Memangnya Kamu Siapa, Menajiskan Logat orang?

Copyright@Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge – Nederland

"Ih, najis logatnya!". Begitu pernah saya dengar komentar seseorang dari daerah A tentang logat penutur dari daerah B. Rupanya masih ada orang Indonesia yang menganggap, logat normal hanyalah logat seperti dalam film dan sinetron Indonesia. Seperti katak dalam tempurung, lupa bahwa di Indonesia ada lebih dari 1100 bahasa daerah, 714 suku, belum lagi berapa ratus dialek dan logat. Ini belum disadari sebagai kekayaan budaya. Malah dianggap sebagai sesuatu yang najis. Inilah sesat pikir yang akut. Saya pikir, memangnya siapa orang itu, sehingga menajiskan orang lain hanya karena logatnya?

Tahun 1980-an, Jusuf Kalla pernah mengkritik penyiar radio di Makassar. Ia heran mengapa para penyiar radio di Makassar harus berbicara dengan meniru-niru logat seperti orang yang lahir dan besar di Jakarta. Maksud Jusuf Kalla, bukankah orang bisa tetap berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, tanpa perlu menutup-nutupi aksen dari mana ia berasal?

foto 1

Foto: Kecantikan alami Andi Meriem Matalatta, penyanyi lemah lembut asal Makassar. (Sumber pictigar.com)

Penyanyi lemah lembut asal Makassar, Andi Meriem Matalatta (alm.) tidak bisa menghilangkan logat Makassar-nya dalam percakapan sehari-hari, meskipun ia juga menetap di Jakarta. Penyanyi Maya Rumantir memang hijrah dari Makassar ke Jakarta ketika masih duduk di SMA. Tetapi karena ia lahir dan bertumbuh di kota Makassar, tetap saja aksen Makassar Maya Rumantir kadang terdengar, meskipun sekilas tampaknya ia berbicara sebagaimana layaknya orang yang tinggal di Jakarta. Begitu pula penyanyi Machicha Muchtar (mantan istri siri Moerdiono), dengan logat Bugisnya yang tetap melekat meskipun ia telah lama menetap di Jakarta. (Beda logat Bugis dan Makassar, klik=> Jusuf Kalla dan Tukang Becak)

Logat atau aksen tidak berarti membuat seseorang berbahasa daerah dan menghilangkan identitas bahasa Indonesia. Misalnya Jusuf Kalla beraksen Bugis, tetapi tetap berbahasa Indonesia. Begitu pula pengacara Hotman Paris dengan aksen Bataknya, Connie Constantia (penyanyi) dengan aksen Manadonya, Raul Lemos yang meskipun dari Timor-Timur (bukan lagi bagian dari NKRI), tapi aksennya adalah aksen khas orang NTT... dan toh tetap berbahasa Indonesia dengan baik.

Tidak ada orang Indonesia yang bicaranya tanpa logat

Aksen mario teguhatau logat/cengkok lidah seseorang biasanya dipengaruhi oleh daerah tempat ia bertumbuh. Karenanya, tidak ada orang Indonesia yang bicaranya tanpa logat/aksen dalam percakapan sehari-hari, termasuk penyiar di Jakarta. Hanya karena penyiar itu beraksen Jakarta (bukan Betawi) dalam percakapan, orang tidak menyadari bahwa aksen penyiar TV/radio di Jakarta adalah juga "logat daerah". Bukankah Jakarta juga adalah salah satu daerah di Indonesia?

Foto: Mario Teguh

Mario Teguh (motivator) logatnya kedengaran seperti orang Jawa, padahal sebenarnya ia orang Bugis yang sejak SD tinggal di Malang. Demikian pula Mufidah istri Jusuf Kalla, lebih jelas logat Makassarnya daripada logat Minangkabau-nya, meskipun ia orang Minang. Ini karena Mufidah dibesarkan di Makassar.

