Ngintip Holland Tempo Doeloe di Pasar Tradisional

Penulis: Walentina Waluyanti - Nederland

Catatan: Lihat juga, silakan klik ==> Pasar di Belanda, Ada Terasi Sampai Petai

Tiba-tiba saja seorang gadis melintas di hadapan saya. Ia memakai tutup kepala tradisional, membawa nampan yang penuh berisi roti Holland. Roti itu dibagi-bagikannya kepada peserta pawai. Buru-buru kamera saya arahkan ke gadis itu, sebelum ia berlalu di tengah keramaian. Jepret! Untung putri Holland itu tersenyum manis. Ya, ini adalah bagian dari event istimewa di pasar tradisional di kota Barneveld, Belanda. Di pasar, pengunjung bisa menyaksikan pawai bertema Holand tempo dulu.  Semua pesertanya mengenakan pakaian tradisional Holland dengan membawa pernak-pernik khas Holland.

tempo001wm

Gadis Holland dengan nampan berisi roti. (Foto: Walentina Waluyanti)

tempo003wm

Peserta pawai berkostum tradisional Holland dengan kereta tempo dulu di Kota Barneveld, Belanda. (Foto: Walentina Waluyanti)

Di Belanda yang lebih sering dingin, udara cerah menjadi salah satu kesempatan yang harus dinikmati. Soalnya cuaca dingin bisa bikin orang malas kemana-mana, kecuali kalau terpaksa karena urusan rutin. Mengunjungi pasar di bawah teriknya matahari, menjadi salah satu keasyikan tersendiri.

Di Belanda, pasar tradisional tidak setiap hari ada. Setiap kota biasanya mengadakan pasar 2 kali dalam seminggu. Karenanya pasar tradisional selalu ramai dikunjungi, meski supermarket besar banyak bertebaran. Harga di pasar pun tidak jauh berbeda dengan harga supermarket. Malah ada bahan tertentu yang harganya justru lebih mahal di pasar. Berbagai keperluan yang dijual di pasar tradisional, tidak hanya kebutuhan dapur seperti sayur, ikan, daging. Juga dijual baju, sepatu, kain, panci, tanaman, bunga, aneka barang elektronik, dan lainnya.

Yang menarik, setiap kota biasanya mengadakan program-program menarik di tengah keramaian pasar. Misalnya ada karnaval atau pertunjukan-pertunjukan menarik. Juga kota yang saya kunjungi ini mengadakan karnaval dengan tema tradisional Holland.

tempo004wm

Peserta pawai mengenakan pakaian khas Holland, tampak seorang Meneer di kanan membawa kamera tua abad lalu. (Foto: Walentina Waluyanti)

Saya melihat pawai dengan orang-orang yang mengenakan pakaian tradisional dengan beberapa peralatan tradisional. Begitu juga beberapa penjual, tak ketinggalan ikut mengenakan kostum tradisional. Juga ada pertunjukan tari khas Holland. Suasananya betul-betul ramai. Pada hari-hari biasa, para penjual itu berpakaian biasa saja, tak ada yang mengenakan pakaian tradisional seperti pada hari ini.

Tidak hanya pawai, di pasar beberapa pengrajin juga memamerkan bagaimana pembuatan aneka kerajinan khas Holland pada masa lalu. Misalnya dipamerkan cara membuat kerajinan kristal dan keramik dari tanah liat. Yang sekarang sudah jarang dilakukan generasi muda adalah merajut. Pekerjaan merajut nyaris sudah terkubur menjadi masa lalu. Di pasar tradisional ini tampak beberapa oma memamerkan aneka teknik merajut dengan peralatan tradisional.

tempo005wm

Penjual kristal menunjukkan cara mendisaian kristal. (Foto: Walentina Waluyanti)

tempo006wm

Pengrajin keramik memperlihatkan bagaimana membuat hiasan keramik. (Foto: Walentina Waluyanti)

tempo007wm

Berbagai cara membuat aneka rajutan dengan peralatan masa lalu ditunjukkan kepada pengunjung. (Foto: Walentina Waluyanti)

Benda-benda khas Holland tempo dulu yang sampai sekarang masih dijual adalah kelom kayu khas Holland. Zaman dahulu kelom kayu ini biasa digunakan sehari-hari, terutama oleh petani. Sekarang ini kelom banyak dijual sebagai souvenir khas Holland. Sampai sekarang masih ada juga orang yang suka memakai kelom, namun hanya untuk di kesempatan khusus. Juga keranjang-keranjang anyaman tradisional juga tampak dijual. Keranjang anyaman biasa digunakan sebagai dekorasi. Misalnya untuk menyimpan majalah, ataupun sebagai tempat menaruh kembang dan tanaman hias. Biasa juga digunakan di depan sepeda, untuk menaruh berbagai barang belanjaan.

tempo008wm

Keranjang anyaman sebagai dekorasi masih diminati di Belanda. (Foto: Walentina Waluyanti)

tempo009wm

Aneka kelom kayu khas Holland. Tampak kelom berukuran raksasa. (Foto: Walentina Waluyanti)

