Kisah Dokter Muda: Menemukan Kasus Corona Pertama di Italia Setelah Mengabaikan Aturan Protokol

Walentina Waluyanti – Belanda

Sebanyak 16 juta orang dikarantina di Italia (8/3) menggambarkan bagaimana kerasnya hantaman corona di negara ini. Semua ini berawal dari seorang pasien pria yang sama sekali tidak dicurigai mengidap virus corona.

coronavirus malara ev 770x370 

Wabah corona di Italia dimulai ketika Rumah Sakit Codogna di Lambordia kedatangan seorang pasien, tanggal 18 Februari. Pasien bernama Mattia itu adalah seorang atlit, terlihat kuat. Dia datang ke Unit Gawat Darurat, dengan gejala penumonia ringan. Karena itu ia dianggap tidak perlu rawat inap. Namun keesokan harinya Mattia datang lagi, dengan keluhan yang lebih berat dibanding sebelumnya. Diperkirakan, ketika Mattia datang dan meninggalkan rumah sakit, ketika itulah terjadi penyebaran termasuk di antara dokter dan pasien rumah sakit.

Tadinya memang Mattia “hanya” menunjukkan pneumonia ringan dan tidak ada yang berpikir tentang corona. Ketika Mattia datang, sebetulnya telah ada Surat Edaran Menteri tertanggal 27 Januari, yang menyatakan test corona dan rawat inap hanya bagi pasien yang menderita infeksi saluran pernapasan yang parah, baru bepergian dari China, atau mempunyai kontak dengan orang-orang memiliki risiko corona.

Tetapi Mattia mengatakan bahwa dia tidak bepergian dalam beberapa hari terakhir dan tidak mempunyai kontak dengan orang-orang yang terinfeksi. Ia hanya pernah makan malam dengan rekan kerja (yang setelah kemudian ditest, hasilnya negatif).

Baca: Rekostruksi Penyebaran Corona di Eropa dan Orang Eropa Pertama yang Terjangkit Corona

Tanggal 20 Februari, akhirnya seorang ahli anestesi dari Cremona, dokter Annalisa Malara, memutuskan untuk “melanggar” aturan protokol. Ia mengatakan, biasanya penderita pneumonia segera membaik jika diberi pengobatan sebagaimana seharusnya. Mattia menunjukkan gejala pneumonia ringan non-bakteri. Tetapi kondisi Mattia tidak membaik setelah diobati, malah memburuk.

Maka dokter Malara ingat yang telah ia pelajari di universitas. Yaitu ketika pasien tidak bereaksi terhadap perawatan normal, maka jangan mengabaikan skenario terburuk. Jika perawatan yang diketahui tidak berhasil, kamu harus mencoba yang tidak kamu ketahui. Mattia mengalami pneumonia ringan, tetapi tubuhnya memberi reaksi penolakan terhadap terapi apa pun yang diketahui. Bahkan dokter harus bisa mencari sesuatu yang mustahil. Sebab suatu penyakit pasti ada sebabnya.

Maka dokter Malara memutuskan Mattia untuk menjalani test corona, meskipun setelah ia minta izin kepada yang berwenang, ia tidak mendapan izin. Akhirnya ia mendapat izin setelah ia menjamin bahwa ia akan mempertanggungjawabkan tindakannya. Menurut aturan protokol, Matttia memang tidak termasuk dalam kategori untuk menjalani test corona. Kata dokter Annalisa Malara, ketaatan pada aturan medis justru membuat virus ini bebas menyebar selama berminggu-minggu tanpa terdeteksi.

Ketika Mattia pergi ke Rumah Sakit Sacco di Milan pada 20 Februari jam 13.00 siang, panggilan telepon yang mengkonfirmasi Covid-19 tiba setelah pukul 20.30. Sementara itu, sebelum konfirmasi hasil test datang, dokter Malara atas inisiatifnya sendiri, mengenakan perangkat pelindung bagi dirinya dan bagi timnya di bangsal. Ketika banyak dokter, perawat, pasien pada saat itu terjangkit, dokter Malara dan timnya tetap aman melayani pasien.

Kata dokter Marala, “Kehati-hatian ini menyelamatkan kami. Tidak satu pun dari kami yang terinfeksi. Kami meninggalkan karantina hari ini, kami di rumah sakit dan terus merawat orang sakit bahkan dalam dua minggu ini".

Dokter Annalisa Malara ditanya, apakah ia berpikir bahwa ia telah berjasa? Jawab dokter Malara, "Tidak. Tapi saya harap saya telah berkontribusi untuk memberikan waktu kepada kolega dan lembaga, di Italia dan di Eropa. Kami telah memperoleh hari-hari berharga untuk memerangi epidemi. Jika warga juga menggunakannya dengan baik, dengan tidak mengabaikan gejala, melakukan langkah-langkah pencegahan, maka banyak yang akan dapat tersembuhkan dan terhindar dari penularan."

Kata dokter Marala, "Saya hanya seorang dokter. Tanggung jawab untuk keputusan besar ada pada politik: yang, bagaimanapun, dalam keadaan luar biasa, bersinggungan dengan etika".

Walentina Waluyanti

Belanda, 8 Maret 2020