Oscar Rexhaüser, Legenda Indo-Rock – dari Surabaya ke Belanda

Catatan penulis Walentina Waluyanti: Oscar Rexhauser yang saya wawancarai di artikel ini akhirnya meninggal dunia 29 Mei 2011 dalam usia 76 tahun, karena "hartstilstand" (bahasa Belanda: jantung berhenti berdetak). Selamat jalan Oscar!

Copyright @ Penulis: Walentina Waluyanti de Jonge – Nederland

Jumat 27 Maret 2009, hari ini saya kedatangan tamu istimewa. Di depan pintu berdiri sosok yang tinggi besar, gagah dan kharismatis. Untuk pria seusianya, sosoknya masih tegap dan garis wajah indonya yang ganteng masih tampak jelas. Rambutnya yang panjang keperakan diikat rapi ke belakang.

1musik3

 Foto: Oscar Rexhauser (almarhum) dan penulis Walentina Waluyanti (Koleksi: Walentina Waluyanti)

Waktu muda, dia punya senyum yang sangat charming yang tetap melekat hingga kini. Mungkin itu yang membuat penampilannya tampak lebih muda dari usia sebenarnya. Dialah Oscar Rexhäuser, ex-leader dan bassist band “The Hot Jumpers”, band yang dirintis di Bandung dan akhirnya jaya di tahun 60-an di Belanda. Oscar Rexhäuser boleh dibilang salah satu legenda Indo-Rock, aliran musik yang di masa lalu pernah eksis dan ngetop sekitar tahun 1955 sampai ‘60-an di Belanda dan Jerman.

Hampir setiap orang Indo maupun orang Belanda penggemar musik Indo-Rock  dan rock and roll generasi 60-an pasti mengenal namanya. Ketika itu The Hot Jumpers, terkenal sebagai band rock and roll papan atas yang bermarkas di Den Haag, selainTielman Brothers Band dari Breda. Selain beken sebagai band Indo-Rock, The Hot Jumpers juga disebut-sebut media ketika itu sebagai salah satu band rock and roll terbaik di Belanda.

Tahun 1964 The Hot Jumpers mendapat kehormatan tampil sepanggung dengan The Beatles, ketika band ini berkunjung ke Belanda. Begitu jayanya aliran musik Indo-Rock ketika itu, sampai beberapa personil The Hot Jumpers tergoda hijrah ke Jerman, karena ternyata di negara tersebut mereka bisa meraup lebih banyak duit dengan  musik ini.  

Siapa sangka para personilThe Hot Jumpers, yang di jamannya digilai dan digandrungi remaja-remaja di Belanda, sebetulnya kumpulan anak-anak dari pelosok Indonesia: Surabaya, Makassar, Bandung dan Jakarta?

1musik2

 

Siapa Oscar Rexhäuser pimpinan band ini sesungguhnya? Dibesarkan di Surabaya, lahir 18 Januari 1935 di Cepu, Jawa Tengah, ayahnya berasal dari Jerman, sedangkan ibunya, Aminah Reso adalah wanita Jawa. Situasi politik Indonesia yang baru merdeka ketika itu mengharuskan orang-orang Belanda dan orang Indo meninggalkan Indonesia. Mereka “diusir” ke Belanda oleh Soekarno.  Oscar yang dibesarkan oleh orangtua angkat yang juga Indo, terpaksa  ikut meninggalkan Indonesia sekitar tahun 1958.

Walaupun menyandang nama Rexhäuser, nama ayah kandungnya, sebetulnya dia tidak pernah melihat dan mengenal ayah kandungnya. Dia cuma mendengar ayahnya dulunya bekerja sebagai direktur perkebunan di Cepu. Sedangkan dengan ibu kandungnya dia bertemu pertama kali ketika umurnya masih 15 tahun. Sesudah dia menetap di Belanda, boleh dikatakan hampir tidak ada kontak dengan ibu kandungnya yang sampai akhir hayatnya tetap tinggal di Sambung Prapatan, Cepu Jawa Tengah.

 “Apa sih sebenarnya musik Indo Rock itu?”, saya tanya Oscar.  Apa dinamakan Indo-Rock karena personilnya semuanya orang Indo?  “Oh, bukan begitu”, kata Oscar.

Menurutnya, musik Indo Rock adalah musik dengan kombinasi antara rock and roll yang berasal dari Amerika, musik country, musik Hawaiian dan juga  pengaruh musik ala Indonesia.  Maksudnya pengaruh musik dari Indonesia yang bagaimana? Jawab Oscar, "Ya… ada berbau khas Indonesia, entah itu dari “beat” yang mirip pukulan gendang atau kadang-kadang ada petikan gitar yang mirip keroncong."  Karakteristik yang kental juga terdengar pada nuansa suara bas gitar yang berat dan banyak menggunakan suara echo gitar.

