Pertemuan Muram Sri Sultan, Lady Di dan Pangeran Charles
Penulis@Copyright: Walentina Waluyanti - Nederland
Salah satu lukisan karya saya adalah potret wajah Putri Diana (foto di bawah). Rasanya belum lengkap kalau tidak menulis tentang tokoh yang saya lukis itu. Nah, berikut ini kisahnya.
Sampai tahun 2016 ini, sudah menjadi rahasia umum, bahwa sedang terjadi keretakan di keraton Yogya. Hal ini mengingatkan pada tanda keretakan Pangeran Charles dan Putri Diana saat keduanya berkunjung ke keraton Yogya, 1989. Ketika itu keretakan Charles dan Diana (Lady Di) tampak jelas pada bahasa tubuh keduanya.
Lukisan Putri Diana ini dilukis oleh penulis artikel ini, Walentina Waluyanti
Sebelum kedatangan keduanya ke Indonesia, sudah terdengar desas-desus tentang hubungan Charles-Diana yang sudah berada di ujung tanduk, akibat perselingkuhan Charles. Kondisi pernikahan yang sudah tidak harmonis antara suami istri tersebut, berdampak pada suasana hati keduanya saat mengunjungi Sri Sultan dan Ratu Hemas di Yogyakarta. Tak pelak, pertemuan antara pasangan bangsawan Eropa dan bangsawan Jawa itu pun tampak muram.
Saat kedua bangsawan Inggris itu duduk bersisian dengan Sri Sultan dan ratu Hemas pun, keduanya tetap terlihat dingin satu sama lain. Formalitas protokoler saja yang mengharuskan keduanya harus datang bersamaan sebagai suami istri, meski mereka lebih banyak saling “bertolak punggung”. Saat keduanya disuguhi pertunjukan tari pun, suami istri tetap terlihat kikuk satu sama lain.
Yang menarik, ketika itu media Barat memperbincangkan tentang suguhan bir kepada Pangeran Charles. Bisa jadi yang menyuguhkan bir berusaha menyenangkan tamu, menganggap bahwa semua orang Barat pasti suka bir, sehingga menyuguhkannya juga kepada Pangeran Charles. Bagi orang Eropa umumnya, ada jam-jam tertentu untuk menikmati bir, dan tidak begitu saja diminum dalam segala kesempatan. (Catatan: Oleh karena tidak semua orang Eropa suka bir, di Eropa biasanya tamu ditanya terlebih dahulu apakah tidak keberatan jika disuguhi bir), klik.=> Pilih Bir, Mengapa Orang Eropa Ogah Minum Air Putih?
Tetapi secara keseluruhan, kunjungan Charles-Diana ke keraton Yogya 26 tahun merupakan rangkaian kegembiraan yang sedang melingkupi keraton. Pada tahun 1989 itu, Herjuno Darpito (Sri Sultan Hamengkubuwono X) akhirnya dinobatkan sebagai Raja Yogyakarta. Ia menggantikan ayahandanya, Hamengkubuwono IX yang telah mangkat sebelumnya pada 7 Oktober 1099 di Washington DC. Ucapan selamat mengalir ke keraton Yogyakarta. Sehubungan dengan hal ini, Pangeran Charles dan Putri Diana datang ke keraton Yogyakarta untuk menyampaikan ucapan selamat.
Pangeran Charles dan Putri Diana diapit Sri Sultan dan Ratu Hemas.
Pada sekitar tahun itu sudah tersebar gosip tentang pernikahan Pangeran Charles dan Putri Diana yang tidak lagi harmonis. Tampaknya Charles masih sulit move-on dari mantan pacar. Padahal secara fisik, wajah Diana atau Lady Di jauh lebih rupawan ketimbang sang mantan. Sejak tahun 1985 sudah tercium perselingkuhan antara Charles dengan mantan pacarnya, Camilla Parkes Bowles. Bahkan Diana dikabarkan pernah berniat bunuh diri akibat perselingkuhan itu.
Rumor keretakan Charles-Diana semakin tak diragukan kebenarannya saat keduanya datang ke keraton Yogyakarta. Media-media ramai memberitakan “bahasa tubuh” Charles dan Diana yang jelas menunjukkan suami-istri yang sedang marahan.
Pangeran Charles dan Lady Di di kraton Yogyakarta
Setahun sesudah kunjungan ke Yogyakarta itu, akhirnya Charles dan Diana pada tahun 1990 dikabarkan telah hidup terpisah. Hingga kini, Charles masih tetap hidup bersama Camilla si mantan pacar.
Meski demikian, pada kunjungan kedua Charles ke Yogyakarta, ia datang sendiri saat sowan ke Sri Sultan, tanpa didampingi Camilla.
Pada kunjungannya yang kedua kali ke Yogyakarta, 4 November 2008, menunjukkan pertemuan yang lebih akrab antara Sri Sultan dan Pangeran dari Inggris itu.
Kunjungan kedua Pangeran Charles ke keraton Yogya, tanpa didampingi pasangannya Camilla.
Mungkin karena keduanya sudah pernah bertemua sebelumnya, ditambah tak diwarnai keretakan rumah tangga seperti kunjungan sebelumnya, sehingga pertemuan lebih mencair. *** (Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge, historical book writer)
Walentina Waluyanti de Jonge, penulis buku Sukarno-Hatta: Bukan Proklamator Paksaan
{backbutton}