Kaum Intelektual dan Tokoh Dunia yang Bunuh Diri Akibat Bipolar Disorder
(Termasuk Robin Williams)
Penulis: Walentina Waluyanti
Robin Williams bunuh diri akibat depresi, keluhan khas pengidap bipolar disorder. Robin Williams memang mengidap gangguan bipolar. Gangguan psikis yang beberapa hari ini sempat meramaikan media di Indonesia, menarik perhatian. Pasalnya, artis Indonesia, Marshanda (Chacha) menjadi bulan-bulanan berita, karena dugaan diagnosis bipolar disorder, yang mewarnai perseteruannya dengan ibundanya. Akibat perseteruan itu, Marshanda menolak menemui ibunya, bahkan juga saat ibunya ingin bertemu untuk merayakan HUT ke-25 putrinya itu. Banyak yang menyayangkan penolakan Marshanda terhadap ibundanya itu. Putri cantik dari pemilik Hotel Sofyan di Jakarta ini menjalani serangkaian test untuk mengetahui apakah ia memang menderita gangguan bipolar atau tidak. Sebelumnya ia diduga mengidap gangguan bipolar disorder. Namun menurut Marshanda, second opinion mengatakan bahwa ia safe, artinya terbebas dari diagnosis bipolar disorder.
Menurut penelitian dunia medis, pengidap gangguan psikis ini biasanya mengalami gejala susah tidur dan sulit mengatasi kondisi depresif-nya. Suasana hati mudah berubah drastis dari gembira ke sedih atau sebaliknya dan kadang berhalusinasi. Penderitanya bisa sangat delusif. Yaitu meyakini sesuatu secara tidak rasional dan tidak berdasar. Meski keyakinannya itu palsu dan jelas tidak terbukti kebenarannya, namun tetap saja merasa apa yang diyakininya itu benar.
Meski orang awam kadang mengejek penderita bipolar sebagai "gila", namun sebetulnya penderita ini secara kasat mata normal saja. Begitu pula dalam berkomunikasi, tetap normal, sama saja dengan orang sehat lainnya. Pengidap bipolar tidak harus "gila" seperti orang tak waras. Bahkan gangguan bipolar bisa menimpa kaum intelektual, tanpa menghalangi keandalan mereka dalam berkarya. Bipolar disorder bisa menimpa siapa saja, kaya atau miskin, dari segala macam golongan dan profesi. Tidak hanya aktris, musisi, dan pekerja seni lainnya. Tetapi juga politisi, ilmuwan, penulis, olahragawan dan profesi lainnya; bisa saja terkena gangguan bipolar.
Gangguan ini tidak bisa dipandang enteng. Karena bunuh diri bisa menjadi kemungkinan terburuk, manakala depresi itu tak lagi tertahankan. Beberapa tokoh dunia pengidap bipolar disorder, hidup mereka berakhir pada ikhwal tragis. Yaitu bunuh diri, seperti yang dilakukan Robin Williams. Siapa sajakah selebritas dunia yang diketahui mengidap bipolar disorder?
Foto: Marshanda (Sumber: Kapanlagi.com)
Politisi Amerika, Jesse Jackson yang juga dikenal sebagai pejuang hak asasi manusia, diketahui mengidap bipolar. Juga pendiri CNN, Ted Turner. Begitu pula filsuf yang terkenal dengan kalimatnya, “Tuhan telah mati”, yaitu Friedrich Nitzsche. Ahli fisika, matematikawan, dan filsuf Ludwig Bolltzmann dari Austria pun mengidap gangguan psikis ini.
Pelukis kontroversial dari Belanda, Vincent van Gogh yang sering depresi, di jamannya sering dituduh “sinting”, dan diduga memotong telinganya sendiri (meski ada yang menyebut telinganya terpotong karena berkelahi dengan sesama pelukis Paul Gauguin). Florence Nightingale, yang merintis lahirnya profesi perawat (ia berjasa ketika menolong dan mengumpulkan korban dalam perang di Rusia), juga tak luput dari gangguan bipolar disorder.
Orang terkenal lain yang mengidap bipolar disorder dan melakukan suicide di antaranya penulis Ernst Hemingway dan cucunya Margaux Hemingway, musisi Kurt Cobain, aktris Marilyn Monroe, penyanyi Amy Winehouse. Meski masih diperdebatkan, Marylin Monroe diduga kuat melakukan bunuh diri. Penyanyi Amy Winehouse yang meninggal tahun 2011, bahkan sudah pernah mencoba bunuh diri ketika berusia 10 tahun. Britney Spears pernah dua kali berusaha bunuh diri. Ia juga pernah menghebohkan ketika dalam kondisi acak-acakan, dan ekspresi kosong karena sangat depresif, tertangkap kamera setelah ia membotaki kepalanya.
