Lamunan Natal
Penulis: Walentina Waluyanti – Holland
Menjelang Natal ini, kesibukan begitu menumpuk. Kunjungan ke keluarga besar. Atau juga menerima beberapa kunjungan. Karena Natal juga menjelang pergantian tahun, kesibukan yang tak kalah repot yaitu membersihkan rumah. Sudah menjadi kebiasaan, saat memasuki Tahun Baru, maka rumah pun diberi suasana baru. Ini artinya saya mesti membuang barang-barang tak terpakai, membenahi dan menghias rumah.
Anggrek hiasan natal (Foto: Walentina Waluyanti)
Saya berjalan ke dapur. Memeriksa beberapa sudut. Begitu sibuknya membenahi segala macam, sampai lupa kalau masih ada beberapa buah-buahan yang lupa termakan. Di antaranya pisang yang sudah menghitam. Buang saja? Saya jadi teringat ide bikin banana cake. Bukankah untuk membuat banana cake justru dibutuhkan pisang yang agak kehitaman? Soalnya kalau pakai pisang yang masih segar, banana cake itu akan bantet hasilnya.
Sambil sibuk memulai membuat banana cake, lamunan saya melompat ke sana kemari. Sejak minggu lalu ramalan cuaca memprediksi bahwa kemungkinan di Belanda berpeluang ada white christmas sesudah 28 tahun penduduk Belanda tidak pernah lagi mengalaminya. Menurut berita, Natal tahun ini adalah Natal bersalju pertama di Belanda sejak tahun 1981. Sebelumnya memang kadang ada salju di bulan Desember, tapi bukan di saat Natal.
Salju menumpuk di depan rumahku (Foto: Walentina Waluyanti)
Dari radio terdengar sayup-sayup lagu-lagu Natal. Di luar, anak-anak main lempar-lemparan salju. Meja dan kursi-kursi di kebun nampak berlapis salju kira-kira setebal 15 cm. Orang-orang jadi bergairah membuat boneka salju. Natal di Belanda lebih terkesan sebagai sebuah pesta budaya. Ini negara sekuler. Orang tidak begitu ambil pusing tentang kapan tanggal kelahiran Yesus. Orang juga tidak perduli dengan segala macam renungan dan pesan di balik Natal. Natal itu pesta. Maka orang lebih tertarik memeriahkan pesta ini. Menghiasi rumah dengan segala macam simbol Natal.
Setiap keluarga saling mengirim ucapan dan kado Natal. Pohon Natal atau kerstboom kata orang Belanda, dihiasi lampu kerlap-kerlip plus segala macam aksesori. Rumah-rumah, jalan-jalan, di mana-mana kelihatan cantik dengan pernak-pernik hiasan Natal. Ya, di Belanda memang Natal lebih terkesan sebagai suatu pesta budaya daripada peristiwa religi. Sebagaimana ucapan khas Natal ala Belanda, bukan hanya fijne kerstdagen (selamat hari Natal), tapi juga fijne feestdagen (selamat berpesta).
Hiasan natal (Foto: Walentina Waluyanti)
Saya jadi teringat natal di Indonesia. Kalau natal begini, di mana-mana bergema pesan natal. Intinya pesan kasih dan perdamaian. Memang banyak keluarga juga menghias rumah dengan simbol-simbol natal, berbaju-baru dan makan enak. Namanya saja hari spesial. Tapi lebih penting dari itu, di Indonesia natal dirayakan sebagai sebuah hari raya religi. Hari untuk memperingati datangnya Sang Juru Selamat. Umat Kristiani merasa afdol jika bisa ke gereja pada tanggal 24 Desember tengah malam. Dan tepat jam 00.00 malam, dentangan bel gereja turut mengiringi doa dan puji syukur yang dipanjatkan umat.
Hiasan natal (Foto: Walentina Waluyanti)
Saya mulai sibuk menyiapkan bahan untuk membuat banana cake. Tangan saya melumatkan pisang-pisang yang nyaris membusuk itu. Pisang itu harus dilumatkan terlebih dahulu sebelum dicampur dengan adonan tepung. Ah, ternyata sesuatu yang kelihatannya tak berarti dan nyaris terbuang, tidak perlu selalu berkonotasi negatif. Pisang yang tampak seperti sampah ini masih bisa juga bermanfaat. Persis dengan simbol-simbol yang selalu dihubungkan orang dengan peristiwa Natal. Yaitu Yusuf, Maryam, gembala-gembala domba dan kandang Natal yang kotor, busuk dan bau.
Yusuf hanya seorang tukang kayu biasa. Maryam, tunangannya hamil. Padahal Yusuf tidak berbuat macam-macam terhadap perawan suci Maryam. Ia sempat ingin menjauh dari kekasihnya itu. Tapi keimanan Yusuf akhirnya membatalkan niatnya itu. Kehamilan itu bisa membuat Maryam dirajam dengan batu kalau sampai orang tahu bahwa Maryam hamil bukan karena benih Yusuf, tunangannya.