Cikal bakal Hot Jumpers yang beraliran rock and roll sebetulnya sudah dibentuk di Bandung tahun 1956 oleh tiga bersaudara Dolf, Arie dan Anton van Caspel bersama dengan Ernst Wolff dan Jim Paul. Ketika itu Oscar yang masih menetap di Surabaya belum ikut bergabung.  Situasi waktu itu membuat band ini sulit berkembang di Indonesia. Karena di tengah propaganda nasionalisme, Sukarno melarang musik rock and roll yang dianggap musik “ngak ngik ngok”-nya  negara kapitalis.

Sesudah repatriasi ke Belanda, tahun 1958 Oscar dan Dolf bertemu di Den Haag sebagai teman sekolah. Di Den Haag juga mereka sepakat membentuk The Hot Jumpers versi Belanda dengan formasi yang baru, dan Oscar ditunjuk sebagai band leader. Oscar bercerita bahwa di masa itu Den Haag disebut “beat city”. Band-band yang ada ketika itu cuma diakui eksistensinya, kalau band itu berasal dari Den Haag. Maksudnya kalau ada band yang berasal dari kota lain di luar Den Haag, maka band itu belum dianggap benar-benar band. Saya tanya, "Gimana dong dengan Tielman Brothers Band yang berasal dari Breda (kota di luar Den Haag)?  Jawab Oscar, "Oh itu pengecualian". Karena Tielman Brothers Band sebelum hijrah ke Belanda, memang sudah sangat terkenal di Indonesia bahkan pernah tampil di istana menghibur Bung Karno.

Gairah musik Rock and Roll anak-anak Hot Jumpers yang tadinya tertekan di Indonesia, seakan seperti kuda lepas setelah di Belanda. Penampilan perdana mereka kontan menyentak dan merebut banyak penggemar. Lagu hits pertama mereka “The Hippy Hippy Shake” langsung meledak dan sangat populer ketika itu. Selanjutnya band ini terus berganti formasi dengan nama-nama antara lain Jim Pownall, Jan Oechies, Joop Lelyveld, Wim Monoarfa, Charlie Merkelbach, Wim Kroesen, Joop v.v. Brink, Peter Theunissen, Harry Koster, Nico Loth, Jimmy v.d. Hoeven, Will Morcus, Rob Danekes, Freddy Soetisna, dan beberapa nama lain.
 
Dari sekian personil yang keluar masuk, hanya Oscar sajalah yang tetap bertahan sejak pertama terbentuk di Den Haag, sampai dengan saat terakhir. Tahun 2006  akhirnya Oscar memutuskan untuk berhenti bermusik. Sebelum berhenti bermusik, dia juga sempat membentuk band-nya sendiri, dengan nama Oscar Rexhauser Band yang sempat eksis beberapa tahun.
 
Asyik sekali ngobrol dengan Oscar. Orangnya humoris dan terbuka. Ngomongnya kadang-kadang campur sedikit Bahasa Indonesia. Dia ingin disapa dengan “Mas Oscar” dan meminta saya berbahasa Indonesia.
Katanya, “Wah, saya sudah banyak lupa kata-kata Indonesia, jadi saya ingin coba berbahasa Indonesia dengan kamu”. Tapi kalau arti kata “nakal”sih dia tidak lupa. Hampir setiap orang yang mengenal Oscar, pasti tahu kalau Oscar itu “nakal” dan penakluk wanita. Pokoknya Cassanova tulen. Dia sendiri mengakui itu. “Wah saya ini memang nakal. Habis gimana ya...Tuhan menciptakan wanita cantik dan juga menciptakan pria nakal, jadi mau gimana lagi”. Dasar! Tapi saya bisa membayangkan. Kalau sekarang saja kharismanya masih kuat dan masih jago merayu…..apalagi waktu muda, lagi ganteng-gantengnya, lagi ngetop-ngetopnya, wah perempuan mana yang nggak klepek-klepek?

Saya belum pernah lihat langsung Oscar ketika muda. Waktu dia baru ngetop saya bahkan belum lahir. Tapi saya bisa melihat kejayaan masa lalu legenda ini, melalui setumpuk album foto dan klipping koran yang diperlihatkannya. Foto-foto dan klipping ini sudah diminta oleh museum musik. Sebut saja nama-nama top dunia yang pernah tampil bersama mereka, selain The Beatles, juga Cliff Richard, Jim Reeves, Freddy Cannon, Chubby Checker, Helen Shapiro.