Makanan tradisional khas Holland yang sampai sekarang laris manis adalah aneka sosis. Di Belanda disebut worst. Biasanya ada beberapa propinsi yang menghasilkan sosis khas dengan aneka rempah, dengan ramuan bumbu masing-masing propinsi. Dari yang berbumbu tajam sampai yang berbumbu ringan. Di pasar tradisional, aneka sosis ini lebih variatif daripada di supermarket. Pembeli lebih punya banyak pilihan. Soalnya sosis di pasar, dijual langsung oleh pembuatnya. Bukan buatan pabrik. Kesegaran pembuatannya lebih terjamin. Mulai dari sosis rebus, yang diasapi, ataupun sosis yang dikeringkan, semuanya tersedia. Ada sosis dengan bumbu cengkeh yang sangat tajam. Nah, omong-omong soal rempah ini, jadi teringat alasan VOC bercokol di Indonesia.

tempo010wm

Beberapa sosis khas dari propinsi-propinsi di Belanda kaya dengan aneka rempah (Foto: Walentina Waluyanti)

tempo011wm

Meneer penjual sosis sibuk melayani pembeli. Sosis selalu laris dan banyak digemari orang Eropa. (Foto: Walentina Waluyanti)

tempo012wm

Aneka sosis dari negara lain di Eropa, misalnya Perancis, juga dijual di pasar tradisional Belanda. (Foto: Walentina Waluyanti)

Di Belanda ada jajanan khas Holland yang tidak bisa didapatkan di negara-negara lain di Eropa. Misalnya sejenis wafer/wafel, disebut stroopwafel (foto di bawah). Rasa wafer/wafel di banyak negara lain, juga Indonesia, umumnya serupa. Krispi dan terasa kering di gigitan. Tapi stroopwafel khas Holland ini rasanya khas. Ada kombinasi antara krispi dan sedikiiit creamy dengan sensasi kenyal karena lelehan sirop yang terpanggang di lapisannya. Rasa manisnya pas, tidak berlebihan. Karena enaknya, saya sangat menyukai stroopwafel ini padahal biasanya saya sangat tidak menyukai kue-kue manis. Baunya pun manis sedap menggugah selera. Karena khasnya dan banyak digemari, kue stroopwafel banyak dijual di bandara Schipol, biasa dibeli oleh para penumpang sebagai oleh-oleh khas Holland. Harga kue stroopwafel ini tidak termasuk murah, jika dibanding dengan kue-kue kecil lainnya yang dijual di Belanda.

tempo013wm

Gerai yang menjual kue khas Belanda, stroopwafel. (Foto: Walentina Waluyanti)

Tetapi ada cemilan khas Holland, yang dulu saya anggap seperti “racun” (foto di bawah). Nama permen ini adalah "drop". Yaitu aneka permen khas Holland yang berwarna hitam. Warna permen yang hitam pekat ini mengingatkan saya pada warna aspal yang sedang digodok di tong super besar; kalau sedang ada pengaspalan di jalan-jalan di Indonesia. Dulu saya merasa, makan permen ini persis kayak makan aspal. Permen hitam ini rasanya bervariasi. Rasanya tajam, ada yang asin, ada yang manis. Bagi yang tidak biasa, jenis rasa apa pun dari permen ini, tetap saja terasa "aneh" di lidah. Mungkin saja di negara-negara lain di Eropa ada permen berwarna gelap, tetapi warna hitamnya tidak sepekat permen tradisional Holland ini. Dan rasanya yang tajam, membuat "drop" menjadi permen khas Holland, yang tak dijumpai di negara-negara lain di Eropa.

Umumnya orang Belanda, dari anak-anak sampai orangtua sangat menggemari permen ini. Mereka umumnya menyimpan di toples yang selalu tersedia di rumah. Pendatang baru yang belum pernah mencoba, biasanya tidak suka “drop” ini. Begitu pula saya. Ketika pertama kali datang di Belanda, ada yang memberi “drop” kepada saya, dan meminta agar saya langsung mencicipi. Tanpa prasangka apa-apa, dengan gembira saya mengulum "drop" itu. Tapi begitu mencicipi, tanpa ba bi bu, saya langsung membuangnya. Saya sama sekali tidak menyukainya. Padahal saya sudah mencoba menghormati si pemberi, untuk tidak membuangnya. Tetapi saking tidak enaknya, reaksi lidah saya yang refleks menolak, membuat saya spontan membuang permen “drop”.

tempo014wm

"Drop", permen khas Holland berwarna hitam pekat, banyak digemari orang Belanda, mulai anak-anak sampai dewasa. (Foto: Walentina Waluyanti)

