Daya Tarik Pria: Apanya Dong?
Dimuat di Kompas.com, Kolom Kita, 2009
Copyright @ Penulis: Walentina Waluyanti – Nederland
Bung Karno memang seniman. Hampir dalam segala hal ia punya selera yang luar biasa. Di luar soal ideologi dan mitos seputar Bung Karno, yang saya kagumi darinya adalah seleranya yang teatrikal dalam berpenampilan. Walaupun di jaman itu belum ada penasehat busana kepresidenan, tapi Bung Karno menunjukkan identitasnya sediri melalui pemilihan busananya. Ia tidak memilih setelan jas hitam yang lazim dipakai para pria. Lihat! Betapa gagahnya Bung Karno berjalan dengan setelan putihnya memegang tongkat komando, dengan sinar mata yang menyala-nyala. Dengan sangat representatif, ia berdiri sejajar dengan pemimpin negara-negara lain.
Selain melalui ideologi dan pemikirannya, dengan caranya sendiri, melalui busana juga ia mempersembahkan citra elegant pemimpin Indonesia. Republik kita yang waktu itu masih sangat kere sedikit tertolong dengan citra yang ditampilkan oleh Bung Karno. Pokoknya biar miskin asal sombong!
Tapi sebetulnya pria tidak perlu menjadi pemimpin hebat dan memilih busana yang megah untuk bisa kelihatan representatif. Memang pria itu kan fashionnya itu-itu saja. Tidak kayak wanita yang variasi modenya, dibolak-balik 1001 kali pun, tidak ada habis-habisnya. Bukan cuma soal pakaian, tapi semua onderdil body wanita kalau ditelaah satu persatu, dari kuku, ujung bulu mata sampai detil-detil yang paling mendetil pun, semuanya bisa dijadikan bahasan para ahli mode. Walaupun mode pria nyaris “mentok” dan itu-itu saja, tapi kenyataannya banyak pria yang bisa lebih terlihat pantas dan modis dari wanita yang mengaku modis sekalipun.
Saya salut kalau melihat ada pria yang pandai menjaga penampilannya, kelihatan selalu apik, tidak membosankan, fresh (tanpa harus berkesan genit). Sementara tidak sedikit wanita yang walaupun sudah jungkir balik bereksperimen dengan segala variasi mode, akhirnya cuma jadi korban mode. Apanya ya… yang membuat beberapa pria itu kelihatan begitu fashionable, walaupun fashion mereka boleh dibilang miskin variasi?
Oke, pertama saya mengarahkan mata ke gaya anak-anak muda.
Kalau soal mode, Indonesian boys itu tidak kalah gaya dari anak-anak muda Belanda di sini. Saya punya kenalan orang Belanda, masih muda, atletis, ganteng, tapi semua yang sebetulnya bisa jadi daya tariknya itu jadi berkurang point-nya setelah melihat cara berbusananya. Selalu memakai T-shirt dari bahan yang mutunya menyedihkan, jeans yang kelihatan tidak pas jatuhnya. Pokoknya selalu saja ada yang tidak pas. Tidak sedikit anak-anak muda di Indonesia kadang cuma pakai T-shirt putih atau hitam dan jeans belel saja sudah kelihatan modis banget. Apanya yang membuat mereka kelhatan modis dengan gaya yang begitu simpel? Apa...apa..apanya dong?
Sekarang kamera saya arahkan ke gaya pria dewasa. Tidak seperti anak muda yang umumnya masih berpostur “tak bermasalah”, pria dewasa itu macam-macam “penampakannya”. Ada yang masih langsing, ada juga yang sudah agak “gendutan”, ini katanya sinonim dari makmur.
Ada pria yang setiap kali ketemu, selalu saja memakai kemeja putih. Bukan karena itu uniform dia. Tapi sudah menjadi cirinya. Kalau pakai kemeja lengan panjang, lengannya digulung sedemikian rupa kesannya cool banget. Kalaupun kadang-kadang pakai baju berwarna, warnanya seakan betul-betul warna terpilih. Tidak ganteng-ganteng amat, tingginya sedang-sedang saja, gendut, tapi kok tidak membosankan melihatnya. Model celana panjangnya, walaupun modelnya formal banget, kelihatannya stylish. Padahal celana pria entah itu celana cut bray, bray cut, cut cut atau bray bray, yang namanya celana lelaki dari dulu ya begitu-begitu saja, tetap celana lelaki.
Dengan gaya busana yang itu-itu saja, dengan postur yang tidak ideal, kok bisa kelihatan tetap gaya dan elegant? Apanya ya yang bikin menarik? Apa...apanya dong?
Bagaimana dengan pria “ekstra dewasa”? (Awas, jangan bilang pria setengah tua apalagi pria tua). Kadang-kadang saya suka iri melihat para pria berumur ini. Bagaimana tidak? Kalau mereka botak...malah dikomentari pria botak itu seksi. Kalau perutnya gendut, dikomentari, "Wah, perut kamu emang perut bos-bos, man!". Dan si empunya perut, tertawa bangga sambil menepuk-nepuk dada....eh perutnya.
