Pengalaman Pergoki Porter di Bandara Mengacak Isi Koperku
Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge – Belanda
Naik Garuda pun tidak menjamin koper Anda aman dari porter klepto. Saya pernah melihat sendiri kejadian yang marak jadi pemberitaan awal tahun 2016 ini. Yaitu tentang porter yang membobol koper penumpang. Media memberitakan, kamera CCTV memperlihatkan porter Lion Air di bandara Soekarno-Hatta menjarah isi koper. Parahnya, porter-porter itu bekerja sama dengan para sekuriti dan orang dalam di bandara sendiri. Para "tikus bandara" ini mencuri benda-benda berharga yang ada di koper. Yang memalukan, menurut pengakuan porter, pencurian isi koper di bandara sudah menjadi tradisi turun-temurun.
Sebetulnya soal pembobolan koper ini sudah berlangsung lama. Dan anehnya masih teruuus berlangsung sampai sekarang. Mungkin benar kata Pak Porter, namanya juga "sudah tradisi". Saya pernah mengalaminya sekitar tahun 2008. Pada saat itu, dengan menggunakan Garuda, saya dalam perjalanan dari Jakarta ke Makassar. Di bandara Soekarno-Hatta, saat akan naik ke pesawat, saya sempat agak lama mencari-cari boarding pass yang terselip. Akibatnya saya menjadi penumpang paling terakhir yang naik ke pesawat.
Tadinya saya pikir, meskipun menjadi penumpang terakhir yang naik ke pesawat, setiap penumpang sudah pasti akan punya tempat untuk hand-bagage. Ternyata tidak demikian. Saat akan menaruh hand-bagage di loker di atas kursi saya, ternyata sudah ditempati oleh tas-tas lain. Saya bertanya ke pramugari, apakah masih ada tempat untuk tas saya. Pramugari Garuda itu mengatakan sudah tak ada lagi tempat kosong. Karena tak ada tempat, pramugari itu mengatakan hand bagage saya akan ditaruh di tempat bagasi bersama koper-koper penumpang lain, yaitu di perut pesawat. Usul pramugari itu kontan saya tolak.
Bagasi diangkut ke perut pesawat Garuda di bandara Sultan Hasanuddin Makassar (Foto: Walentina Waluyanti)
Tentu saja saya tidak bersedia jika hand-bagage itu ditaruh di lambung/perut pesawat. Soalnya hand-bagage itu memang tidak dimaksudkan sebagai bagasi untuk di perut pesawat, artinya tidak dirancang untuk digembok ataupun dikunci. Saya sudah berkali-kali naik pesawat dan selalu ada tempat untuk hand bagage di loker di atas kursi masing-masing penumpang.
Saya bilang ke pramugari, “Tas saya ini enteng, tidak gede-gede amat. Masak sih, tidak ada satu sudut yang diperbolehkan untuk menaruh tas ini. Tas ini tidak ada gemboknya. Ada benda-benda berharga di dalamnya. Kalau ditaruh di perut pesawat, selanjutnya diangkut ke ban berjalan, siapa bisa menjamin bahwa barang-barang di tas ini tidak akan hilang?"
Pramugari itu tetap ngotot hand-bagage saya harus ditaruh di perut pesawat. Dengan alasan pesawat akan segera berangkat, mereka sudah tidak punya waktu untuk bicara lebih lanjut. Saya merasa dipaksa menerima keputusan yang tidak adil itu. Dengan berat hati saya mengalah. Hand-bagage saya yang tanpa kunci itu diangkut begitu saja oleh petugas ke lambung pesawat, tanpa ada usaha memberi pengaman. Selama perjalanan saya terus gelisah dan deg-degan. Benar-benar sport jantung. Saya khawatir, saat pesawat mendarat, bisa saja tas saya yang tanpa gembok itu akan dibongkar oleh orang iseng.
Saya memutar otak. Bagaimana caranya agar hand bagage itu bisa saya dapatkan tanpa melalui prosedur normal? Akhirnya pesawat mendarat di bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Dengan tak sabar saya segera berlari sekencang-kencangnya menuju perut pesawat. Untung pintu exit-nya tidak pakai garbarata (belalai gajah). Ternyata kekhawatiran saya jadi kenyataan. Begitu turun dari tangga pesawat, saya melongok ke arah perut pesawat. Ehhh, alamak! Seorang porter berseragam yang mengendarai kendaraan khusus untuk mengambil bagasi di perut pesawat, tampak asyik mengacak-acak hand-bagage saya yang memang tidak dimaksudkan untuk dikunci itu.