1musik1

John Lennon, Paul Mc Cartney dan Oscar Rexhauser (Koleksi: Walentina Waluyanti)

Apa yang paling membanggakan sepanjang karir musiknya? Jawabnya, dia merasa jerih payah band yang dipimpinnya tidak sia-sia sewaktu bandnya mendapat undangan kehormatan  sebagai band Indo-Rock dan band rock and roll Belanda di jamannya yang pertama dan satu-satunya yang diundang ke Amerika.

Yang menarik, di jaman itu belum ada satupun toko di Belanda yang menjual bas gitar apalagi bas gitar elektrik. Sebagai bassist bagaimana Oscar memperoleh bas gitarnya? Sejarah musik Belanda mencatat The Hot Jumpers adalah band pertama di Belanda yang menggunakan bas gitar elektrik ketika itu.Wim Monoarfa salah satu personil yang bersekolah elektronika membuat bas gitar elektrik itu lengkap dengan speaker-nya. Kayu untuk membuat gitar itu dicopot Oscar dari tempat tidur buatan Indonesia.

Perkembangan jaman seiring dengan pergeseran selera musik. Karena itu musik Indo-Rock sudah kurang dikenal generasi sekarang. Di Belanda masa jaya-jayanya musik ini sebenarnya sekitar akhir tahun ’50-an dan ‘60-an. Meskipun demikian para penikmatnya yang sekarang umumnya berusia 60 tahun ke atas, masih bisa menikmati musik ini pada kesempatan-kesempatan tertentu. Misalnya di acara “Indo-Rock Night”, Pasar Malam, di pesta-pesta orang Indo,  atau juga acara malam dansa yang diadakan oleh klub orang-orang Indo. Di acara-acara tersebut biasanya ada band yang memainkan musik Indo-Rock, selain musik Indonesia nostalgia lainnya. 

Setelah ngobrol ngalor-ngidul, saya ke dapur menyiapkan makan malam. Sambil menunggu saya  menyiapkan sate, ikan bumbu bali, sup dan lauk lain, Oscar meraih gitar saya yang terpajang di sudut ruangan. Saya menunggu, dia mungkin mau nyanyi dan memainkan gitar itu. Tapi dari tadi kok cuma utak-atik gitar, tidak betul-betul main. Akhirnya saya bilang, “Mas Oscar, wil je voor mij zingen en guitaar spelen?”(Ayo nyanyi dan main gitar buat saya dong!).

Tidak saya sangka, top star yang sudah biasa main di depan publik ini, bisa juga bereaksi malu-malu kucing. Seperti anak kecil yang malu-malu, dia mulai main gitar sambil terus saja bilang tidak bisa main gitar enam snar karena sudah terbiasa dengan bas gitar. Padahal jelas dia memainkan gitar itu dengan variasi chord yang begitu indah.  Sambil menyanyi, dia terus saja tertawa malu, seakan geli mendengar suaranya sendiri. Padahal suaranya lumayan oke dengan vibrasi yang sungguh terdengar merdu. Saya tanya, kenapa dulu dia tidak pernah coba jadi vokalis untuk band-nya. Dia menjawab dengan merendah, “ah, itu tidak gampang”.

Oh ya, omong-omong di luar musik, siapa tokoh Indonesia yang dia kagumi? Jawabnya, Abdul Haris Nasution dan mantan Kapolri Hoegeng Iman Santoso, bahkan sempat meminta waktu khusus untuk mengobrol dengan kedua tokoh yang sudah almarhum itu. Dia lalu memperlihatkan foto dirinya dengan keduanya di kediaman masing-masing di Jakarta.

Sambil omong-omong, saya juga sempat memperlihatkan dan memperdengarkan band Indonesia favorit saya, Dewa 19. Komentarnya,”Wah, musik Indonesia sekarang sudah sangat modern ya”. Dia mengaku tidak mengikuti perkembangan musik Indonesia.

Oscar yang punya empat anak dan beberapa cucu, tinggal seorang diri di Zaandam, kota dekat Amsterdam.

Itulah Oscar Rexhaüserlegenda Indo-Rock yang masih hidup, sementara satu persatu teman seperjuangannya dalam bermusik sudah berpulang.

Saya beruntung sudah mendengar dari pelakunya langsung tentang kisah musik Indo-Rock, yang walaupun tinggal kenangan, tetapi harus diakui sebagai bagian dari sejarah musik yang pernah ada. Terima kasih Mas Oscar! *** (Penulis: Copyright @ Walentina Waluyanti de Jonge, historical book writer)

fr ww Walentina Waluyanti de Jonge, penulis buku Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen

About Me

Baca juga, silakan klik:

KOMPAS TV Bertamu ke Rumahku

Pengalaman Bertetangga di Belanda

{backbutton}

Add comment