Cari Bukti Tuhan Ada?

Copyright @ Penulis: Walentina Waluyanti – Nederland

Dalam perbedaan, atheis dan theis tetap disatukan oleh satu persamaan. Yaitu mustahil bisa tercipta, dicipta, mencipta tanpa Maha Pencipta (quote by Walentina Waluyanti ™).

Kedua sahabat itu duduk saling berhadapan. Yang satu atheis, tidak percaya adanya Tuhan. Dan yang satu lagi theis, percaya adanya Tuhan. Berikutnya terjadi percakapan antara atheis dan theis.

Yang atheis berkata dia tidak perlu membuktikan Tuhan itu tidak ada. Karena kalau tidak percaya Tuhan tidak ada, kenapa harus dibuktikan? Tidak ada ya tidak ada...titik! Sekarang, apa buktinya kalau Tuhan itu ada?

Yang theis berkata, sudah banyak yang membuktikan adanya Tuhan melalui ilmu pengetahuan dan logika. Tapi jangan lupa! Apakah semua harus menjadi benar hanya karena bisa dibuktikan?

photo1-web

Bahkan ilmu pengetahuan yang didukung bukti valid, juga bisa lemah dan dipatahkan. Pembuktian bukanlah dasar untuk percaya bahwa Tuhan itu ada.

Atheis, “Jangan-jangan...manusia sendirilah yang menciptakan Tuhan. Bukan sebaliknya. Kalau memang Tuhan itu ada, lalu siapa yang menciptakan Tuhan?”.

Theis, “Lho katanya tidak percaya Tuhan itu ada. Sekarang bilang Tuhan itu ada, tapi diciptakan manusia. Bagaimana sih? Kaum beriman percaya, Maha Pencipta tidak pernah bisa diciptakan. Namanya saja Maha Pencipta. Dia akan selalu ada dan tidak pernah bisa dihancurkan. Tanpa awal dan tanpa akhir”.

Atheis mengatakan, manusia tercipta karena proses evolusi yang berlangsung selama jutaan tahun. Bukan karena ada yang menciptakan.

photo2-web

Theis mengatakan, teori Darwin  hanya menerangkan proses biologis. Namun Darwin melupakan “jiwa”. Adakah yang bisa menerangkan tentang terjadinya aspek non-materi yaitu jiwa, roh, nurani, intelegensi, emosi, akal pikiran, ratio, logika, kesadaran eksistensi? Siapa yang telah menciptakan semua kekuatan non-fisik tak nampak itu?

Atheis, “Matahari dan planet di jagat raya ada karena memang sudah begitu itu. Ada, ya karena ada. Tidak ada yang menciptakan”.

Theis, “Kamu bisa rasional mengakui teori fisika tentang terjadinya alam semesta. Bagaimana tiba-tiba kamu menjadi tidak rasional dengan berkata tata surya itu ada begitu saja? Ilmu fisika bisa menerangkan teori terjadinya alam semesta. Yaitu dari “big bang”, ledakan dahsyat energi dan cahaya”.

Pertanyaannya, siapakah yang menciptakan causa hingga terciptaenergi, cahaya dan planet di jagat raya? Dari manakah datangnya materi, ruang dan waktu yang membentuk alam semesta?

photo3-web

Atheis, “Kalau Tuhan itu ada kenapa dibiarkannya manusia menjadi rasis seperti Hitler dan  membunuh lebih dari 11 juta orang?”.

Theis, “Lalu siapakah yang menciptakan kesadaran nurani manusia lainnya bahwa perbuatan Hitler itu salah, biadab dan harus dihentikan?”.

Atheis, “Firman ajaran agama itu hanya aturan yang diciptakan manusia biasa. Misalnya, dilarang membunuh. Dilarang mencuri. Mesti jujur. Cintailah sesama. Aturan itu diciptakan manusia untuk melindungi kepentingannya sendiri. Buktinya, adakah ilmu pengetahuan yang bisa menjelaskan dengan akurat tentang asal-usul ajaran-Nya dalam kitab suci?”.

Theis, “Pertanyaanmu itu ibarat ikan yang sedang berenang di tengah laut. Dan berusaha mencari di mana letak samudera. Kitab suci adalah ilmu pengetahuan itu sendiri”.

Atheis,  “Ukuran apa yang dipakai dan atas dasar apa bahwa nilai moral agama itu benar dan mesti berlaku? Siapa yang menentukan bahwa nilai-nilai itu benar?”.

Theis, “Kalau sejak awal kamu tidak percaya Tuhan, bagaimana kamu bisa diyakinkan bahwa dasar-dasar moral agama itu benar?”.

Atheis, “Kalau Tuhan menciptakan manusia menurut gambaran-NYA....mengapa ada dosa,  kejahatan, kesengsaraan, penyakit dan penderitaan?”.

Theis, “Karena manusia itu diciptakan menurut gambaran-NYA, maka manusia juga diberi kebebasan berpikir untuk memilih. Jika semua manusia seia-sekata memilih menjadi gambaran-NYA, bukankah semua penderitaan gambaran kamu tadi tidak perlu terjadi?”.

photo4-web

Atheis, “Buktikan dengan satu kata saja bahwa Tuhan itu ada!”.

Theis menjawab, “KESADARAN!”.

Atheis, “Justru karena 'kesadaran' maka kamu mesti berpikir bahwa Tuhan itu tidak ada!”.

Theis, “Justru 'ketidak-sadaran' yang membuat kamu berpikir bahwa Tuhan itu tidak ada. Bukankah tanpa KESADARAN semuanya hanya bermakna kemungkinan? Mungkin ada, mungkin tidak”.

Atheis, “Haruskah orang  mempercayai sesuatu yang tidak bisa dilihat?”.

Theis, “Kalau ukuran mempercayai sesuatu hanya karena bisa dilihat dengan mata telanjang, maka....begitu banyak yang bisa dilihat dengan mata, namun sayang begitu banyak hal visible itu yang tidak bisa dipercaya”.

Atheis, “Jika Tuhan itu ada, kenapa banyak orang atheis justru jauh lebih baik dalam sikap dan bertingkah laku daripada orang yang mengaku beragama?”.

photo5-web

Theis, “Soal agama hanyalah sebagian kecil saja dari soal Ketuhanan yang begitu luas. Dan pertanyaan tadi justru semakin memberi 'kesadaran' tentang kehadiran-Nya, bahkan juga di hati orang yang tidak percaya pada-Nya. Soal apakah kehadiran-Nya tidak disadari, ditolak dan disangkal, itu lain perkara”.

Kedua sahabat itu, atheis dan theis menjadi lelah dengan perbincangan  itu. Akhirnya mereka berangkulan dan saling berjabat tangan dengan penuh persahabatan.

fr-ww

Walentina Waluyanti

 

About Me

{backbutton}

Add comment