperti yang dilaporkan koran di jaman itu, “Bagian batang pohon yang ditebang dipindahkan dan dikubur ke tengah taman rusa. Sebagai simbol bahwa ‘roh’ dipindahkan. Upacara diiringi pertunjukan orkes, tari tradisional, dan ada makan bersama. Kemudian dilakukan prosesi membawa kepala kerbau. Lalu kepala kerbau ditanam di tempat potongan pohon beringin dikuburkan. Dengan upacara persembahan ini, sekarang orang berharap roh yang mendiami pohon tidak akan membalas dendam, akibat rumahnya dipindah.”

Nah lo! Ternyata tidak sembarangan berurusan dan bernaung di bawah pohon beringin. Ada yang bilang, mengkramatkan pohon itu sama dengan musyrik. Namun penghormatan terhadap tradisi leluhur masih sulit dilepaskan begitu saja. Itu tadi cerita tentang ritual seputar pohon beringin. Apakah juga perlu ritual khusus untuk yang bernaung di bawah partai beringin? Waduh! Kalau urusan parpol, saya tidak ikutan, ah!

afrWalentina Waluyanti

Nederland, 5 Februari 2013

{backbutton}

Add comment