Simbol yang lain, tentang gembala domba. Pekerjaan sebagai gembala domba bukanlah pekerjaan yang dipandang prestisius. Tetapi toh gembala-gembala itu ternyata menjadi cukup bernilai bagi malaikat pembawa berita bahagia. Karena kepada para gembala domba itu, malaikat Jibril menyampaikan pesan penting. Yaitu seorang bayi pembawa keselamatan, akan lahir ke dunia.
Dan kandang domba yang busuk dan bau? Ya, Maria dan Yusuf ditolak di semua penginapan yang mereka singgahi. Kondisi Maryam yang hamil tua tidak membuat orang terketuk hatinya untuk memberi tempat pada pasangan miskin itu. Entah karena alasan diskriminasi bagi orang miskin, atau karena memang penginapan sudah penuh, kandang domba kotor akhirnya terpilih oleh-Nya sebagai tempat kelahiran yang maha penting. Dari kandang yang kotor dan bau itulah lahir sebuah ajaran keselamatan yang disuarakan melalui Isa Al Masih yang kelak turut mempengaruhi kehidupan spritual berjuta-juta umat di dunia.
Sekarang pisang-pisang itu telah lumat sempurna. Saya lalu mengentalkan lumatan pisang itu dengan sedikit yoghurt. Keasaman yoghurt memang bisa menetralisir manisnya rasa pisang. Sehingga hasil cake ini nantinya bisa menghasilkan rasa yang tidak terlalu dominan rasa pisangnya. Cukup tersamar saja rasanya, agar tidak bikin eneg.
Sambil mendaur-ulang buah yang nyaris terbuang itu menjadi santapan enak, pikiran saya terus terpaku pada figur-figur kisah Natal. Pikiran saya tak bisa menolak untuk merenungkan simbol-simbol Natal.
Maria, Yusuf, gembala domba seolah mewakili simbol orang-orang terpinggirkan. Kendati demikian, mereka adalah “orang-orang pilihan”. Orang-orang kecil terberkati yang dipilih oleh-Nya untuk menjalankan sebuah misi maha besar. Mereka tidak pernah memilih dirinya sendiri untuk menjadi penting dan menonjol di dalam masyarakat.
Sekarang adonan banana cake itu telah siap untuk dimasukkan ke oven. Sambil menunggu matangnya cake, saya mengamati hiasan Natal yang sudah terpajang di sudut rumah.
Hiasan natal (Foto: Walentina Waluyanti)
Saya mengecek beberapa hiasan Natal di dos yang masih tersisa. Di dalam dos itu ada miniatur kisah kelahiran Yesus. Ada beberapa patung kecil. Patung Maryam, Yusuf, Yesus kecil, para gembala, beberapa ekor domba dan tiga orang Majus. Saya mencari-cari tempat yang pas untuk memajangnya. Tetapi sebetulnya tanpa menggunakan simbol-simbol kisah kelahiran tadi, toh itu tidak akan mengurangi makna Natal.
Beberapa hari lagi akan datang Tahun Baru. Dengan mensyukuri semua yang telah saya lalui, saya bergairah menghadapi hari-hari baru. Sambil merenda harapan-harapan baru. Mudah-mudahan tidak lupa untuk tetap “eling”. Ide tentang menjadi orang-orang pilihan-Nya seperti yang tampak pada figur-figur sederhana di dalam kisah Natal, membersitkan sebuah pemahaman tersendiri. Pemahaman untuk tidak mudah menyepelekan sesuatu yang kita anggap remeh menurut ukuran kaca mata sendiri. Sesuatu yang kita pandang enteng dan sepele-kan mungkin malah lebih bermakna daripada diri kita sendiri.
Ting! Oven itu sudah berbunyi. Tandanya banana cake sudah matang. Aroma cake memenuhi ruangan. Aroma campuran antara wangi kayu manis, vanila dan rempah lainnya. Harumnya banana cake yang masih hangat mengundang anak dan si Mas untuk ikut mencicipinya. Hmmm, lekker.... kata mereka.
Banana cake buatanku dan hiasan natal (Foto: Walentina Waluyanti)
Pisang yang nyaris membusuk dan nyaris menjadi sampah itu toh bisa juga “dibudidayakan”. Maryam, Yusuf dan si gembala domba yang tidak punya fungsi terhormat di dalam masyarakat, akhirnya tinggal abadi di dalam hati jutaan umat.
Pisang dan orang kok disamakan sih? Ya, dalam kenyataannya memang manusia sering begitu ‘kan? Manusia sering memperlakukan sesamanya bak pisang busuk yang harus di-keranjangsampah-kan. Menyepelekan makna dan peran orang lain. Dan melihat diri sendiri lebih berarti dari yang lain. Sementara yang sering kita campakkan dan remehkan mungkin justru lebih bermanfaat dari yang kita duga.
Idiom-idiom “pembudidayaan” sesuatu yang nyaris terbuang dan figur-figur tak berarti di balik kisah Natal, membuat saya teringat sesuatu. Saya teringat pada sebuah kalimat, “Barang siapa yang meninggikan dirinya, maka ia akan direndahkan. Dan barang siapa yang merendahkan dirinya maka ia akan ditinggikan.”
Selamat Natal dan Tahun Baru. Semoga kita semua selalu diberkati oleh-Nya. Amin.
Walentina Waluyanti
Penulis, pengajar, pelukis
{backbutton}