Dulu saya merasa aneh, bagaimana mungkin permen hitam menyeramkan dengan rasa “racun” itu disukai orang Belanda? Namun seiring dengan berjalannya waktu, setelah lama berdiam di Belanda, akhirnya saya menyukai “drop” ini. Saya teringat cerita di Indonesia tentang orang yang baru datang dari Manado, dan pindah tinggal  di Bandung, yang serasa makan racun ketika pertama kali disuguhi petai dan jengkol. Tetapi lama-kelamaan akhirnya malah serasa belum makan kalau belum makan petai dan jengkol. Untung saya tidak sampai separah itu, serasa belum makan kalau belum makan “drop”. Eh, tapi omong-omong petai juga bisa lho didapatkan di pasar tradisional Belanda. Pokoknya segala bumbu khas Indonesia, terasi, kluwak, petis, kecap, sambal, dan lainnya itu ada juga di pasar tradisional, terutama di kota-kota besar. (Silakan klik ==> Pasar di Belanda, Ada Petai Sampai Terasi)

tempo015wm

Berbagai kebutuhan dapur Indonesia dijual di pasar Kota Almere-Stad. (Foto: Walentina Waluyanti)

Keju khas Holland selalu ada di pasar tradisional. Tentu saja. Orang Belanda umumnya tidak bisa melewatkan sehari saja tanpa keju. Meski sudah lama di Belanda, saya sendiri tidak suka keju ini. Di rumah-rumah orang Belanda, juga rumah saya, keju selalu ada. Suami saya yang pria Belanda, hampir setiap hari makan roti dengan keju. Begitu juga anak saya. Tetapi saya sendiri sangat jarang menyantapnya. Kadang-kadang saja, jika suami dan anak berusaha menyenangkan menyajikan roti bakar dengan keju. Untuk menghargai jerih payah itu, saya berusaha menelan roti keju itu, meski kurang begitu doyan keju.

tempo016wm

Aneka keju khas Holland. (Foto: Walentina Waluyanti)

Mata saya tertumbuk pada satu gerai, yang sekilas sepertinya untuk anak-anak, tapi sebetulnya tidak. Gerai itu menjual aneka boneka. Tapi jangan salah! Boneka-boneka itu sama sekali bukan untuk anak-anak. Boneka ini zaman dahulu (sampai sekarang pun) termasuk salah satu koleksi sangat mahal. Mahalnya boneka ini karena bukan buatan pabrik, melainkan merupakan hasil kerajinan tangan.Mutu pembuatannya yang sangat halus, bisa terlihat langsung. Memang sangat berbeda dengan boneka anak-anak yang diproduksi massal yang dijual di toko-toko.

Berabad-abad lampau, koleksi boneka seperti ini dianggap menjadi status simbol bagi orang-orang kaya. Bahkan sampai sekarang masih ada orang yang gemar mengoleksi boneka ini. Saya melihat ada saja pembeli yang khusus datang karena mencari boneka seperti ini. Di rumah-rumah pada abad lalu, biasanya ada sudut khusus untuk menaruh koleksi boneka ini, untuk dipamerkan kepada tamu. Koleksi boneka ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi tuan rumah. Semakin banyak koleksi boneka jenis ini, menunjukkan berapa banyak duit yang mereka punyai. Kerajinan membuat boneka ini butuh teknik tinggi dengan kualitas terbaik, sehingga memang sama sekali tidak dimaksudkan sebagai mainan anak-anak.

tempo017wm

Boneka ini adalah salah satu kerajinan tangan khas Holland, bukan untuk mainan anak-anak, harganya sangat mahal, nilainya setara dengan koleksi barang antik. (Foto: Walentina Waluyanti)

tempo018wm

Saya terpana melihat bagaimana boneka-boneka saja bisa memberi semacam status simbol bagi kolektornya. Terlebih lagi boneka-boneka itu bukan mainan untuk anak-anak, tetapi “mainan bergengsi” bagi orang-orang dewasa. Ah, boneka memang bisa juga menjadi permainan tingkat tinggi, seperti isu yang dihembuskan di Pilpres 2014, melalui istilah “capres boneka”. Atau gosip yang sempat merebak tentang "capres ber-uang" yang berpose dengan "boneka beruang". Ada-ada saja. Tiba-tiba lamunan saya buyar. Barisan pawai lainnya menyerbu dari belakang dengan tiupan terompet. Treeeet! Pawai selanjutnya dimulai dengan lengkingan terompet dan bunyi tambur berdentam-dentam. Asyik juga jalan-jalan di pasar tradisional di Kota Barneveld ini.

tempo019wm

tempo020wm

Suasana pawai di pasar Kota Barneveld (Foto: Walentina Waluyanti)

fr-wwWalentina Waluyanti, penulis buku "Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan"

Nederland, 31 Juli 2014

 About Me

Artikel terkait, silakan klik di bawah ini: 

Kompas TV Bertamu ke Rumah Walentina

Pasar di Belanda, Ada Terasi Sampai Petai

Secuil Kisah dari Belanda dan Tragedi Bawang

Isyarat Kincir Angin

{backbutton}

Add comment