Banjir Jakarta dan Sajak Rendra

Author: Walentina Waluyanti – Belanda

Ciliwung bagai lidah terjulur. Ciliwung yang manis tunjukkan lenggoknya… menyindir gedung-gedung kota Jakarta. Begitu tulis Rendra dalam puisinya tentang Ciliwung. Kalau Rendra masih hidup, mungkin ia sadar, kini Ciliwung juga seolah menyindir istana. Soalnya luapan Ciliwung juga masuk halaman istana. Dan presiden pun gulung celana.

Sekarang ini banjir sudah tidak pandang bulu. Jika dulu hanya pemukiman kumuh yang terkena dampaknya, sekarang ini pemukiman mewah juga ikut tergenang. Banjir juga berani merangsek istana sebagai salah satu simbol kebanggaan negara. Banjir di istana ini setinggi kira-kira 30 cm. Banjir Jakarta 17 Januari 2013, terhitung banjir terbesar selama ini, menelan 14 korban meninggal.

RendraCiliwung1

Istana kebanjiran, SBY dan Menlu Marty Natalegawa gulung celana, 16 januari 2013 (Foto: Tribunnews)

Begitu merepotkannya banjir yang merugikan negara hingga trilyunan rupiah ini, hingga gubernur Jakarta Jokowi sendiri menyetujui wacana pemindahan ibu kota ke daerah lain. Jakarta dinilai sudah tidak layak sebagai ibukota.

Banjir sendiri sudah merepotkan. Tapi yang lebih merepotkan lagi akibat setelah banjir. Mulai dari lumpur yang disisakan banjir, dinding rumah kotor dan sulit dibersihkan, belum lagi penyakit pasca banjir. Di setiap rumah, orang harus membersihkan lumpur setebal 10-20 cm. Lumpur hitam, berbagai kotoran, dan sampah. Belum lagi urusan membersihkan tempat dan fasilitas publik. Kerusakan yang ditimbulkan bisa trilyunan. Belum terhitung biaya pemulihan pasca banjir... wah, bisa bikin bangkrut negara.

Berikut ini video tentang banjir besar 17 Januari 2013 di Jakarta.

Banjir Jakarta ini membuat saya tidak ingin melewatkan lirik puitis tentang Ciliwung karya WS Rendra di bawah ini. Berikut ini puisi Rendra berjudul "Ciliwung yang Manis”, ditulis tahun 1961.

Saya juga menyertakan terjemahan bahasa Belanda puisi ini.

RendraCiliwung2

Foto: Rendra dengan ke-2 istrinya Sitoresmi & Sunarti, dan anak-anak mereka

 

Ciliwung yang Manis
WS Rendra (1961)
Ciliwung yang manis
Ciliwung mengalir
dan menyindir gedung-gedung kota Jakarta
kerna tiada bagai kota yang papa itu
ia tahu siapa bundanya.
Ciliwung bagai lidah terjulur
Ciliwung yang manis tunjukkan lenggoknya.
Dan Jakarta kecapaian
dalam bisingnya yang tawar
dalamnya berkeliaran wajah-wajah lapar
hati yang berteriak kerna sunyinya.
Maka segala sajak adalah terlahir karena nestapa
kalau pun bukan
adalah dari yang sia-sia
atau pun ria yang berarti karena papa.
Ciliwung bagai lidah terjulur
Ciliwung yang manis menunjukkan lenggoknya.
Ia ada hati di kandungnya
Ia ada nyanyi di hidupnya
Hoi! geleparnya anak manja!
Dan bulan bagai perempuan tua
letih dan tak diindahkan
menyeret langkahnya atas kota.
Dan bila ia layangkan pandangnya ke Ciliwung
kali yang manis membalas menatapnya!
Hoi! Hoi!
Ciliwung bagai lidah terjulur
Ciliwung yang manis menunjukkan lenggoknya.
Teman segala orang miskin
rimbunan rindu yang terperam
bukan bunga tapi bunga.
Begitu kali bernyanyi meliuk-liuk 
dan Jakarta disinggung dengan pantatnya.
Terjemahan dalam bahasa Belanda:
Tjiliwoeng Mijn Hartedief
Tjiliwoeng mijn hartedief
de Tjiliwoeng stroomt
en schuurt langs de gebouwen van Djakarta.
want hoe arm deze stad ook mag zijn,
de rivier weet toch wel wie haar moeder is.
De Tjiliwoeng lijkt op een uitgestoken tong
Kom, hartedief, laat ons je heupgewieg eens zien.
Djakarta is moe
van het eentonig gedruis
hongerige gezichten zwerven door de stad
en harten die het uitschreeuwen van eenzaamheid.
Ieder gedicht wordt geboren uit diepe smart
of anders uit zinloosheid
of uit gelacht waar armoede zin aan geeft.
De Tjiliwoeng lijkt op een uitgestoken tong
Kom hartedief, laat ons je heupgewieg eens zien.
Zij is het hart in de schoot van Djakarta
Zij is het lied in haar leven
Hupsa! wat spartelt zij als een verwend kind.
De maan, als een oude, vermoeide vrouw,
waar niemand op let,
glijdt met slepende tred over de stad
en wanneer zij naar de Tjiliwoeng kijkt
beantwoordt die lieve kali haar blik:
Hai! Hai!
De Tjiliwoeng lijkt op een uitgestoken tong
Kom hartedief, laat ons je heupgewieg eens zien.
De vriendin van arme mensen
de opeenstapeling van broeiend verlangen
geen bloem, maar toch wel een bloem
zo zingt de kali terwijl zij zich in bochten kronkelt
en langs Djakarta met haar billen strijkt.

Walentina Waluyanti

Nederland, 20 Januari 2013

{backbutton}

Add comment