Melihat isi tas saya diacak-acak, spontan saya teriak, “Pak! Itu koper saya! Itu koper saya!” Tetapi karena jarak yang agak jauh, porter itu tidak mendengar, dan tetap membongkar, mencari-cari sesuatu di tas saya. Porter itu tidak sadar, si pemilik koper sedang memergoki perbuatannya itu.
Bagasi di perut pesawat Garuda di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar (Foto: Walentina Waluyanti)
Karena porter itu tidak mendengar teriakan saya, maka saya berusaha lari ke perut pesawat. Tapi lalu langkah saya dihalangi petugas. Si petugas berseragam (kemeja putih dan celana biru tua) meniup sempritan “Priiiit…!!!” Petugas itu mencegat saya, sambil menunjukkan papan bertuliskan “Staff Only", kemudian memperingatkan, "Ibu dilarang masuk area ini! Area ini bukan untuk umum!" Tetapi saya tetap berteriak panik, “Tas saya! Lihat di sana! Itu tas saya! Lihat! Tas saya dibongkar bapak itu!”
Meskipun sudah saya jelaskan, petugas yang menyemprit itu tetap tidak mau mengerti. Malah tetap menghalangi-halangi langkah saya, teruuus meniup sempritan.... uh, bisiiiing... sambil merentangkan kedua tangannya. Maksudnya agar saya tidak bisa jalan terus. Tetapi saya mana bisa tenang? Tanpa peduli, saya lari menerobos, menuju ke arah porter. Saya dengar petugas di belakang menguber saya sambil teriak, “Ibu saya tahan! Karena melawan petugas!” Ah, peduli amat. Yang penting, saya harus menyelamatkan tas saya dulu.
Begitu sampai ke porter itu, tanpa ba bi bu, langsung tas itu saya renggut. Saya menghardik, “Ini tas saya, Pak!” Porter itu melongo. Dia tampak kaget, tidak menyangka akan ada pemilik koper yang memergoki, langsung berdiri di hadapannya, dan merampas koper dari tangannya. Sama melongonya dengan petugas yang menyemprit yang tadinya berusaha menghalang-halangi saya. Hand-bagage sudah di tangan saya, selanjutnya saya pikir mungkin saya akan ditahan. Soalnya petugas sudah mengancam akan menahan saya. Tetapi untunglah itu tidak terjadi. Malah entah bagaimana, ada petugas lain yang datang, lalu memberi label kecil pada hand-bagage saya. Katanya itu adalah tanda terima bahwa saya telah mengambil hand-bagage saya. Rasanya unik juga, menerima label tanda bukti penerimaan bagasi, langsung di bawah pesawat di landasan bandara Sultan Hasanuddin Makassar.
Landasan di bandara Sultan Hasanuddin Makassar (Foto: Walentina Waluyanti)
Untung saya cepat lari ke perut pesawat. Bagaimana kalau saya mengikuti prosedur normal, mengambil hand-bagage itu di ban berjalan? Entah apa yang terjadi. Setelah kejadian ini, baru saya sadari bahwa maskapai penerbangan selevel Garuda pun ternyata belum tentu aman. Ada kesan maskapai ini tidak begitu serius untuk menjamin bahwa setiap penumpang punya tempat untuk hand-bagage di loker di atas kursinya. Satu hand-bagage untuk satu loker. Bukankah ini bagian dari pelayanan yang sudah dibayar oleh penumpang? Tidak seharusnya kru pesawat lepas tangan, dan hanya menjawab, “Maaf, tidak ada tempat untuk hand-bagage Anda di dalam pesawat ini!” Jawaban yang main gampang, tidak peduli, tidak bertanggung-jawab terhadap azas layanan perjalanan yang aman dan nyaman. Layanan keamanan bagi penumpang, tentu saja menjadi tanggung jawab bersama antara pihak maskapai dan pihak otoritas bandara.
Kejadian di atas adalah kejadian 8 tahun lalu. Kalau sampai tahun 2016 sekarang, pencurian isi koper masih tetap berlangsung, pada saat sistem pembenahan seharusnya sudah lebih canggih... ya sungguh kebangetan! *** (Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge)
Baca juga pengalaman lainnya, klik:
Pengalaman Bertetangga di Belanda
Pengalaman Liburan dengan Caravan di Eropa
Pengalaman Hidup di Belanda: Mana Ada Orang Belanda Setajir Anang Hermansyah?
Pengalaman: Asyiknya Lebaran Jadul
Walentina Waluyanti de Jonge
Nederland, 4 Januari 2016
{backbutton}