Mbak Tutut yang sejak kecil mengikuti ayahnya (Soeharto) berpindah-pindah tugas di daerah di Jawa sebelum menetap di Jakarta, membuat aksen Jawa Mbak Tutut lebih medok dibanding adik-adiknya yang bertumbuh di Jakarta. Sebetulnya istilah logat medok (kental) itu bukan hanya berlaku buat logat Jawa. Ada juga logat logat Sunda medok, logat Manado medok, logat Makassar medok, logat Maluku medok, logat Batak medok... dan seterusnya. Dan ini normal-normal saja di negara yang bhinneka seperti Indonesia.

nasitumpeng1a webFoto: Soeharto dan Siti Hartinah di tengah anak cucu, merayakan ulang tahun Soeharto. Mbak Tutut berbaju merah (di kanan) dan Titiek Soeharto berbaju hijau dengan selendang merah. 

Pada masa Orde Baru, orang biasa menyinggung isu “Jawa-Sentris”. Artinya ketika itu nyaris segala kegiatan pembangunan, dinilai oleh pengamat, umumnya berpusat di Jawa. Dan yang menduduki posisi kunci umumnya adalah orang Jawa. Isu ini mungkin tidak begitu terdengar bagi mereka yang tinggal di Pulau Jawa, tapi sangat sering terdengar di luar Jawa. Salah satu dampaknya adalah kultur di luar Jawa kurang begitu dikenal. Terlebih film dan sinetron yang kemudian mewabah, hampir semuanya memunculkan percakapan dengan aksen orang yang hidup di Jakarta. Ini semakin membuat aksen daerah jarang terdengar. Paling banter, kalaupun ada logat daerah maka biasanya itu adalah logat Jawa dan Sunda.  

Padahal Indonesia bukan hanya Jakarta. Bukan hanya Jawa dan Sunda. Sebagian besar penutur bahasa Indonesia, bahkan lebih besar jumlahnya dari penutur di Jakarta, adalah mereka yang berlogat daerah lain di luar Jakarta.

Jejak Spanyol-Portugis pada logat orang Indonesia Timur

Saya tinggal di Belanda. Selama di Belanda, saya tidak pernah mendengar orang yang mengejek logat orang yang berbeda dengan orang Belanda. Mungkin karena Eropa juga adalah tempat orang seluruh dunia berbaur, sehingga sudah biasa mendengar berbagai aksen dari seluruh dunia.

Tetapi sebetulnya orang Belanda sendiri juga mempunyai logat yang berbeda-beda. Misalnya logat orang Amsterdam berbeda dengan logat orang Utrecht dan daerah lainnya di Belanda. Bahkan logat Maluku di Belanda pun cukup dikenal.

Istri Raja Belanda sendiri, Putri Maxima, berbicara dengan logat asing. Putri Maxima adalah orang Argentina yang hujrah ke Belanda karena menikah dengan Willem Alexander yang sekarang menjadi Raja Belanda.

foto 2

Foto: Putri Maxima asal Argentina, istri Raja Belanda dengan suami dan ke-3 putrinya, pada perayaan Hari Raja (27/4-2016).

Meskipun Putri Maxima, istri Raja Belanda adalah orang asing yang berbicara dengan logat Latin, namun logatnya malah menjadi ciri khas-nya yang unik. Putri Maxima bahkan menjadi tokoh kerajaan Belanda yang paling populer. Menurut polling, Maxima lebih populer dibanding Raja Belanda sendiri, juga lebih populer daripada Ratu Beatrix (ibunda Raja Belanda).

Logat Putri Maxima itu adalah logat Latin/Portugis Spanyol, yang mirip dengan logat beberapa daerah di Indonesia Timur. Logat Indonesia Timur umumnya mirip dengan logat Portugis/Spanyol, karena sejarah panjang kolonialisme Portugis di Indonesia Timur sebelum masuknya Belanda.  (Baca, klik=> Awal Masuknya Portugis di Nusantara)

Jejak Portugis di Indonesia Timur, terlihat antara lain pada makanan khas Manado yaitu "panada”, asalnya adalah dari  kata Portugis/Spanyol, yaitu  empanada, makanan asal Spanyol/Portugisyang memang mirip panada di Manado.  

panada5wm

Panada Manado, pengaruh Spanyol-Portugis di Manado (Foto: Walentina Waluyanti)

Begitu pula kosa kata bahasa Makassar sampai sekarang masih ada jejak Portugisnya. Misalnya kata bahasa Makassar kadera (kursi) mirip dengan kata Portugis cadeira yang juga berarti kursi. Saya pernah membaca buku sejarah, bahwa sebelum kerajaan di Makassar belum seluruhnya Islam, nama-nama bangsawan di daerah ini masih menggunakan nama yang berbau Portugis (seperti di Timor sampai saat ini). Bahkan di antara bangsawan itu ada juga yang menganut Katolik seperti orang Portugis. Kedaaan ini kemudian berubah setelah seluruh kerajaan berhasil di-Islam-kan.