Tokoh dunia pengidap bipolar disorder di antaranya adalah penyanyi dan aktor Frank Sinatra; penulis Sidney Sheldon; aktor laga Jean-Claude van Damme; aktor Mel Gibson; aktris dan penyanyi Demi Lovato; penyanyi botak tapi cantik Sinéad O'Connor; aktris Kim Novak; penulis dan penyair Edgar Allan Poe; penyanyi Axl Rose/front man Guns N' Roses; istri PM Kanada Margaret Trudeau; dan masih banyak lagi nama lainnya.
Bipolar disorder II, jenis yang lebih sulit didiagnosis, diidap oleh Catherine Zeta Jones. Meski masih dugaan, ada media yang memberitakan bahwa Marshanda mengidap gangguan bipolar disorder II yang depresinya lebih kronis dan lebih sering dibanding bipolar disorder I. Pengidap bipolar disorder II, menurut sumber medis, lebih punya risiko bagi pengidapnya untuk melakukan bunuh diri.
Meninggalnya Robin Williams karena bunuh diri di apartemen mewahnya di California (11/8-2014), menyentak orang. Depresi telah membunuhnya. Depresi yang kadang terdengar keluhan "lebay" penuh drama, ternyata bisa jadi penyakit mematikan seperti kanker. Bedanya penderita kanker meninggal akibat sel-sel ganas yang menggerogoti tubuh. Sedangkan depresi mendorong penderitanya, tanpa bisa ditahan, untuk melakukan eksekusi kematian itu langsung terhadap diri sendiri.
Foto: Jenazah Robin Williams diangkut petugas medis.
Foto: Robin Williams dan kalimatnya tentang akhir hidup.
Robin Williams dikenal banyak menghibur orang di seluruh dunia melalui aktingnya, namun ia sendiri tak mampu menghibur dirinya akibat depresi berkepanjangan. Robin Williams memang didiagnosis menderita bipolar disorder. Ia telah lama diketahui menderita depresi dan mengalami ketergantungan pada alkohol. Meski ia menjalani pengobatan atas ketergantungannya itu, namun penanganan medis tak banyak membantu. Jalan pintas dengan cara bunuh diri, tampaknya menjadi solusi bagi Robin Williams untuk mengakhiri depresinya.
Sama dengan Robin Williams, penderita bipolar yang juga alkoholis dan akhirnya bunuh diri karena depresi berat, adalah Ernest Hemingway, seorang penulis fiksi. Karyanya yang terkenal di antaranyaThe Old Man and The Sea, yang membuatnya menerima penghargaan Pulitzer untuk bidang sastra. Karya-karyanya yang memang mengandung nilai sastra klasik, membuatnya menjadi legenda dalam sastra dunia.
Sayangnya nama besarnya tidak mampu menolong Ernest Hemingway lepas dari masalah psikis. (Atau malah nama besar bisa membawa masalah psikis tersendiri?). Ernest Hemingway tidak pernah berhasil menghentikan ketergantungannya pada alkohol. Kerabat dan teman dekatnya telah memperingatkannya untuk menghentikan kebiasaan itu, karena alkohol akan merusak levernya. Namun peringatan itu tetap tak mempan. Selain sering depresi, Ernest Hemingway juga seorang yang paranoid, merasa diikuti oleh FBI, mengingat Hemingway mempunyai masalah pajak. Ia juga merasa FBI menelusuri file terkait keberadaannya di Kuba pada Perang Dunia II.
Foto: Ernest Hemingway
Ada dugaan bahwa Hemingway menderita depresi antara lain akibat pengaruh sejumlah obat yang harus dikonsumsinya sehubungan terapi penyakit hemochromatosis yang dideritanya. Ini adalah penyakit mental, penyakit genetik di dalam keluarganya. Ayahanda Hemingway bunuh diri, karena tak mampu mengatasi depresinya. Demikian juga hidup Ernest Hemingway berakhir tahun 1961. Ketika ayahandanya meninggal karena bunuh diri, Ernest Hemingway berkomentar, mungkin ia juga akan mengakhir hidupnya dengan cara yang sama. Ernest Hemingway merupakan keturunan ke-4 di dalam keluarga yang meninggal dengan cara bunuh diri. Sebelumnya, saudara perempuan dan saudara laki-lakinya juga meninggal karena bunuh diri. Cucunya, yaitu super model dan aktris jelita Hollywood, Margaux Hemingway, juga bunuh diri tahun 1996.