Kalau rambutnya memutih ala Adnan Buyung Nasution, dan wajahnya mulai dihiasi kerut, malah dideskripsikan dengan indah. “Rambutnya dan kerut wajahnya menunjukkan kematangannya sebagai pria..." Lho apa hubungannya? Banyak juga kan pria yang rambutnya memutih dan kerutan di wajahnya sudah mulai tampak, tapi sampai mati tidak matang-matang, selain cuma jadi tua?
Coba bandingkan saja, apa bakalan ada komentar bernada memuji seperti itu kalau nanti misalnya saya yang wanita ini kelak tua, keriput, gendut, beruban atau botak?
Jadi pria dalam golongan ini, belum dibahas style-nya, dari segi fisik saja sudah menang beberapa point. Apalagi kalau didukung gaya berbusana yang pas untuk usianya, masuk akal kalau tidak sedikit pria berumur ini yang tetap bisa “layak tayang”. Jadi pertanyaannya bukan lagi “apanya dong?” tapi “dong apanya?” (maaf sedikit ngawur).
Kembali ke topik, apanya dong yang menbuat pria-pria itu bisa tetap menarik tanpa variasi mode yang macam-macam? Pribadinya? Rumah pribadi, mobil pribadi, rekening pribadi? Ah, balik ke topik lagi, bahasan ini cuma dibatasi cara pria bergaya saja, di luar itu... lain lagi ceritanya.
Menurut kacamata saya, kalau dilihat-lihat, mungkin daya tarik penampilan pria itu justru karena hal-hal yang serba simpel. Warna yang simpel tapi chic. Putih, hitam, coklat, krem, khaki, merah anggur, biru ataupun warna lembut klasik ala pria.
Kalaupun harus menggunakan warna mencolok, mungkin harus dinetralisir dengan warna celana panjang yang bisa meredam warna jreng itu. Untuk mengimbangi yang serba simpel ini, pemilihan bahan pakaian dari kualitas yang baik, untuk pria kadang-kadang penting juga. Ini tentu saja relatif, tidak selamanya harus begitu.
Bandingkan dengan pakaian wanita. Pakaian wanita kadang-kadang meski dari kualitas yang sedang-sedang saja, tapi bisa tampak “lux”. Karena untuk wanita, kualitas bahan yang biasa saja, bisa dikamuflase oleh pernak-pernik detil, motif ataupun efek warna feminin yang lebih dominan dari kualitas busana itu sendiri.
Pemilihan bahan jeans misalnya. Wanita tidak perlu memakai jeans yang mahal, tapi bisa saja kelihatan mewah karena perhatian mata bisa dialihkan ke aksesori lain. Aksesori lain, bagian mana maksudnya? Ah, yang gitu-gitu, biarlah dibahas khusus oleh pakarnya.
Tapi buat pria ini lain lagi. Langsung terlihat jelas, kalau melihat pria yang pakai jeans dan belelnya pas, jatuhnya bagus. Kalaupun bukan jeans, celana panjang yang diseterika dengan lipatan yang rapi dan licin, kaos kaki, dan sepatu yang matching juga bisa membuat pria kelihatan presentable.
Jadi apanya dong yang bisa membuat penampilan beberapa pria yang biasa-biasa bisa kelihatan pantas?
Salah satunya jangan takut memperhatikan detail penampilan anda, hanya karena anda seorang pria. Tidak ada salahnya mengganti kemeja putih yang warnanya sudah tidak cemerlang dengan warna yang lebih cemerlang, walaupun anda cuma suka pakai kemeja warna putih saja. Leher kaos T-shirt yang sudah melar yang kelihatan menyembul dari balik kemeja kenapa tidak diganti dengan yang baru?
Biarpun itu cuma detil kecil, tapi detil yang mengganggu kadang bisa merusak penampilan keseluruhan. Anda tidak akan jadi banci hanya karena tampil rapi, bersih, trendy dan wangi. Tidak perlu berlebihan. Tidak perlu se-flamboyant Bung Karno, Basuki Abdullah atau pria metroseksual masa kini.
Yang penting bisa menunjukkan bagaimana mempresentasikan diri. Itu tidak ada salahnya kan? Lagi pula, jangan salah....pria macho dan gentleman bisa saja menjadi kurang menarik gara-gara tidak memperhatikan penampilan.
Pokoknya tidak usah takut dituduh pria pesolek, hanya karena memberikan perhatian pada penampilan. Pria juga berhak tampil pantas. Dan mata wanita juga berhak melihat sesuatu yang enak dipandang. Betul begitu?
Itu semua baru salah satu contoh bagaimana kelihatan menarik walaupun biasa-biasa saja. Selebihnya apa lagi dong? Selebihnya ya...dang...ding....dong....! ***
Walentina Waluyanti
Nederland, Maret 2009
{backbutton}