Sejak abad lampau, Makassar adalah daerah pelabuhan lintas perdagangan dari berbagai negara termasuk Portugis dan Spanyol. Ini membuat Makassar pada masa lampau sangat mudah menyerap berbagai kultur yang datang.

Beberapa kali saya ke Spanyol, karena ada saudara saya yang bermukin di Spanyol. Logat orang Spanyol/Portugis, memang terdengar mirip dengan logat orang Makassar dan Indonesia Timur pada umumnya. Di bawah ini foto zaman kolonial, tampak tentara Belanda asal Maluku berfoto di depan benteng di Ambon yang dibangun Spanyol, sebelum kedatangan Belanda di Indonesia. 

maluku

Foto: Tentara KNIL asal Maluku di depan benteng di Ambon yang dibangun Spanyol sebelum masuknya Belanda. 

Trend logat unik yang mulai digemari melalui vlog

Bagaimana dengan di Indonesia? Lain dulu, lain sekarang. Dulu, bisa saja mereka yang berlogat etnis tertentu dipandang sebelah mata. Tetapi dengan maraknya trend vlog sekarang ini, vlogger berlogat luar Jawa tampaknya mulai mendapat tempatnya sendiri, yang mengundang banyak jumlah klik.

Contohnya vlog seorang perempuan Maluku yang lama tinggal di Manado. Para pengunjung vlog-nya umumnya berkomentar, vlogger ini unik karena berbicara dalam logat daerahnya. Dengan polos, apa adanya, vlogger ini mengeluarkan ucapan-ucapan spontan dalam logat Manado campur Maluku. Pengunjung vlog-nya yang bukan orang Manado juga bukan orang Maluku, malah meminta agar vlogger tersebut lebih sering lagi berbicara dengan logat daerahnya. Karena sehari-harinya mereka jarang mendengar logat tersebut.

Pada saat orang sudah jenuh dengan suguhan logat Jakarta dalam film dan sinetron Indonesia, logat vlogger tadi membuat vlog-nya banyak di-klik. Pengunjung vlog-nya umumnya mengakui menjadi ketagihan dengan vlog tersebut, karena keunikan logat vlogger-nya. Hampir semua pengunjung bertanya pada vlogger tadi, dari mana asalnya, logatnya kok lain dari yang lain? Ternyata masih banyak orang Indonesia yang tidak mengenali logat dari daerah di negaranya sendiri.

foto 3

Sumber foto: Kaskus

Vlog bisa diakses di seluruh dunia, tanpa dibatasi sekat-sekat diskriminasi budaya. Tanpa disadari, vlogger yang berlogat etnis yang khas ini, bekerja dalam caranya sendiri sebagai duta budaya. Mereka membuka mata orang, bahwa kultur Indonesia itu unik, beraneka, dan sangat luas. Logat Indonesia bukan hanya logat Jakarta seperti dalam film dan sinetron saja. Logat medok justru merupakan bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang aneka, yang terdiri dari 514 daerah kabupaten-kota dari 34 propinsi.

Vlog dengan vloggernya yang berlogat unik, adalah sebuah fenomena budaya yang tidak terjajah oleh “logat” ala sinetron dan film Indonesia, yang “Jakarta sentris”. Padahal sebetulnya Jakarta adalah juga “daerah” yang merupakan sebagian kecil saja dari Indonesia yang  begitu luas. *** (Copyright @ Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge, historical book writer)

Artikel terkait, klik:

Jusuf Kalla dan Tukang Becak

Awal Masuknya Portugis ke Nusantara (Berkunjung ke Makam Vasco da Gama)

walentina01Walentina Waluyanti de Jonge, penulis buku Sukarno-Hatta: Bukan Proklamator Paksaan

Nederland, 5 Juli 2016

About Me

{backbutton}

Add comment