Orang-orang terkenal penderita bipolar yang akhirnya bunuh diri, punya satu kesamaan, yaitu umumnya punya ketergantungan terhadap obat-obatan dan alkohol. Sumber-sumber medis menyebutkan bahwa zat-zat dalam obat-obatan tertentu dan akohol, bisa menjadi pemicu timbulnya depresi. Tetapi kadang juga terjadi orang yang tadinya tidak “depresi-depresi amat”, justru menjadi “amat depresi”, akibat pengaruh zat-zat yang terkandung di dalam obat-obatan tertentu dan alkohol. Ini mengingatkan pada Marshanda yang membuat pengakuan di program TV “Just Alvin”, bahwa ibunya menyarankan minum obat tidur, setiap kali ia tak bisa tidur. Usia Marshanda baru 15 tahun, ketika ia mulai mengkonsumsi obat tidur. Di usia belia itu, Marshanda menganggap bahwa minum obat tidur adalah hal yang wajar. Bukankah itu disarankan oleh ibunya sendiri? Setidaknya begitu kurang lebihnya pengakuan Marshanda. Beberapa waktu sebelumnya, Marshanda mengaku pada masa remajanya, ia mengalami problem psikis, dan pernah selama 2 minggu tidak bisa tidur.
Foto: Marshanda dan ibunda, pada HUT Marshanda ke-24, 10 Agustus 2013, setahun sebelum perseteruan menghebohkan antara ibu dan anak, yang akhirnya membuat pengacara O.C. Kaligis ikut turun tangan. (Foto: Kapanlagi.com)
Jika benar bahwa penyebab depresi antara lain akibat pengaruh zat dalam beberapa jenis obat-obatan dan alkohol, maka ini mengingatkan kepada pertanyaan klasik, “Lebih dulu mana, telur dulu atau ayam dulu?” Artinya, orang menjadi depresi karena pengaruh zat dalam obat/alkohol, ataukah orang butuh obat/alkohol karena ia depresi? Mungkin saja dua-duanya bisa betul, tergantung kondisi masing-masing penderita.Yang repot kalau sedang depresi, lalu mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol, dengan maksud menghentikan depresi itu. Seperti lingkaran setan. Maksud hati ingin menghentikan depresi, namun bersamaan dengan itu, zat-zat yang terkandung dalam obat/alkohol justru semakin memperparah depresi.
Sebetulnya tanpa mengalami depresi berkepanjangan dan tanpa mengidap bipolar pun, hampir setiap orang terkadang mengalami masa berat dalam hidup. Oleh karenanya, kadang kita dengar orang berkomentar, “Rasanya ingin bunuh diri.” Dan ini tidak berarti selalu depresi akut.
Tapi sebetulnya yang lebih patut diwaspadai, bukan hanya orang-orang depresi yang cenderung ingin bunuh diri. Tetapi justru orang yang mendorong orang lain untuk bunuh diri. Contohnya, seseorang curhat pada saudaranya bahwa ia “ingin bunuh diri” (ini kejadian nyata, tidak mengada-ada). Lalu saudaranya itu menyarankan (dengan serius tanpa bercanda) cara terbaik untuk melakukannya. Nah lo, orang yang menyarankan, mendorong, apalagi memfasilitasi orang lain untuk bunuh diri, entah tergolong disorder jenis yang mana.
Kembali ke soal bipolar disorder. Dahulu istilah bipolar disorder belum dikenal, masih disebut manic-depressive. Orang awam menggampangkannya dengan sebutan stress, atau malah mengolok-olok dengan mengekstremkannya dengan istilah sinting, setengah sinting, atau gila. Atau kalau "watak aneh" ini menimpa seniman dan ilmuwan, biasanya dipukul rata saja dengan sebutan "eksentrik". Kelompok manusia aneh yang sering dianggap sedikit terganggu, melahirkan anggapan yang sering kita dengar, misalnya “seniman itu sinting”, atau “jenius itu jaraknya hanya sejengkal dengan gila”.
Kenyataannya, meski penderita bipolar disorder dianggap sebagai orang aneh, namun tak sedikit di antaranya yang terkenal sebagai orang-orang kreatif dan mampu menelurkan karya bermutu. Mereka mengidap bipolar, tetapi toh ada juga yang seakan "tak ada matinya". Tetap mampu menghasilkan karya-karya besar.
Tak semua penderita bipolar mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Ada juga yang mampu mengatasi krisis psikisnya, tetap eksis dan survive, sambil tetap berkarya. Tak sedikit karya-karya mereka tetap dikenang sepanjang masa. Ini tentu bisa memotivasi para penderita lain, agar berhenti meratap, berhenti mengasihani diri tanpa berkarya apa-apa. Jika krisis itu berhasil dilalui, maka mereka yang merasa “normal” seharusnya tergugah. Apa artinya "normal", tetapi tak punya daya juang, mudah menyerah, merasa diri tak mampu, seakan telah “mati” sebelum waktunya… untuk kemudian lenyap terlupakan.
Foto: Vincent van Gogh melukis potret dirinya dengan telinga diperban akibat terpotong.
Walentina Waluyanti, penulis/essayist
Nederland, 12 Agustus 2014
{backbutton}